Kertas II

6.5K 455 96
                                    

Rachel keluar dari kelas untuk mengganti pakaian olahraganya dengan seragam putih abu-abu. Dia berjalan sendirian menuju toilet karna Angel dan Nea memilih ke kantin terlebih dahulu.

Ya, baru satu menit yang lalu bel istirahat terdengar. Dan itu membuat seluruh siswa berhamburan dari dalam kelas. Melakoni segala aktivitas menyenangkan setelah dua jam diajak kompromi dengan mata pelajaran.

Rachel yang tadinya melirik ke arah lapangan, tiba-tiba terdorong ke depan saat ada yang menghantam tubuhnya dari belakang. Baik Rachel dan si pelaku sama-sama tersungkur ke lantai. Ternyata perempuan.

Cewek yang mengenakan sandal itu meringis sambil memegangi kakinya yang terbalut perban. "Sori ya," katanya tulus sambil sesekali melirik ke arah belakang, seperti tengah dikejar-kejar. Dan benar saja, ketika Rachel ikut menoleh, nampak seorang laki-laki tengah mendekat dengan mimik khawatir. Cewek di sampingnya itu langsung berdiri dan menjauh dengan langkah tertatih-tatih, tanpa menghiraukan pekikan yang memanggilnya. "ODY!"

Rachel menghela napas, jari-jemarinya memungut seragam yang berceceran di lantai. Kemudian, sebuah tangan terulur padanya ketika hendak berdiri. Rachel mendongak, itu Aldi.

"Makasih Kak," ucap Rachel ketika sudah berdiri dengan sempurna.

Aldi mengangguk pelan. "Kenapa kok duduk di bawah?"

"Kedorong siswi tadi," jawab Rachel sekenanya. "Tapi nggak papa, kok."

"Bener?" Katanya sambil berjongkok untuk melihat lutut Rachel, takut ada luka gores. "Iya nggak ada." Aldi kemudian berdiri lagi. "Mau ganti?" tanyanya melirik baju di pelukan Rachel. "Yaudah, habis itu temuin gue di lapangan basket ya."

"Ngapain?"

"Ada," jawabnya sambil menepuk bahu Rachel sekali. "Gue tunggu."

Rachel menghela napas sambil menatap punggung Aldi yang perlahan mulai menjauh, kemudian kakinya mulai melangkah menuju tempat ganti.

🥀

Shoot!

Ya, bola orange itu masuk ke dalam ring dan terbanting ke lapangan setelah mendapat dorongan keras dari Aldi. Pak Rendra, selaku pelatih yang suka memakai peluit warna merah itu bertepuk tangan. "Tim, mendekat!"

Lima orang laki-laki bermandi keringat itu kemudian melangkah ke arah sang komando. Berdiri menghadap Pak Rendra dengan melingkar. "Melihat kemampuan kalian bermain bertambah bagus, Bapak sudah buat keputusan." Guru olahraga khusus kelas XII itu menatap satu-satu anak didiknya. "Dua bulan lagi, kalian maju ke turnamen nasional."

Mereka semua saling tatap kemudian tersenyum senang.

"Dan ini yang terakhir," lanjutan ucapan Pak Rendra itu membuat semua senyum pelan-pelan meluntur. "Karna sudah saatnya kalian pensiun, supaya fokus belajar untuk Ujian Nasional."

Pak Rendra tersenyum. "Aldi," yang dipanggil menoleh. "Untuk kesekian kalinya, Bapak percayakan kamu yang memimpin."

Aldi tersenyum, dapat kepercayaan dari Pak Rendra itu tidak mudah. Dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi senangnya tatkala ditunjuk sebagai pengayom teman-temannya. Baru Aldi mau mengangguk, tiba-tiba sebuah suara menginstrupsi.

"Saya protes, Pak!"

Semua mata tertuju pada Dion yang sedari tadi cuma diam. Pak Rendra mengerutkan dahinya. "Ada apa, Dion?"

Rachel (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang