Setelah melahap roti selai coklat, Karevan beranjak ke teras depan, menghampiri adiknya yang sudah menunggu untuk diantar ke sekolah.
"Ayo," kata Karevan sambil meraih bahu Audrey untuk dibantu berdiri dengan sempurna, mengingat kakinya yang belum pulih total.
Mereka memasuki mobil. Setelah keluar dari pagar, Karevan menyalakan klakson sebagai tanda pamit pada Pak Darso, yang merupakan satpam rumah.
"Kak, Mama Papa kapan pulang dari Kalimantan?" Tanya Audrey sambil mengetik sesuatu di ponselnya. "Udah seminggu nih, gue kangen banget sama mereka."
"Tadi malem sih Papa telfon Kakak, kalau nggak besok ya lusa," jawab Karevan seadanya. "Kamu lagi ngapain? Kok serius banget?"
"Ah," Audrey mendadak terkejut. Buru-buru ponselnya ia matikan. Takut Karevan tahu. "Enggak kok."
"Dia lagi?" Tanya Karevan tepat sasaran. "Kakak tahu itu sulit. Apalagi kamu ada di sekitar dia sekarang."
Setelah Audrey menghembuskan napas, tidak ada lagi pembicaraan. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pikiran. Barulah ketika mobil Karevan berhenti di samping gerbang, Audrey berpamitan.
Karevan pun hendak melanjutkan perjalanan, tapi urung ketika melihat kotak bekal Audrey yang dibuatkan Bi Inem tertinggal. Karevan buru-buru turun, niatnya ingin menyusul Audrey. Sayang, punggung adiknya tersebut sudah tidak terlihat. Ia kemudian memutuskan untuk kembali. Dan detik itu juga, Karevan melihat perempuan yang habis turun dari mobil. Dia..."Rachel!"
Yang dipanggil pun menoleh, langsung bergegas menghampiri Karevan diradius tujuh meter dengan senyum mengembang.
"Hei..." sapa Karevan langsung mengusap kepala perempuan yang memakai kupluk hitam itu. "Kamu sekolah disini?"
"Iya," kata Rachel mengangguk antusias. "Kakak di SMA sini juga?"
Karevan mengangguk. "Lebih tepatnya alumni angkatan tahun lalu. Kamu pasti kelas sepuluh, ya?"
"Iya. Berarti Kakak udah kuliah? Yah.."
Karevan terkekeh. "Kenapa? Mau dijadiin pacar?"
Rachel melongo, terkejut mendengar pernyataan Karevan.
"Jangan, kebalik, biar Kakak aja yang jadiin kamu pacar."
Padahal masih pagi, Rachel sudah merasa gerah. Benar ternyata, ucapan bisa sedahsyat itu efeknya jika bersinggungan dengan perasaan.
"Ya-yaudah, aku ma-masuk ya, Kak," pamit Rachel terbata-bata karna salah tingkah.
Setelah mendapati anggukan dari Karevan, buru-buru Rachel masuk ke dalam gerbang. Tapi dilangkah keempatnya harus terhenti saat Karevan memanggil. Dengan terpaksa Rachel menoleh. Di tempatnya, Karevan tersenyum. "Yang tadi, itu serius loh, Chel."
Dan Rachel menyesal berbalik badan. Dengan cepat ia berlari, menulikan telinga dari tawaan Karevan yang menggema.
🥀
"Al, lo dipanggil Pak Rendra," kata Mamat si ketua kelas yang barusaja datang. "Sekarang, di ruang guru."
Aldi mengangguk kemudian bergerak ke tempat yang dituju. Entah apa yang mau Pak Rendra katakan sepagi ini, Aldi yakin pasti topiknya tidak jauh dari turnamen yang akan digelar beberapa bulan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel (SELESAI)
Teen Fiction[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu bahagia, itu cuma kiasan dari hubungan yang baru di mulai. Semesta tidak segampang itu memberi izin dua insan punya tuju, ada luka yang sej...