Geheimnis

3.3K 302 14
                                    

"Dasar nyebelin gak peka, dibujuk aturan malah mau ditinggal!" samar-samar aku mendengar gerutunya walau tak begitu jelas, aku membalikan badan melihatnya yang melipatkan kedua tangannya di depan dada.

Aku menghampirinya menarik lembut pinggang Prilly dalam rangkulanku, dia tak menolak justru menekuk wajahnya dengan memanyunkan bibirnya yang membuatku semakin gemas untuk menarik bahkan melumat bibir itu.

"Yah kamu yang gak mau maafin aku, jadi aku kira kamu butuh waktu untuk itu." ucapku mengelus lembut lembut pucuk kepalanya.

"Aku memang masih marah sama kamu, kesel banget kenapa harus jatuh cinta sama cowo ngeselin dan tengil..." Prilly memberhentikan ucapanya saat aku rasa dia sudah keceplosan karena meluapkan emosinya, sedangkan aku tersenyum penuh kemenangan mengodanya. Lihatlah gadisku ini sungguh mengemaskan dengan semburan merah muda di wajahnya.

"Tadi bilang apa sih aku gak denger?" aku lagi-lagi mengodanya karena tingkahnya yang  mengemaskan.

"Aaa Ali...." rajuknya dengan sangat manja, aku hanya bisa terkekeh geli  mengingat kejadian tadi dan ternyata tak begitu susah untuk membujuk Prilly atas kesalahpahamannya.

Etss, jangan salah paham yah, aku sudah menjelaskan semuanya dengan Prilly tentang baju, bahkan sampai rencana yang aku perbuat dengan Devan saat di club malam beberapa bulan yang lalu. Aku bahkan hampir saja lupa tentang rencana itu karena aku sekarang benar-benar mencintanya. Yah, Prilly Carmelia.

Hubunganku dengan Prilly bahkan sudah membaik, dan sebelumnya juga tak ada kata putus hanya sebuah pertengkaran yang saling mendiamkan satu sama lain. Mengintopeksi diri apakah sudah jujur dengan pasangan selama ini, dan butuh waktu seminggu aku kembali menjelaskan semuanya dengan Prilly karena kebohonganku selama ini.

Aku kembali menyandarkan tubuhku pada dinding balkon, tadi aku berpikir untuk mengajaknya untuk jalan-jalan besok pagi, tapi sayangnya dia tak bisa karena Prilly harus melaksanakan praktek bedah mayat sebelum ia mengikuti koas. Mungkin nanti saat liburan  aku akan mengajaknya ke suatu tempat romantis yang ada di Jerman. Atau kalian ada recommend untukku menjelajahin negara Gerbang Bradenburg ini?

*******

Aku berjalan seperti biasa di koridor kampus, memutar bola mataku jengah karena tatapan buas wanita-wanita yang seakan ingin menerkamku hidup-hidup. Aku tak memikirkan tatapan membunuh mereka yang seperti menelajanginku, menyusurin jalan hingga aku sampai di kelas musik.

Aku memulai kelas musik dengan sangat serius, mempelajarin teknik-tenik bernyanyi, pola pernapasan hingga melodi agar terdengar indah. Kelas musik tak butuh waktu lama untuk teori, kebanyakan tugasnya hanya prakter bernyanyi dan juga bermain alat musik.

Hingga waktu selesai kelas aku memutuskan untuk ke kantin, melirik jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukan pukul satu siang, pasti Prilly baru saja memasukin kelasnya sekarang,  karena yang aku tau dia hari ini ada jam kelas siang. Jadi aku memutuskan untuk ke kantin seorang diri saja.

Aku menghampiri kursi tepat dimana Devan duduk karena kantin ini begitu ramai saat siang ini, sambil membawa makan siangku yaitu lagsana.

"Bro gue gabung yah," ucapku basa-basi terhadapanya, dia hanya mengangukan kepalanya menyuruk pasta ke mulutnya.

"Gimana udah baikan dengan Prilly?" tanyanya setelah menyudahin acara makan.

"Udah kemarin gue udah jelasin semuanya."

"Dan kenapa lo menghilang, selama semingu itu apa lo juga udah jelasin?" aku mengelengkan kepala lemah, bahhkan aku sendiri tak berpikiran untuk menceritakan dengan Prilly.

"Lo harus kasih tau dia bro, bagaimana juga kebahagian dia sekarang ada di tangan lo."

"Tapi gue gak mau buat dia kepikiran karena gue, apalagi yang gue tau minggu-minggu ini dia akan menghadapi koas. Gue gak mau kosentrasinya jadi keganggu."

"Tapi satu yang harus lo tau, akan lebih menyakitkan ketika dia tau tau dari ucapan orang. Memahamilah, gue pergi dulu yah kelas gue bakal dimual bentar lagi. Viel Glück!" ucapnya menepuk bahuku dan berlalu begitu saja.

Aku menghelakan napas panjang bagaimana ini, apakah Prilly akan menerima kondisiku seperti sekarang ini atau malah menjauh. Entahlah untuk sekarang ini aku memilih untuk tak memberitahunya terlebih dahulu, merahasiakannya mungkin jauh lebih baik.

*******

Aku memetik gitar mengiringin melodi yang aku buat, memainkanya tanpa arah entah mau bernyanyi seperti apa. Aku berada di halaman belakang kampus sore ini, yah aku masih berada di sini, menulis sebuah syair lagu untuk tugas, karena menurutku menulis di tempat terbuka seperti ini juga akan membuka wawasanku semakin luas.

Tapi sedari tadi aku tak juga menemukan sebuah nada yang masuk dengan lirik yang aku buat. Sepertinya ada yang mengangu pikiranku hingga tak juga menemukan harmonis untuk melengkapi lagu ciptaanku.

"Haii lama yah nunggu aku," suara yang aku kenal dari belakang punggungku membuatku menoleh ke arahnya.

"Haii lama yah nunggu aku," suara yang aku kenal dari belakang punggungku membuatku menoleh ke arahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Enggak kok ini aku sambil buat lagu." ucapku menujukan tulisanku yang aku rangkai menjadi sebuah lirik.

"Coba nyanyi aku mau dengar."

"Belom selesai Prill, besok aja yah aku tunjukin ke kamu."

yaudah deh, tapi janji yah?"

"Iya aku janji kok."

Tiba-tiba suatu cairan kental berwarna merah pekat itu keluar dari rongga hidungku, membuatku terlojak kaget dan segera membersihkanya dengan tanganku. Agar Prilly tak panik melihat kondisiku,  tapi sayang Prilly dsngan sangat peka melihatku memnghapus cairan merah tersebut.

"Eh kamu kenapa," tanyanya panik melihat cairan itu memenuhi telapak tanganku.

"Aku gapapa kok, mungkin hanya kecapean saja." ucapku berusaha terlihat baik-baik saja di depannya.

"Yasudah sekarang pulang yah, cuaca juga lagi sangat dingin kenapa kamu bandel sih, pergi kuliah hanya mengunakan kemeja polos saja," aku hanya menangapin ucapanya dengan senyuman yang dia juga tak berhenti bebicara. Aku hanya bisa diam membiarkannya mengomel tentang kondisiku yang  mimisan, yah hanya, entahlah ke depannya aku tak tau apa yang terjadi dengan kondisi tubuhku.

#########

Yeay chapter ini kelar, hihi nih dari awal aku cuman pake sudut pandang orang pertama saja, tidak ada sudut pandang orang kedua apalagi orang ketiga. Terima kasih atas segala dukungan kalian kepadaku.

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom vote dan comment yah teman-teman.

Sal❤

Liebe Dich in Deutsch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang