Lima Puluh Lima

2.3K 166 70
                                    

"FIN!" suara heboh Sheryn berhasil memotong kata-kata Keenan. Gadis itu berlari tanpa dosa, menghampiri gue yang menatapnya datar. Di belakangnya muncul sosok Delvin yang tak kalah mengejutkan, datang dan langsung memegang dahi gue tanpa permisi. "Lo nggak apa? nggak ada yang ilang kan?"

"Apaan sih lo, dateng-dateng langsung heboh," oceh gue.

"Ruang kesehatan bukan ruang buat ajang pedekate," celetuk Lana.

"Pedekate apaan maksud lo?" tanya gue.

"Keen, buru balik gih ke kelas,"ajak Lana menghampir Keenan, merangkul salah satu sahabatnya yang paling irit bicara itu. keenan bangkit dari duduknya lalu berjalan disebelah Lana tanpa menole ke arah gue.

"Gue dianggurin nih ceritanya?" tanya Delvin saat gue masih terdiam, menatap kepergian Keenan.

"Lo tau dari mana kalau gue di ruang kesehatan?"tanya gue dan membuat Sheryn terdiam karena tidak ada yang mengajaknya berbicara.

"Tuh, si Sheryn yang bilang," jawabnya menunjuk Sheryn dengan dagunya. "Lo kenapa bisa demam gini sih? Habis hujan-hujanan ya?"

Gue mengangguk dengan cengiran yang tercetak di bibir. "Gue cari taksi tapi nggak lewat-lewat terus keujanan deh."

"Kenapa nggak telpon gue? Kan gue bisa jemput lo daripada lo ujan-ujanan kayak drama India gitu," oceh Delvin.

"Iphone gue lowbat, anjir. Kalau nggak lowbat mah lo udah gue telpon," kata gue meletakkan gelas di meja sebelah brankar.

"Lo kemana aja sih semalem kok sampe hujan-hujanan gitu?"

"Gue dari rumahnya Arkan," jawab gue tanpa sadar dan langsung merapatkan mulut saat Delvin dan Sheryn menatap gue bingung.

"Ngapain lo malem-malem ke rumahnya Arkan?" tanya Sheryn.

"Siapa juga yang ke rumahnya Arkan, eggak kok." Ini mulut kenapa nyeplos gitu anjir, ngerepotin. Gue harus bilang apaan ke mereka berdua tentang semalam.

"Lah tadi lo bilang gitu, nyet," kata Devin duduk di kusi bekas Keenan.

"Itu sih... Anu... Iya..."

"Lah apaan?"

"Anu.. Gue.. Gue dari rumah saudara gue deket sana, di deket rumahnya Arkan," dusta gue.

"Terus kenapa nggak minta antar saudara lo gitu? Tega banget bikin lo kayak terlantar di tengah hujan, nggak mungkin lah."

"Mobilnya di bengkel terus sepedanya nggak ada bensin." Lah kenapa gue jadi jago ngarang cerita gini ya? "Udahlah, gue udah nggak apa."

"Itu tadi ngapain Keenan dimari?" tanya Delvin. "Lo ada hubungan apa sama Keenan?"

"Ha? Hubungan? Kenal aja barusan, itu pun gue nggak yakin dia tau nama gue apa enggak." Emang iya sih, sampai sekarang gue nggak pernah denger dia manggil nama gue.

"Tapi kok aneh ya," kata Sheryn duduk di sebelah gue.

"Aneh gimana?"

"Gue tuh ngelihat kayaknya si Keenan peduli banget gitu sama lo, terus dia juga kelihatan khawatir. Cara tatapnya juga beda sih, menurut gue pribadi. Toh aneh juga, dia mah cuek bin dingin banget apalagi sama yang namanya cewek, terakhir kali mah sama Kak Alta itu aja, lah kenapa dia nggak cuek sama lo?"

"Ngaco anjir, apaan sih. Lo tuh ya, cepet sadar gih. Denger ya, lo udah kebayakan baca novel makanya mikir aneh-aneh," kata gue menjitak kepala Sheryn. "Lagipula kata siapa dia nggak cuek bin dingin ke gue? Keenan tetep cuek kok, suer dah."

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang