"Hai," ucap Prilly menyapa dan duduk pada kursi di samping temannya.
"Tumben lama, kemana saja?" tanya Lala yang sepertinya sudah menunggu lama Prilly.
"Tadi ada kuis mendadak, jadi di ulur sebentar deh." Lala mengangguk mendengar penjelasan dari Prilly.
"Oh iya, Lo jadi minta cuti pulang ke Indonesia?" tanya Lala menghadapkan wajahnya yang tiba-tiba berubah serius.
"Jadi, gue sudah minta izin dengan Frau Jennyta, tapi hanya dua minggu, dan gue juga udah ngurus semua persyaratan cuti dari kampus."
"Izin dengan Ali?" pertanyaan Lala membuat Prilly diam sejenak, tak lama kemudian Prilly mengelengkan kepalanya.
"Kenapa belum izin, okelah Ali hanya pacar lo, tapikan seenggaknya lo bilang sama dia." sebenarnya Lala sudah mengetahui apa yang terjadi antara hubungan Prilly dan Ali, hanya saja Lala ingin sahabatnya sendirilah yang menceritakan akan hal itu.
"Komunikasi gue sama dia akhir-akhir ini udah jarang La, padahal kita gak lagi ada masalah apapun," lirih Prilly mencurahkan isi hatinya kepada Lala.
"Mungkin Ali lagi sibuk Prill, mengingat dia adalah mahasiswa semester akhir. Pasti sangat sibuk dengan persiapan skripsinya."
"Apa Ali kembali pada dunianya seperti dulu La, atau ia sudah bosan dengan gue." Prilly mendengus nyerah, rasanya komunikasi saja sangatlah jarang, bahkan sehari mungkin hanya mengabarkan kabar saja.
"Gak boleh gitu Prill, sore ini kalian katanya akan menonton. Coba bicarakan baik-baik," ucap Lala menasehati Prilly. Lala mengetahui jika Prilly akan jalan dengan Ali saat bercerita tadi malam.
"Yah, gue janjian akan bertemu di parkiran nanti." Prilly tersenyum mengingat ia akan berjalan bersama Ali lagi mengingat masa-masa pendekatannya.
Ting!!!
Suara ponsel Prilly membuatnya segera membuka pesan yang tertera.
Ali
Maaf sayang, hari ini aku ada acara. Lain kali saja menontonnya.
Singkat, padat dan jelas! Lengkungan bibir di wajah Prilly mulai memudar, mengapa secara tiba-tiba dia membatalkannya.
Kenapa gak jadi? Kamu ada acara apa?
Prilly mengirim pesan dengan tak bersemangat seperti tadi, apa iya Ali beneran ada acara penting, hingga membatalkan kencannya.
"Kenapa, Ali udah sampai parkiran bukan?" tanya Lala yang melihat perubahan aneh di wajah Prilly.
Prilly hanya mengelengkan kepala pelan, lidahnya bahkan sulit untuk berbicara.
"Ali gak datang." Suara Prilly bergetar menandakan ia akan menangis.
"Sebenarnya ada apa Prill?" tanya Lala mengusap bahu Prilly yang memberikan ketenagan.
"Gue juga gak ngerti La, terakhir dia cuman ngabarin kalo bakalan sibuk."
"Gue paham hal itu, coba cari tau dulu yah Prill. Jangan pernah mengambil keputusan tanpa dasar yang pasti."
"Makasih yah La, lo sahabat terbaik gue." Prilly memeluk sahabatnya erat, hanya Lala lah kini tempat Prilly mencurahkan kisahnya selain dengan Mamanya.
******
Udah selesai acaranya?
Prilly mengetik sebuah pesan dan mengirimnya kepada Ali. Ia mengetuk-ngetuk ponselnya menunggu kabar balasannya.
Satu menit...
Dua menit...
Tiga menit...
Empat menit...
Bahkan sampai lima menit pun tak ada balasan dari Ali. Prilly menghembuskan napas kasar, sesulit inikah berbicara kepada Ali.
Sudah, maaf yah baru ngabari kamu. Aku ketiduran tadi.
Prilly membaca pesan yang akhirnya dibalas oleh Ali, rasa senang kini menyelimuti dirinya.
Aku kangen kamu 😭
Aku juga kangen😘 besok kamu ada kelas?
Gak ada, mau ketemu?
Iya, di kafe dekat kampus saja yah.
Tapi aku gak bisa jemput, ketemuan di sana kamu mau gak?Mau, tapi jangan janji saja.
Iya sayang, kamu tidur yah udah malam sekarang.
Aku masih kangen kamu, vidio call yah?
Besokkan kita ketemu, sekarang kamu tidur yah. Good night 😘
Yah..., padahal masih kangen kamu. Good night too 😘
Ali tak lagi membalas pesan dari Prilly, tapi Prilly sama sekali tak mempermasalahkan itu karena besok ia akan bertemu kembali dengan Ali.
Sedangkan dibelahan bumi lainnya, dengan jarak yang tak terpaut jauh. Pria yang sedari tadi membalas pesan Prilly kini baru saja melepaskan sebuah alat kesehatan.
"Gimana Dok, hasilnya?" tanya Ali saat berhadapan dengan seorang Dokter, dengan harap-harap cemas.
"Seperti dugaan saya sebelumnya, hasilnya sebagai ini." Dokter itu memberikan selembar kertas yang sudah ia baca, lalu memberikannya pada Ali untuk melihat hasil cek up nya.
Ali menatap nanar selembar kertas itu, membacanya perlahan dan hasil yang positif.
"Apa yang harus saya lakukan Dok?" tanya Ali setelah membaca kertas dari dokter.
"Penijauan lebih lanjut, nanti akan saya berikan resep obatnya. Kembali lagi ke sini setelah satu minggu." Dokter Rendi memberikan resep obat yang akan Ali tebus nantinya.
"Baik terima kasih dok." Ali menjabat tangan Dokter itu dan meninggalkan rumah sakit.
Berjalan lunglai menuju tempat parkiran dengan pikiran yang seakan membebani. Ia menyalahkan mobilnya membelah jalan ibu kota yang sudah sepi. Ingatannya kembali pada beberapa bulan lalu saat kejadian mimisannya, Ali tak langsung ke rumah sakit lantaran ia merasa hanya sebuah kelelahan sesaat.
Namun setelah beberapa hari tubuhnya semakin melemas, Ali tidak memberitahu Prilly lantara ia tak ingin kekasihnya itu menjadia khawatir dengan keadanya. Mengingat minggu depan Prilly akan melaksanakan koas pertamanya itu pasti memerlukan konsentrasi yang matang, Ali tak ingin Prilly tak fokus dalam koasnya nanti, walau sebenernya Prilly lebih khawatir lagi saat Ali tak memberikan kabar.
Pada akhirnya beberapa hari lalu Ali sering mengalami morning sickness, dan tepat hari ini Ali memeriksa kondisi badannya karena perintah dari Mommy Steffy yang menyuruh Ali untuk meninjau kondisi kesehatannya.
#########
Nih next nih, hihihi. Maaf yah cerita The Logic of Love aku unpublis karena ada kesalahan teknis.
Anyway, penghuni cerita ini sudah pada kabur yah. Semoga enggak yah.
Insya Allah aku akan rajin update cerita ini.Terima kasih, happy reading 😘
Sal❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Dich in Deutsch (END)
FanfictionMenceritakan seorang gadis yang tinggal di negara München, Jerman. Seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa di Jerman. Ia mendapatkan Brect Gymnasium, yaitu sebuah kampus terkenal di München. Gadis itu pun bukan hanya kuliah disana bahkan dia be...