Empat Puluh Tujuh

1.9K 158 23
                                    

Gue mengangkat tangan kanan gue, mengetuk pintu rumah yang sudah ada di depan mata. Setelah mengetuk dua kali, gue mundur selangkah, menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu.

Pintu terbuka dan menampilkan wanita paruh baya yang sangat cantik. "Fiona, sudah datang ya? Maaf ya jadi ngerepotin kamu," kata Tante Elsa, mamanya Delvin.

"Nggak kok, nggak ngerepotin sama sekali," kata gue. Jujur aja, ini kali pertamanya gue datang ke rumah Delvin meskipun kami sudah lama bersahabat.

Tante Elsa mempersilahkan gue masuk dan duduk di sofanya. Gue terduduk di sofa panjang sembari memerhatikan pigura yang tertempel di dinding ruang tamu. Beliau berlalu menuju dapur, katanya mau bikin minuman dulu. Gue menemukan sosok gadis kecil mirip Delvin, Disa, sedang berjalan ke arah gue.

"Disa, hai," seru gue mengusap rambut Disa. Sudah lama kami tidak bermain bersama, itu membuat gue merindukan sosok gadis kecil yang manja ini.

"Kakak, kenapa nggak pernah main? Disa kan kangen banget sama Kak Fion," kata Disa sembari mengerucutkan mulutnya.

"Maaf ya, Kak Fion nggak punya waktu buat main sama Disa. Disa apa kabar?"

"Disa baik-baik aja kok." Disa menujukkan deretan gigi putihnya dan membuat lesung pipinya terlihat.

"Ini minumnya, seadanya ya," kata Tante Elsa yang muncul mebawakan nampan yang di atasnya terdapat dua gelas teh hangat. "Disa, sini." Disa pun berlari dan duduk di sebelah ibunya.

"Makasih, Tante," ucap gue. "Tante, kenapa ya manggil saya kesini?"

"Tante khawatir banget sama Delvin, sejak tiga hari yang lalu, dia sering murung, nggak mau keluar kamar kalau nggak di paksa. Dia juga sering lupa makan, sukanya ngurung diri di kamarnya. Tante takut Delvin kenap-napa. Tante udah coba nanya tapi nggak pernah dapat jawaban," jelas Tante Elsa.

"Pulang sekolah tadi wajahnya banyak yang memar, Tante udah tanya kenapa tapi nggak mau jawab dianya. Jadi Tante panggil kamu kesini, siapa tau kamu bisa ngembaliin Delvin jadi cowok yang suka ngeramaiin rumah. Awalnya Tante bingung mau minta tolong siapa, jadi Tante telpon David, Sean, Alif, Nathan, sama Angga, tapi mereka nggak bisa dateng. Terus Tante buka-buka ontak, Tante keinget kamu, ya udah Tante telpon kamu dan akhirnya kamu datang."

"Dia juga belum makan sampai sekarang. Tante juga udah nyuruh Disa buat nanya ke abangnya, tapi Delvin tetep nggak mau jawab. Kamarnya di kunci terus sama dia."

Tante Elsa menatap Disa dengan tatapan kosong. Di matanya ada sorot khawatir seorang ibu. Bagaimana pun juga, Tante Elsa selalu mengkhawatirkan Delvin. Beliau tidak pernah meminta apapun dari anak laki-lakinya itu, beliau hanya meminta agar dia selalu menemaninya, tidak meninggalkannya, dan berbakti kepadanya. Tante Elsa tidak mau Delvin pergi seperti suaminya, dia akan berjuang agar Delvin selalu sehat dan selalu bersamanya.

"Fiona boleh nemui Delvin?" tanya gue memberanikan diri. Gue harus membantu Tante Elsa, beliau sangat khawatir dan gue nggak tega ngelihatnya sedih. Gue nggak peduli kalau nanti Delvin ngusir gue, makin marah sama gue, gue sama sekali nggak peduli. Yang gue pedulikan saat ini hanya bagaimana caranya agar Tante Elsa tidak khawatir seperti ini.

Disa menemani gue menuju depan kamar Delvin. "Kak, bilangin Abang ya, cepet turun, Disa kangen main bareng sama Bang Delvin," ucap Disa.

"Iya, nanti Kak Fion sampein ke Abang kamu. Kamu tenang aja, sebentar lagi Abang kamu pasti sering nemenin kamu main lagi, kayak dulu." Gue tersenyum pada Disa sebelum gadis itu kembali turun menemani ibunya yang masih terduduk di ruang tamu.

Tangan gue membawa nampan yang di atasnya ada sepiring roti bakar dan juga segelas cappucino kesukaan Delvin. Tangan kiri gue terangkat untuk mengetuk pintu kamar Delvin. "Vin, lo di dalam?"

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang