Rumah Sakit adalah salah satu tempat yang mana tidak akan pernah sepi pengunjung. Segala macam aktivitasnya dilakukan dengan terburu-buru. Ada yang datang memakai ambulan, seorang ayah menggendong anaknya yang demam, dan tangis keluarga mengiring tubuh tak bernyawa di atas brankar.
Di lantai lima, tepatnya pada ruangan Dokter Rian, seorang perempuan bernama Rachel Amanda sedang mengeratkan kupluk hitamnya pada kepala. Atmosfer rumah sakit jadi alasannya bergegas pulang.
"Kamu hati-hati, ya!" Pesan Rian saat diambang pintu ruangan karna tidak bisa mengantar Rachel sampai rumah. "Manda, kamu inget kata Kakak tadi 'kan? Apa perlu diulang lagi?"
Rachel menggeleng. "Rachel pamit, ya," Rian mengangguk sambil mengacak pelan rambut gadis yang disayanginya tersebut.
Rachel menekan pintu lift, masuk ke dalam dan berbaur dengan beberapa orang. Ketika pintu otomatis tertutup, Rachel menyandarkan kepalanya di dinding dengan mata terpejam. Merasakan tiap jengkal tubuhnya yang penat.
Beberapa saat kemudian, Rachel mengernyit ketika perbincangan perawat di sampingnya tidak lagi terdengar. Lift juga berhenti beroprasi. Penasaran, Rachel akhirnya membuka mata. Yang langsung ditangkap oleh pupilnya adalah pintu lift hendak tertutup lagi. Tanpa pikir panjang, Rachel langsung menerobos keluar. Dadanya bergemuruh hebat, jika meleset sedikit saja atau terlambat sedetik, tak ayal besok namanya akan majang dadakan di koran maupun stasiun televisi.
"Kamu nggak papa?" Rachel menoleh ke samping kiri dan menemukan figur laki-laki tengah menatapnya khawatir. "Harusnya kamu nggak perlu nerobos pintu lift yang mau ketutup tadi, kamu bisa kejepit,"
Rachel merasa bersalah, yang cuma dia lakukan adalah menunduk karna bibirnya susah diajak berkata.
"Karevan Pratama, panggil Karev," cowok itu menyodorkan satu botol air isotonik dari plastik putih berlogo minimarket. "Kamu minum dulu, biar paniknya hilang."
Karevan menghela napas. "Nama kamu siapa?" tanyanya saat Rachel sudah meneguk air hingga sisa setengah.
"Rachel, Kak.."
"Oke," Karevan mendekat. "Rachel, lain kali pikir-pikir dulu ya kalau mau ngelakuin sesuatu. Jangan ceroboh, ngerti?"
Rachel mengangguk. Untungnya dia bertemu Karevan. Coba saja kalau bukan, pastinya Rachel dimaki-maki bukan malah ditenangkan.
"Kamu buru-buru, 'kan? Gih, duluan. Biar aku liatin dari sini," kata Karevan belum mau pergi. Perasaan Rachel menghangat. Hari ini, dia akan mencatat di buku harian, bahwa bertemu Karevan adalah ketidaksengajaan yang menyenangkan.
🥀
Halo,
Iya aku pakai prolog sedangkan sebelumnya enggak.
Kerasa bedanya? Cover juga udah aku buatin tuh.
Gimana? Lanjut?
Komen dulu, dong😑
Baru di next besok juga.
See you babay💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel (SELESAI)
Teen Fiction[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu bahagia, itu cuma kiasan dari hubungan yang baru di mulai. Semesta tidak segampang itu memberi izin dua insan punya tuju, ada luka yang sej...