"Kamu yakin mau masuk hari ini?"
Rachel mengangguk dengan tangan merapikan kupluk. Ferdian, papanya, cuma bisa menghela napas dan sesekali mencium puncak kepala anak satu-satunya tersebut. Sementara Nindi mulai merapikan kotak bekal, air minum, serta beberapa tablet obat yang akan dibawakan pada Rachel.
"Nanti Papa jemput aku, 'kan?"
Ferdian terdiam, akhir-akhir ini ia memang sudah sangat jarang menjemput Rachel. Itu karna kantor terus mengirim ia ke daerah-daerah. Bukan ia gila karir hingga tak punya waktu luang untuk keluarga. Tapi biaya pengobatan Rachel tidak bisa dikatakan sedikit.
"Pa.. please,"
"Iya, nanti Papa usahain, ya, Nak." Ferdian memberi senyum paling hangatnya. "Semoga rapat dengan klien bisa diundur."
Rachel cemberut, tapi tak bisa memaksa.
🥀
"Astaga, keras kepala banget, sih, lo?!" Seru Angel yang datang bersama Aldi. "Gue bilangin jangan masuk dulu, juga."
"Ngel, aku udah nggak papa."
"Nggak papa apanya? Tuh, wajah lo masih pucet banget! Pasti pusing, 'kan? Suka banget sih maksa kesehatan?"
"Udah, Ngel." Lerai Aldi. Ditatapnya Rachel kemudian. "Nanti kalau bener-bener nggak kuat langsung bilang, ya?"
Rachel mengangguk.
"Pokoknya kalau ada apa-apa harus bilang ke aku. Telepon atau sms. Nanti aku langsung ke sini."
"Iya, Kak."
"Manjain aja terus!"
Aldi menghela napas, menatap Angel yang kini duduk di bangkunya dengan jengkel.
"Udah biarin dulu," kata Aldi sedikit berbisik ketika melihat ekspresi Rachel yang tidak enak. "Nanti aku yang bujukin. Aku pamit ke kelas, ya," katanya sambil mengacak-acak rambut Rachel penuh kasih.
Setelah Rachel mengangguk, Aldi langsung keluar kelas. Hal tersebut tentu saja membuat Angel ingin menangis. Sebab cowok itu tak melakukan hal yang sama padanya. Bahkan melirik saja tidak.
Sementara Aldi, di luar kelas ketika hendak berbelok ke kanan menuju koridor arah kelas. Ia ditarik seseorang dari samping kiri, hingga membuatnya mau tak mau menoleh ke belakang.
"Audrey?!"
Gadis itu membawanya menjauh dari kelas Rachel dengan wajah kesal setengah mati. Setelah berada di tempat yang lumayan sepi, barulah gadis itu mengeluarkan segala macam bentuk emosi pada Aldi. "Kamu apa-apaan, sih, Di?!"
"Apa-apaan gimana maksud lo?" Tanyanya sambil melepas tangan Audrey yang masih mencekal lengan.
Audrey bertambah marah. "Kamu jahat! Kamu sadar nggak sih dengan segala tingkah laku kamu ke Rachel itu ngelukain hati aku?! Aku nggak suka, Di, kamu dekat-dekat dia. Aku nggak suka!!!"
"Udahlah, Drey, stop. Lo nggak capek apa kayak gini terus? Gue bilang, udah, yaudah. Kita nggak akan pernah bisa sama-sama lagi. Lo paham, 'kan, gue ngomong apa? Tolong, gue minta tolong sebesar-besarnya, berhenti." Setelah berkata seperti itu, Aldi langsung pergi. Baru beberapa langkah. Ia kembali lagi. Menatap dengan dingin wajah Audrey yang kini sudah berlinang air mata. "Gue tahu apa yang lo lakuin ke Rachel. Dia nggak salah, tolong jangan libatkan dia diantara kita. Kalau lo masih berkeras, jangan salahin gue kalau perasaan benci terus tumbuh buat lo. Inget baik-baik!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel (SELESAI)
Novela Juvenil[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu bahagia, itu cuma kiasan dari hubungan yang baru di mulai. Semesta tidak segampang itu memberi izin dua insan punya tuju, ada luka yang sej...