Little Thing Could Bring a Smile

228 28 11
                                    

Aquinsha benar-benar tidak mengerti dengan sikap Aldrich. Ada yang tidak beres dengan lelaki itu. Dari pagi Aldrich bersikap aneh, dan semakin siang, sikapnya semakin aneh.

Hingga langkah mereka memasuki ruangan yang berisi mesin ATM, Aquinsha melepaskan Aldrich lalu diikuti dengan tatapan marah, kesal, bingung beradu menjadi satu.

"Maksud lo apa sih, Al? Pinjam duit? Ganti di rumah?"

Aldrich dengan santai menjawab. "Lo nanya gak ngerti apa gimana sih? Ya, gue mau pinjam duit lo. Nanti di rumah gue ganti pakai duit gue. Beres kan?"

Aquinsha menyisir poninya yang panjang. "Beres menurut lo itu gak beres menurut gue! Lo bego apa pura-pura bego, sih? Di sana tadi ada Theo!"

Aldrich menghela napas. "Gue gak bego, karena gue kemarin yang tolong lo sama soal matematika. Dan kalau ada Theo, masalahnya apa?"

"Masalahnya Theo gak tahu kalau gue tinggal di rumah lo selama 2 bulan ini."

"Ya udah itu masalah lo, bukan masalah gue. Sekarang ini masalah utamanya lo mau pinjamin gue duit apa gak?"

Aquinsha mendecak kesal. "Berapa?"

"Tiga ratus ribu aja."

Aquinsha memberikan apa yang Aldrich minta. Setelah langkah mereka keluar dari ruangan itu, Aquinsha memperingati Aldrich untuk tetap berada di luar sebelum Aquinsha benar-benar masuk ke kafe.

"Lo di sini dulu, biar gue masuk duluan, nanti kalau gue udah menghilang baru lo masuk, paham?"

Aldrich memutar bola matanya, terlihat kesal.

Tetapi yang membuatnya lebih kesal lagi, ia menurut dengan perkataan Aquinsha.

***

Aquinsha makan dengan tenang. Ia makan dengan hati-hati, berdoa agar Theo tidak menanyakan sikap Aldrich dengannya tadi.

Sedangkan Tristan makan dengan pelan, berharap Theo tidak menanyainya apa-apa.

Theo mengurungkan niatnya untuk berbicara saat telepon milik Tristan berdering.

"Halo, Sya? Aku lagi di kafe dekat sekolah, nih. Oh, kamu udah selesai rapat, ya? Ya udah aku jemput ya," ucap Tristan terburu-buru. Untuk kesekian kalinya panggilan Risya menyelamatkannya dari teror pertanyaan Theo.

Aquinsha menata iri Tristan sebelum sahabatnya itu pamit.

"Theo, Queen, gue duluan ya. Biasa." Begitu saja Tristan pamit dan dengan langkah cepat ia meninggalkan Theo dan Aquinsha.

Theo dan Aquinsha saling menyapa satu sama lain.

"Aku yang ngomong duluan, gak apa-apa, Queen?"

Aquinsha mengangguk setuju.

"Aku cuma mau tanya satu hal aja sih." Tanpa Theo sadari ucapannya tiba-tiba membuat Aquinsha gugup sekaligus takut.

"Kenapa Aldrich ngomong gitu ke kamu dan kenapa beberapa saat kamu saling melirik dengan Tristan?"

Aquinsha mendesah. Akhirnya, tiba hari di mana ia akan berkata jujur pada Theo.

"Kamu ingat kan aku pernah ngomong kalau mama sama papa sekarang di Paris untuk dua bulan ke depan?" Aquinsha berhenti sejenak untuk minum. "Mereka di sana karena ada kerjaan. Kerjaan mereka kebetulan ada relasi sama kerjaan papa Aldrich. Terus, kebetulan juga rumah aku ada renovasi, makanya aku tinggal di rumah Aldrich," lanjut Aquinsha.

Ada perasan lega menghinggapi Aquinsha, namun perasaan takut juga muncul mengingat ia pernah berbohong dengan Theo tentang hal tersebut.

"Sebenarnya gak ada yang kebetulan, Queen," ucap Theo. "Mungkin udah takdir kalian tinggal bersama. Mungkin benar kata orang lain kalau kamu sama Aldrich itu udah jodoh."

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang