Gue duduk di bangku dekat tangga, memerhatikan setiap siswa yang lewat dengan hampa. Sudah lima belas menit Laura, Riska, dan Fani ke kamar mandi dan sampai sekarang mereka belum kembali, meninggalkan gue sendirian. Gue mendengus, merangkai kata-kata ocehan untuk mereka dan siap melontarkannya saat mereka sudah kembali.
Sosok cowok sedang menuruni tangga sambil memerhatikan gue yang duduk sendirian. Gue menatapnya bingung, berpikir kenapa dia menatap gue seperti itu. Tatapan kami saling bertemu untuk beberapa detik sebelum akhirnya gue memalingkan wajah.
Siapa sih? Kok gue nggak kenal ya? Anak baru kah?
Gue melirik jam tangan gue, enam belas menit. Njir, kemana mereka? Jangan-jangan ke kunci di kamar mandi? Gue mengusir pikiran negatif tentang mereka yang tak kunjung kembali.
"Sendirian aja, jomblo lo ya," goda Alif.
"Apaan sih, lo sendiri juga jomblo," protes gue.
"Gue jomblo biasa aja," sahut Rian.
"Mana Delvin?" tanya gue mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa? Lo kangen?" goda Alif.
"Kangen pala lo. Biasanya kan trio semprul selalu bersama," kata gue.
"Trio semprul pala lo," protes Rian memukul lengan gue keras, membuat gue meringis kesakitan. "Alay lo, gitu doang sakit."
Gue yang masih meringis menatap Rian dengan tajam tapi failed karena Rian dan Alif menertawakan gue. Gue mengelus pelan bekas pukulan Rian dan menghiraukan trio semprul -formasi tidak lengkap- yang masih menertawakan gue.
"Segitu bahagianya ya lo nertawain gue," oceh gue yang sibuk mengelus lengan gue.
"Lo kan inceran bully gue," kata Alif.
"Jahat bener lo."
Gue memalingkan wajah dari duo semprul, mencari keberadaan Fani, Riska, dan Laura yang masih belum datang. Mereka beneran ke kunci kali ya. Lagi-lagi gue menemukan sosok cowok tadi, memerhatikan gue, sama seperti beberapa menit yang lalu.
Apaan sih, segitunya ngelihatin gue. Untung nggak kenal, kalau kenal mah udah gue tusuk matanya.
"Fin, sorry tadi kelamaan di kamar mandi. Fani masih boker," jelas Laura yang baru datang, disusul Fani dan Riska di belakangnya.
"Lo boker macam apa? Enam belas menit tau nggak," seru gue.
"Ya boker, tadi perut gue sakit banget. Sorry," ucap Fani.
"Si Fani sembelit," kata Riska.
"Eh buset. Kalau ngomong jangan keras-keras napa, gue malu," seru Fani menjitak kepala Riska.
"Ra, lo tau cowok yang disana?" bisik gue sembari menunjuk cowok yang sedari tadi bikin gue risih.
Laura mengikuti arah yang gue tunjuk, memerhatikan cowok yang gue maksud. Tatapan mereka bertemu dan mereka saling sapa. Gue cengo melihat keakraban mereka. "Gue tau, namanya Fajar," katanya menjawab pertanyaan gue tadi.
"Kok kenal? Anak baru?" tanya gue.
"Anak baru pala lo, bukan anjir. Itu Fajar, sekarang kelas XI-1," jelas Laura.
Gue hanya mengangguk tanda mengerti dan tidak berniat untuk membahasnya lebih lanjut. Gue bertopang dagu, mencari keberadaan Arkan yang sedari tadi tidak terlihat. Arkan dimana ya?
"Fin, bantuin Delvin bersihin kelas."
Gue melihat lawan bicara dan meng-iya-kan perkataannya. Dengan senang hati gue bangkit dari duduk gue, menyusul Delvin di dalam kelas yang sedang membersihkan kelas. Kerasukan apa si Delvin sampai mau bersihin kelas, wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
He(A)rt - [SELESAI]
Novela JuvenilApa kalian mempercayai cinta pada pandangan pertama? Fiona mengalaminya. Ia mencintai Arkan, sangat mencintainya. Sayangnya, sifat mereka berkebalikan. Arkan juga tidak pernah peduli pada perasaan Fiona yang menunggunya begitu lama. Terlebih ketika...