"terserah pada bintang jatuh, manusia hanya berharap. Aku masih berdiri menunggunya jatuh, agar aku bisa berharap sama seperti yang lainnya"
"tapi gue ga pernah berharap sama bintang jatoh" Raden balas menatapku.
"karena lo ga punya harapan, mungkin" ucapku membalasnya.
"emang harapan lo apa?" tanya Raden.
"gue harap gue ga pernah ketemu lagi sama bintang jatoh, biar gue berhenti berharap" jawabku.
"sama aja lo berharap sama bintang jatoh"
"bukan, agar gue ga jatuh seperti bintang, dan dia membawa harapan palsu pada semua orang"
Raden tetap menulis, dan tak menjawab perdebatan ini.
"kok lo nangis?" tanya Raden.
"gapapa" aku lalu menghapus air mataku.
"benar-benar pergi setumpuk harapan dan doaku untuk seorang lelaki"
"serius eh, apa gara-gara gue ga jawab perdebatannya"
"engga serius" aku meyakinkannya.
Dia melanjutkan tulisannya, aku hanya tetap menunggu dan melihat setiap gerakkan tangan yang memegang pulpen itu."boleh gue baca ga?" tanyaku.
"boleh" dia memberikan kertasnya itu kepadaku.
Bintang Jatuh
Kau tahu, hari ini aku melihat seseorang yang masih percaya terhadap bintang yang jatuh, masih berharap, sedangkan bintang jatuh tak pernah membalas semua harapannya, gadis itu berkata bahwa takdir setiap orang sama seperti bintang yang jatuh. Aku tau sebenarnya gadis itu tidak percaya, namun dia hanya berpura-pura untuk mempercayainya. Aku melihat ke langit, takkan ada bintang yang jatuh, karena itu hanya sebuah imajinasi yang di buat oleh manusia. Aku terdiam untuk kesekian kalinya mendengarkan ratapan gadis itu.
****
"ihhh kok gini isinya? Ini kan gue" ucapku sambil melemparkan kertas kepadanya.
"ya gapapa, kita kan boleh nulis novel dari kisah sehari-hari maupun fiksi dan nonfiksi abis itu gue gabungin setiap kejadian yang pernah gue liat, dengar dan gue rasain" jawabnya lengkap.
"ah, gue di tulis di novel, paling ga laku" ucapku.
"hahahahaha, liat ajalah nanti"
Aku dan Raden pun hanya melihat tulisan-tulisan yang di buatnya serta membacanya. Setiap kejadian selalu di buatkan cerita olehnya.
****
Pagi ini, aku harus berangkat lebih cepat ke sekolah, karena Raden yang menjemputku. Selepas malam itu, Raden mengantarku pulang dan ingin menjemputku untuk pergi ke sekolah.
Aku sudah siap, dan sudah lengkap memakai seragam.
"Dinda!ada yang jemput di depan tuh, temen kamu atau siapa?" teriak ibuku.
"temen lah bu" sambil berlari ke arah ibuku dan mencium pipi ibuku.
"hati-hati ya kamu"
"dada ibu" sambil melambaikan tanganku kepada ibu.
Aku masuk kedalam mobil, dan tak ku lihat Fita di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Kau Lupa
RomanceGadis mana yang lebih tangguh, menunggu di lupakan atau melupakan? Dinda Jasmine, selalu merangkai kata yang terlintas di benaknya. "aku dapat memuisikanmu dalam seribu larik" Perasaan bukan untuk di rasakan, namun untuk di rangkai menjadi sebuah...