5.Roda Kanvas

68 5 0
                                    

"Roda kanvas, roda yang tergambar di dalam sebuah kanvas. Sama seperti takdir yang tergambar dan di ciptakan di atas kertas polos. Mulai sekarang tak usah peduli, pada roda kanvas orang lain!"

"Loh, dimas.. Kok pulangnya kesini sih?" tanya ku kebingungan.

"Yaiya, gue mau cari buku dulu disini" ucap Dimas kepadaku.

"Ini bukannya tempat yang di kasih tahu sama mang Didi ya?"

"emang bener, tapi banyak buku lama juga"

"hmm gitu, yaudah gue kesana dulu ya, WA (whatsapp) gue aja kalo lo udah selesai"

"okesipp"

Aku berjalan di antara keramaian orang - orang yang berada di sekitar. Toko buku yang di sarankan Dimas sangat bagus, namun tempatnya begitu kumuh dan sangat tidak terawat, karena toko buku ini berada di hadapan pasar Rebo.

Udara di dekat sini begitu panas, karena di tambah matahari yang cukup terik.

Aku menemukan sebuah tempat yaitu toko alat musik, dan aku berjalan masuk di depan pintu.

Tiba-tiba ada seseorang satpam yang membukakan pintu untukku.

"silahkan nona" sapa satpam itu.

"terimakasih"

Barang-barang di toko alat musik itu cukup classic.

"kayaknya aku bakal beli piano ini deh" ucap seorang perempuan kepada laki-laki yang berdiri bersamanya.

"yakin mau yang ini?"

"iya mauu wah bagus juga warnanya"

*bugh*

Perempuan itu tak sengaja menabrakku, dan akhirnya aku terjatuh.

"makanya taro mata di kaki! " ucap perempuan itu padaku.

"kok? Padahal lo yg nabrak gue" aku berdiri dan terkejut, yg menabrakku adalah Fita.

"oh jadi orang miskin ini"

"apa masalah lo?"

"lo yang bermasalah! "

"sudahhh!" ucap Raden menghentikan perdebatan.

Aku yang merasa kesal lalu meninggalkan mereka.

"woiiiiii! " seseorang berteriak dari arah belakangku.

Aku menoleh, dan ku liat ternyata Raden mengejarku. Aku hanya berjalan cepat dan tak ku hiraukan.
"eh bentar dong" Raden menarik tanganku.

"apaan sih?" ucapku dengan nada agak tinggi.

"kok lo selalu pergi tiap gue nolongin lo, dan kenapa lo cuma diem doang?" tanya Raden.

"penting banget gue ngomong sama lo?" ucapku dengan muka tak enak.

"gak juga sih, btw sorry ya atas kelakuan adek gue"

"gila, kakaknya baik banget ya"

"iyaa maafin ya"

Aku hanya mengangguk yang pertanda aku menerima permintaan maafnya. Ternyata Fita adalah adiknya Raden.

"sorry, gue mesti cepet, gue di tungguin sama orang " sambil mengangkat telfon WA dari Dimas.

Aku langsung berlari ke arah toko buku yang tadi ku datangi. Dan Dimas pun sudah duduk dan menunggu sedaritadi.

"lama amat dah lo" ucap Dimas.

"iya tadi gue lagi liat toko alat musik, bagus-bagus juga di sana"

"udah deh, ga bakal bisa lo main alat musik, kerjaan lo kan bikin puisi atau bikin kata-kata galau" Dimas berkata sambil menggodaku.

Hingga Kau LupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang