Kertas XXIX

2.3K 180 30
                                    

Karevan menatap bintang dari kaca jendela dengan perasaan tak menentu. Sesungguhnya ia sangat merindukan Rachel. Ia tak mau menyikapi gadis yang disayangi itu sampai seperti ini. Ia sadar bila telah keterlaluan dalam bertindak. Tapi, hatinya sama sekali belum mau memaafkan. Seolah tengah meneriakin bahwa ia berada di jalur kebenaran. Sebab bagaimanapun, hadirnya Aldi tetap tak bisa ditolerir, sedikitpun.

Di sini, Karevan tak hanya menatap pada satu perkara. Ini juga tentang Audrey, yang hatinya kembali patah karna Aldi yang lebih memilih Rachel. Jelas, ini rumit. Bila ia benar-benar melepas Rachel, maka Audrey akan semakin sakit sebab Aldi akan sepenuhnya memiliki Rachel. Dan demi apapun Karevan juga tak ingin hal tersebut terjadi. Ia masih mencintai Rachel tanpa kurang sedikitpun.

Adapun perihal Michelle. Beberapa waktu lalu, gadis itu mengungkapkan, meski dengan kalimat yang tak merujuk langsung, dan untungnya Karevan paham betul maksud gadis tersebut, bila ia suka dengan dirinya. Gadis berdarah campuran itu secara terang-terangan meminta ia agar tak kembali pada Rachel. Kadang Karevan heran, padahal Rachel sahabatnya sendiri, tapi Michelle begitu tidak suka dengan kekasihnya tersebut.

Tentu saja ini makin mempersulit Karevan untuk kembali pada Rachel. Bukan tanpa alasan ia mengakui hal tersebut, karna pasalnya, bisa dibilang mengancam, Michelle akan berhenti kemoterapi bila ia sampai benar-benar kembali pada Rachel. Terbukti dari percakapannya dengan Karevan baru-baru ini;

"Kenapa lo sekeras itu nolak gue balik sama Rachel?"

Saat itu Michelle tak menunjukkan kegugupan, bahkan ia menjawab dengan tenang. "Ya karna gue nggak mau lo tersakiti lagi. Gue ini sahabatnya Rachel sejak kecil, Kak. Gue tahu betul dia bagaimana. Sekarang gue tanya, kenapa lo juga sekeras itu mau balik?"

"Chelle, gue masih ada hak dengan Rachel. Gue masih cinta sama dia. Jadi nggak ada larangan yang signifikan buat gue yang mau balik ke dia."

"Ada! Siapa bilang nggak ada?!" Michelle memberi jeda. "Gue, Kak, gue. Gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo. Lo sendiri yang bilang bakal selalu ada buat gue, 'kan? Lo nggak mau gue sampai sedih! Selama ini lo yang selalu ngebantu gue, semangatin gue, ngingetin gue. Salah kalau gue jatuh cinta?" Michelle mengeluarkan air mata dustanya. "Kalau lo balik ke Rachel, otomatis gue kehilangan lo. Kehilangan segala motivasi untuk terus hidup. Lo tega?"

Maka dengan itu, Karevan memutuskan untuk menunda masalahnya dengan Rachel. Toh, Rachel juga tak menuntut apa-apa bukan? Dan yang sebenarnya harus meminta untuk mengulang dari awal adalah Rachel, karna kesalahan ada padanya.

Fokus Karevan untuk saat ini hanyalah Michelle, karna bagaimanapun, hanya gadis itu yang membuatnya tidak terlarut persoalan dengan Rachel. Ya, cuma Michelle yang bisa membuatnya tersenyum, merasa dimanusiakan karna didengar, dan membuat ia nyaman untuk beberapa waktu. Tak ada salahnya bila Karevan membalas kebaikan hati gadis tersebut dengan menemaninya kemoterapi, mengantar pulang ke rumah, atau jalan-jalan. Sebab penyakit yang Michelle derita ini cukup serius. Ia paham kalau gadis tersebut butuh teman, dukungan, serta motivasi untuk bertahan. Itu makanya Karevan tak ingin membuat Michelle bertindak yang tidak-tidak hanya karenanya.

Ponsel Karevan bergetar. Panjang umur, orang yang dari tadi ia pikirkan itu mengirim pesan berupa;

Michelle: Kemo-nya nggak jadi besok, senin aja.

🥀

Rachel melihat dirinya di cermin. Kupluk rajut warna hijau mati, syal hitam, celana jeans, dan baju rajut ialah cara ia berpakaian. Dibasahinya bibir yang mengering, kemudian tersenyum ke arah siluetnya dengan maksud berkata, "Kamu akan selalu cantik, Rachel. Bagaimanapun nanti keadaan memperlakukanmu."

Rachel (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang