Dua hari, adalah waktu yang Rachel gunakan untuk mengistirahatkan diri di Rumah Sakit. Sekarang ia sedang diperiksa oleh Dokter Ryan, dengan sebelumnya menyuruh siapapun yang ada di ruangan khusus itu untuk keluar. Karna, "Ada yang mau Kakak obrolin sama kamu."
"Apa?" Tanya Rachel serak.
Ryan menghembuskan napas seraya menarik kursi untuk di duduki. "Stadium kamu naik, Sayang." Rachel memejamkan mata, mencoba biasa saja dengan kabar paling buruk itu. "Sekarang nggak akan cuma pingsan dan mimisan. Tapi... rambut kamu bakal ikut rontok."
Nggak papa Rachel, nggak papa, pikirnya kuat. Ia tak menangis, tak pula menyalahi Tuhan. Pendiriannya tetap kokoh. Ini sudah takdir. Mau digariskan kemana, seperti apa dan bagaimana. Rachel akan merangkulnya dengan lapang dada.
"Kamu bisa," imbuh Ryan seraya mengecup kening Rachel lama. Kemudian beralih ke pipinya sebanyak mungkin. "Kakak akan selalu ada buat kamu."
Rachel tersenyum, cuma tersenyum.
Saat Ryan keluar, masuklah Aldi. Ada mawar putih di tangannya. Rambut cowok itu juga masih basah, kelihatan sekali kalau belum disisir. Mungkin karna terburu-buru ke sini.
"Apa kabar, Cantik?"
Rachel terkekeh. "Baik."
"Enak banget, ya, absen dua hari," candanya.
Tapi Rachel menanggapi lain, "Siapa bilang? Jadi orang penyakitan nggak enak. Rachel malah lebih suka capek karna sekolah, bukan kemo."
Aldi menghela napas. "Maaf," katanya sambil mengusap-usap rambut Rachel yang ketika ia lepas, beberapa helai rambut ikut dalam telapaknya. Buru-buru Aldi menyembunyikan tangan, tak mau Rachel semakin terluka akan kondisi sendiri. "Chel, mau sampai kapan? Karev sudah harus tahu."
"Jangan!" Sambar Rachel cepat seraya memegang tangan Aldi di sampingnya. "Please... jangan, Kak."
"Why?"
"Keadaannya belum memungkinkan."
"Lalu sampai kapan yang memungkinkan itu?"
Rachel menggeleng. Tatapannya kosong. "Kita sedang break."
Aldi menahan napas, hatinya mencelos saat kenyataan itu terkuak. Bagaimana mungkin Karevan yang berhasil merebut hati Rachel bisa semudah itu hendak melepaskan? Sedangkan ia sendiri mati-matian menggapai perempuan paling kuat tersebut.
"Aku takut, Kak. Aku takut Kak Karev ninggalin aku."
"Lihat aku, simak ini baik-baik. Kamu sama Karev cuma break bukan putus, ya walau break nggak bisa diartikan dalam keadaan baik-baik aja. Mungkin tujuan Karevan ngelakuin ini supaya kamu dan dia bisa intopreksi diri masing-masing dulu. Nggak usah takut hubungan kalian bakal retak, pecah, atau hancur. Kalau dasarnya cinta kalian memang bener-bener kuat, sesulit apapun badainya, semua akan mudah terlewati."
"Tapi gimana kalau Kak Karev nggak mau balik ke aku lagi?" Rachel menatap Aldi nanar. "Aku nggak bisa, aku nggak siap, aku nggak mau."
Secinta itu ya, Chel? Yah, aku beneran nggak punya celah buat masuk ke hati kamu, ya? Nggak papa. Apapun itu, aku bakalan tetep di samping kamu.
"Semua tergantung seyakin apa kamu sama Karevan. Kalau kamu ngeraguin dia, jangan harap semua bakalan sesuai sama apa yang kamu mau. Optimis, Chel. Lo tahu Karevan seperti apa 'kan? Mungkin dia perlu waktu buat merenung."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel (SELESAI)
Dla nastolatków[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu bahagia, itu cuma kiasan dari hubungan yang baru di mulai. Semesta tidak segampang itu memberi izin dua insan punya tuju, ada luka yang sej...