Baju putih polos yang dipadu dengan celana hitam nampak bagus di tubuh Karevan, apalagi kakinya dibalut sepatu kets warna putih. Cowok itu duduk diantara teman fakultasnya yang sedang makan, mengerjakan tugas, dan bermain ponsel. Ada sekitar lima orang. Cafe minimalis ini memang jadi tempat ia nongkrong karna letaknya yang tidak jauh dari kampus.
Karevan mengedarkan pandangannya, bermaksud memesan makanan dengan memanggil pelayan. Namun, niatnya itu urung tatkala melihat seorang perempuan yang tengah duduk di meja nomor satu. Dia Rachel. Buru-buru Karevan bangkit, meninggalkan meja dengan alasan. "Bentar, mau nemuin lentera hidup."
Pelan, Karevan mulai membawa langkahnya mendekati Rachel. Gadis itu menunduk memainkan ponsel dengan ditemani secangkir coklat panas. Tanpa permisi, Karevan langsung duduk di sampingnya.
"Eh?!" Rachel terlonjak. "Kak Karev!" Serunya dengan nada sedikit lebih rendah dari sebelumnya. "Ih, aku kira siapa tadi. Kakak di sini juga?"
"Nongkrong sama temen, biasa," jawab Karevan sekenanya. "Sendirian?" Rachel mengangguk sebagai jawaban. "Mau ditemenin?"
"Temennya?"
"Kamu dulu, baru mereka."
Dan jawaban Karevan itu seumpama daun ditetes embun, menyejukkan. Apalagi saat senyumnya merekah, menandai bahwa apa yang ia katakan adalah sebuah kejujuran. Terlalu bohong bila dikata pura-pura.
"Suka kupluk, ya?" Tanya Karevan sambil mengusap pelan rajutan berwarna coklat kayu tersebut.
Rachel mengangguk antusias, seolah topik yang akan dibahas jadi pembicaraan paling seru hari ini. "Iya, suka banget. Apa, ya? Beda aja gitu sama aksesoris lain menurut aku."
"Kamu bener," Karevan mengangguk setuju. "Kupluk ini yang ngebuat kamu nggak sama kayak yang lain. Disaat semua berlomba-lomba memperlihatkan penampilan paling mencolok, kamu tetep jadi gadis sederhana, yang ngebuat aku berani nilai kalau kamu itu apa adanya."
Bukan Rachel tidak bisa bicara. Untuk saat ini, mungkin memang ada baiknya diam. Biarlah kegelisahannya dalam bergerak jadi pengganti kata, bahwa ia sedang salah tingkah.
"Sering ke sini?" Tanya Karevan setelah memanggil pelayan buat memesan mini cake dan flavoured soda kesukaannya.
Rachel berhenti menyesap minuman demi untuk menjawab pertanyaan Karevan. "Ini baru pertama kali."
"Pasti bakal ketagihan."
"Iya, menunya enak-enak."
"Ketagihan ketemu aku terus maksudnya."
Rachel meringis ditengah-tengah pipinya yang memiaskan warna merah. Sungguh, untuk sekarang, semua pernyataan Karevan jadi jebakan yang siapapun tidak bisa menebak. Ia memang terlalu pintar untuk disebut penyair kata. "Kalau yang itu, nggak tahu hehehe."
Seorang pelayan datang, digesernya onion ring yang dipesan Karevan untuk Rachel.
"Silahkan dinikmati."
"Terimakasih, ganteng."
Rachel melotot ketika pelayan perempuan itu kebingungan akan ucapan Karevan. Buru-buru Rachel tepuk lengan cowok itu. Bermaksud memberi tahu bahwa ada kata yang salah dalam kalimatnya. "Kak, dia perempuan. Kok ganteng? Harusnya cantik dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel (SELESAI)
Teen Fiction[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu bahagia, itu cuma kiasan dari hubungan yang baru di mulai. Semesta tidak segampang itu memberi izin dua insan punya tuju, ada luka yang sej...