15.Ruang Rindu

61 4 0
                                    

"debarku sungguh hebat, ragaku kini merugi. Sesak seakan memuncak, aku terbungkam. Ruang rindu menyapa, tak bisa ku ubah langkah kakiku, aku berjalan mundur. Duduk aku di sebuah kursi yang ternyata tak bertuan, seolah aku yang hanya dimilikki."

Aku yang melihat Raden akhirnya pergi menjauh, sejauh-jauhnya agar dia tidak melihat menggunakan matanya bahwa aku sedang berada di sini.
Semua lelaki itu sama saja, tidak ada yang lebih baik. Semua bermuka dua, srigala berbulu domba. Aku yang melihatnya saja sudah tak suka, apalagi memikirkannya lagi.
Sekarang, ya sekarang. Siapa tempat aku mengadu? Ibuku, tidak mungkin karena aku tidak ingin menambah bebannya. Hanya satu orang yang mengerti, Dimas.
Aku berdecak saat berjalan, seakan kaget dengan yang ku lihat. Lelaki itu hampir saja melihatku, lelaki yang tadi aku sumpah serapahi.
Aku berlari pelan di pinggir jalan, dan aku mulai mengambil ponsel yang berada di dalam kantong celanaku. Segera ku buka pesan singkat dan mengirimnya untuk Dimas.

To : Dimas

Dimas, lo di mana? Jemput gue dong, di depan pasar rebo.. Sekarang!

Berapa menit kemudian, Dimas membalas pesan singkatku.

From : Dimas

Iya, gue otw ya, tunggu disitu jangan kemana-mana...

***

Aku membaca pesan singkat yang tertera di ponselku merasa sangat lega. Terimakasih Dimas, aku tau aku salah, membutuhkanmu di saat susah begini. Tapi, siapa lagi yang harus ku mintai tolong, selain dirimu Dimas.

Aku menunggu sekitar 15menit, dan bunyi klakson dari arah depanku, serta lampu motor yang sekiranya sudah mulai redup, wajah saja itu motor bututnya.

"dinda.... Ayo buru naik."

"eh iya hehehehe."

Akhirnya aku naik dan tak bisa ku bendung lagi, aku merindukan sosok sahabatku ini. Ku peluk pinggangnya, namun dia tidak bertanya apapun padaku, serasa dia mengerti isi hatiku saat ini. Dia membiarkanku tetap memeluknya.

"din, lo mau langsung pulang?" tanya Dimas, untuk meyakinkanku apakah aku ingin pulang ke rumahku langsung atau tidak.

"iya dimas..."

Akhirnya Dimas tidak menjawab lagi pernyataanku, dia langsung saja menarik gas motornya agar kecepatannya bertambah. Aku hanya bisa terdiam memeluk pinggang Dimas. Aku rasakan hatiku mulai kembali pada ruang rindu yang sama. Setelah insiden aku bertemu dengan lelaki itu, yaitu Adit. Dia kembali datang ke hidupku. Dia membuat hatiku mendadak buyar seketika.

"Din.. Udah sampe.., " Dimas menyadarkanku dari lamunan yang panjang tadi "betah banget meluk gue... Kangen kan?" ucapnya penuh kepercayaan diri.

"ah sialan lo! Apaan sih, geer." aku langsung saja menjitak kepalanya.
Dan berjalan menuju pagar rumahku.

"din..., " ucap dimas, dan aku langsung menoleh kepadanya "sesial itu kah kalo sama gue?" sambungnya dengan wajah serius.

"iya kali. Udah sono pulang istirahat, besok sekolah. Hm, jangan lupa besok jemput gue dim.. Makasih ya btw.. Night." dia langsung menarik gas motornya dan memberikan senyum kepadaku sambil berlalu pergi.

"sesial itu kah kalo sama gue?"

Kata-kata itu mulai terlintas di benakku, apa-apaan semua ini.
Segalanya berubah seketika, aku bukan bermaksud menyinggung tadi, hanya saja Dimas begitu sensitif.

*drt... Drt... *

Ponselku bergetar lagi, aku langsung mengangkat ponsel yang bergetar itu. Dan saat aku lihat layar ponselku, tertera 5x Raden menelfonku. Aku langsung segera menelfonnya kembali.

Hingga Kau LupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang