Kertas XXII

2.7K 196 41
                                    

"Pelan-pelan, ih!" Gerutu Angel kesal, yang malah membuat Aldi tertawa. Bukannya apa-apa, hari ini ia dijemput Angel supaya ke sekolah bersama. Ia dilarang keras naik motor, katanya. "Dih, mau UN tapi masih aja bego. Kan baru beberapa hari sembuh. Entar kalau jantung lo tiba-tiba berhenti waktu di atas motor, gimana?" Tidak hanya itu, ketika baru turun dari mobil Ayah Angel pun, ia diwanti-wanti, "Hati-hati, Aldi! Itu ada batu. Kalau lo kesungkur terus dadanya natap aspal gimana?!" Entah sejak kenapa gadis itu jadi hiperbola, tapi Aldi malah senang dan sama sekali tak mempersalahkan.

"Udah nggak papa, Ngel. Gue bisa kok. Lagian sudah sembuh. Khawatir banget sih?" Goda Aldi ketika Angel bersihkukuh mengantarkan ia ke kelas, padahal mereka tak searah. Melihat Angel masih ragu, dengan gemas Aldi berkata. "Nanti kalau sampai kelas gue telepon deh, kalau Aldinya lo ini selamat."

"Nggak lucu!" Sahutnya sewot, Aldi ketawa. "Tapi bener, ya? Yaudah, bye."

Tidak jelas memang, Aldi pun melanjutkan langkahnya.

🥀

Rachel mendesah, ini masih pagi dan sudah mimisan. Buru-buru ia mengeluarkan tissue sambil terus berjalan, karna jika ia diam maka akan semakin menarik perhatian. Tapi sial, sebuah suara mengintruksi langkah cepatnya,

"Chel!" Aldi mendekat dengan mimik khawatir yang kentara. "Kamu mimisan?!"

"Ah," Rachel kalang kabut, bahkan saking gugupnya suara yang keluar cuma berupa, "Aa..itu, aa.. anu. Eng.."

"Kenapa bisa?!" Heran Aldi dengan tangan memegang kedua bahunya.

"I-itu, anu, Kak. Tadi kesandung. Ya, kesandung."

"Masa sampai begini?"

"Ya, karna.." Rachel menggigit bibirnya, ia mati kata. Hal tersebut membuat mata Aldi memicing. "Emm, batu. Iya, ada batu. Ketatap batu tadi, Kak. Hehehe."

"Bener?" Tanya Aldi tak yakin, ia merasa Rachel tengah menyembunyikan sesuatu.

"Y-ya, benerlah," kata Rachel sedikit ngotot. Menyadari Aldi yang semakin melayangkan tatapan tak percaya, buru-buru ia bergegas pamit dengan alasan, "Tugasku ada yang belum selesai. Duluan, ya, Kak."

Padahal setahu Aldi, Rachel adalah murid paling rajin. Aneh, bukan?

🥀

Rachel menghela napas sambil menatap ponselnya. Sejak malam itu, Karevan benar-benar mendiamkannya. Tak pernah ia dapat pesan atau telepon seperti biasa. Ya Rachel sadar, pasti Karevan marah. Ia cuma bingung harus bagaimana. Apa benar pengirimnya Aldi? Tapi Rachel sama sekali tidak yakin.

"Chel?"

"Hmm?"

"Muka lo pucet banget. Gue nggak tahu pasti sih apa penyakit lo. Tapi kayaknya emang parah, ya?" Tanya Dinda yang dari tadi memperhatikan. "Eh, bukan maksud gue nyinggung lo, sumpah!"

Rachel tersenyum. "Nggak papa kok, Din. Kayak gini mah sudah biasa."

"Efek kemo sama obat, ya?" Tanya Dinda yang ternyata jauh lebih ingin tahu. "Emang selama ini gue sering aneh sih lihat lo. Putihnya itu beda. Dan ternyata bener, ya gitu. Kenapa nggak cerita-cerita?"

"Ya harus sekali masalah pribadi dipublikasikan, Din?" Tanya Rachel yang langsung membuat Dinda tidak enak.

"Ma-maksud gue nggak gitu, Chel."

"Iya tahu," Rachel tersenyum. "Kamu nggak papa duduk sama aku?"

Dinda yang langsung paham, segera menjawab. "Ya, nggak papa, lah," tentu hal tersebut membuat Rachel menghela napas. Tapi tak lama karna sahutan teman sebangkunya itu terdengar lagi. "Tapi, ya, em, kalau penyakit lo nggak menular, sih. Sorry, ya, Chel. Bukan maksud apa-apa, demi. Bener 'kan nggak bakal menular?"

Inilah yang Rachel takutkan,

Takut ia tak bisa diterima. Takut ia dijauhi. Takut ia dihina. Takut ia direndahkan. Takut ia dipandang sebelah mata. Takut ia dikasihani.

Dan sekarang Rachel harus jawab apa?

Kak Karev💖 is calling...

Terimakasih Karevan karna telah menyelamatkan Rachel dari tekanan buruk!

🥀

"Mana Rachel?" Tanya Aldi pada Angel. Ia langsung lari ke kelas gadis itu saat bel istirahat berbunyi. Bukannya apa-apa, Aldi memang benar-benar khawatir. Ia cuma ingin memastikan bahwa Rachel tidak kenapa-napa.

"Kok tanyanya Rachel, sih?"

Aldi yang dari tadi mengedarkan pandangannya ke dalam kelas, langsung menunduk menatap Angel yang jauh lebih pedek. Gadis itu tengah memberenggut ternyata. Sekali lagi, Aldi tak begitu menghiraukan karna fokusnya cuma pada Rachel yang kini keluar dengan wajah piasnya. Sempat menyapa, tersenyum, lalu sudah. Ya, melenggang pergi dengan Nea yang diikuti oleh Faisal.

"Yaudah deh, ya," kata Angel yang langsung membuat Aldi memutuskan pandangannya pada Rachel, dan kini menatap ke arah gadis yang tengah berjalan dengan bahu lesu serta kepala menunduk sedih, menjauhi ia.

"Ngel!" Kejar Aldi lalu meraih tangannya.

"Apa?"

"Maaf, nggak ada maksud buat--"

"Iya."

"Ngel, gue bener-bener--"

"Iya, ngerti kok," potongnya lagi yang membuat Aldi menghembuskan napas, sarat ketidakenakan. Tak ingin menambah pikiran cowok itu, buru-buru ia berkata dengan ceria. "Kantin, yuk! Jadi 'kan makan barengnya?"

Benar saja, wajah Aldi langsung berubah lega. "Gue traktir."

"Asikkk!"

Mereka berdua berjalan melewati lorong menuju kantin, saat itu pula banyak mata memandang. Namun rata-rata, tatapan mereka menjurus ke arah tidak suka. Kesal, diraihnya lengan Aldi kemudian diapit dengan posesif. Biar aja, mampus lo semua. Nantang banget, sih. Nggak pernah dicolok apa matanya?! Sementara Aldi cuma geleng-geleng kepala dengan sesekali terkekeh.

Sesampainya di kantin, mereka langsung disuguhi sebuah kehebohan dari salah satu meja. Terlihat beberapa siswi membuat kerumunan, bahkan karna ingin saking tahunya, beberapa dari mereka naik ke kursi panjang. Penasaran, baik Aldi serta Angel mendekat. Tapi baru beberapa langkah, gerombolan itu bubar dikarenakan salah satu siswa menggendong siswi yang tak sadarkan diri.

Demi Tuhan Aldi terkejut, apalagi Angel, tatkala laki-laki itu Rey, dan yang sedang pingsan adalah Rachel. Buru-buru Angel berlari menyamahi gerak cepat sahabat-sahabatnya. Aldi pun tak tinggal diam. Dan setelah sampai di UKS, ia harus mengumpat. Bagaimana tidak? Yang diperbolehkan masuk hanya Nea, Angel, Faisal, Rey serta Ari.

Tentu saja hal tersebut membuat Aldi kepikiran. Ia ingin tahu kondisi Rachel, cuma sebatas itu. Apalagi sekarang sudah lewat dari dua puluh menit. Yang cuma bisa Aldi lakukan adalah berpikir yang baik-baik.

Ia menghembuskan napas, lama-lama jadi tak sabar juga. Aldi tahu kalau Rachel sedang menyembunyikan sesuatu, entah apa. Dan bila dipikir-pikir, selama mengenal Rachel ia memang selalu menemui gadis itu dengan wajah pucat, dan akhir-akhir ini sering pingsan yang diikut mimisan. Aldi risau, sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu?

Karna tak bisa menemukan jawaban dengan menebak-nebak, ia pun mengeluarkan ponsel dari saku seragam. Dengan menghela napas, ia mengetik sesuatu di sana. Ada banyak artikel, dan ketika ia buka yang paling atas, tangan Aldi langsung bergetar tak tahu kenapa. Dibacanya informasi itu dengan cermat serta teliti, barulah ia memeki, "Ya Tuhan, Rachel!!!" Ketika menemukan jawaban dari segala macam bentuk pertanyaannya, sarat akan kekhawatiran yang mendalam.

🥀

Rachel (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang