Dua Puluh Enam

3.8K 204 51
                                    

"Iya, mereka. Seilla sama Arkan, katanya sih gitu," jawabnya.

"Tau darimana lo? Dasar biang gosip," kata gue menjitak kepala Sheryn.

"Ye, dibilangin juga. Gue mah nggak kudet masalah begituan."

"Lo nggak akan kudet, orang lo biang gosip."

"Tapi gue serius, Fin," rengeknya.

"Gue kan nggak bilang kalau lo nggak serius," kata gue.

"Serah lo deh. Menurut informasi yang gue dapet sih, mereka udah nggak deket. Tapi ada juga yang bilang kalau mereka masih gagal move on satu sama lain," jelas Sheryn.

"Ye, sama aja. Meskipun nggak deket tapi sama-sama gagal move on gitu nggak ada efeknya," kata gue. "Emang lo tau darimana?"

"Gue? Lo kayak nggak tau gue aja, temen-temen gue kan banyak biang gosipnya makanya gue nggak kudet, nggak kayak lo yang kudet."

"Bodo, lagian gue nggak tertarik sama hotnews begituan. Gue juga nggak kudet-kudet amat kayak Siti Layla," kata gue membela diri.

"Serah lo dah, sebahagia lo. Eh, nanti ada tanding, lo nonton?"

"Jam berapa?"

"Jam empat sore itu basket cewek terus lanjut jam delapan malem basket cowok, nonton kagak?"

"Kayaknya sih nonton, lo sendiri?"

"Gue sih nggak nonton, bokap mana mau nganterin gue."

"Gue sih antara males sama pengen nonton. Males banget, jam segitu biasanya gue nyantai di rumah. Pengennya sih biar bisa lihat-"

"Biar bisa lihat Arkan, gue tau lo mau ngomong apa," potong Sheryn.

"Ih, sok tau lo. Gue mau nonton itu pengen lihat Delvin," kata gue.

"Alibi lo dah. Tapi disisi lain lo nonton Delvin, lo juga pengen nonton Arkan kan?"

"Em, iya sih, dikit," kata gue nyegir.

****

Gue dan Sheryn duduk di depan kelas Delvin untuk menemui Jennie-mereka berdua adalah teman sekelas, entah apa yang akan Sheryn lakukan, gue hanya menemaninya kesini sekalian bertemu dengan Delvin. Demi apa gue kangen sama Delvin, kangen banget malah. Sejak kelas kami pisah, dia jarang main sama gue, jarang bareng sama gue. Jujur, gue benci ini, gue benci dimana Delvin tidak pernah mengunjungi gue ke kelas.

"Fin, lo songong nggak pernah ke kelas," kata Delvin yang tiba-tiba duduk di sebelah gue. Gue menatapnya dan tidak merespon ucapannya. Ada sesuatu yang aneh saat Delvin tiba-tiba duduk di sebelah gue, entah apa itu yang jelas gue tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Apakah ini adalah efek kangen gue padanya? Entahlah, gue tidak yakin.

"Lo juga songong kagak pernah main ke kelas," kata gue setelah beberapa detik terdiam.

"Songong ngatain songong," cibir Delvin.

"Bodo."

"Fin, lo kan udah lama nih nggak bareng sama gue," kata Delvin.

"Terus?"

"Gue minta duit dong buat jajan," katanya tanpa dosa.

"Tai, kenapa malah minta duit ke gue." Gue menjitak kepalanya. Gue rindu Delvin, gue rindu bercanda dengannya.

"Pacaran aja terus ya," goda Dana yang tiba-tiba muncul dari kelas XII-2.

"Pacaran pala lo, jangan main fitnah gitu kali, Dan. Gue bilangin ke Vanessa baru tau rasa lo," ancam gue sembari melempar koin lima ratus rupiah ke arah Dana. Vanessa adalah saudara gue sekaligus pacarnya Dana, makanya Dana gue panggil dengan sebutan saudara ipar.

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang