Ali membasuh wajahnya dengan air hangat, digenggamnya kini ada sebuah botol bening yang berisi obat-obatan. Ia menatap botol kecil itu tanpa minat, kenapa harus seperti ini? Tubuhnya memang terlihat sehat seperti pada umumnya, tapi organnya kini tak bisa berfungsi dengan sempurna. Ali mengambil beberapa butir obat, meminumnya bersama dengan air yang larut pada tenggorokannya. Ia kembali membasuh mulut, mengenakan kaus putih polos lalu mengetik pesan singkat kepada Prilly sebelum Ali pergi
Aku jemput ke rumah yah, kamu tunggu. Jangan pergi dulan.
Setelah mengetik pesan singkat itu Ali menaruh ponselnya pada saku, keluar dari kamarnya menuruni setiap anak tangga.
"Lho Ali mau kemana Nak?" tanya Mommy Steffy melihat putranya tampak rapi dengan balutan kaus yang melekat pada tubuhnya.
"Ali mau ngajak Prilly jalan Mom, akhir-akhir ini Ali jarang ketemu Prilly."
"Yasudah, tapi kamu jangan bawa mobil sendiri. Minta antar sama supir yah." Ali mengangguk patuh, Mommy Steffy pasti tak mau anaknya kelelahan, jadi Ali menurut apa yang Mommy Ali sampaikan.
"Aku pergi yah Mom." Ali mencium kening Mommy Steffy, Ibu yang sudah melahirkannya dan membesarkannya seperti sekarang ini. Ali beranjak dari rumahnya menuju rumah Prilly.
********
"Guten morgen, Allena," sapa Ali saat melihat Allena sedang bermain di halaman depan rumahnya.
"Morgen, Onkel." Allena dengan semangat memeluk Ali dan meminta gendong.
"Kak Prilly ada sayang?" tanya Ali saat Allena sudah berada pada gendongannya.
"Ada, bentar lagi juga keluar. Onkel, mau kemana sama Kak Prilly?" tanya Allena ini yang selalu ingin tau.
"Mau jalan-jalan."
"Aku ikut yah," ucap Allena bersemangat, Allena memang suka sekali jalan-jalan dan Allena adalah type orang yang tidak betah berada di rumah.
"Yah, Onkel hanya ingin pergi berdua saja dengan Kak Prilly." Ucapan Ali itu membuat Allena melemaskan tubuhnya.
"Kok aku gak diajak?"
"Lain kali yah cantik, Onkel Ali ingin bersama Kak Prilly saja. Nanti pulangnya Onkel beliin ice cream gimana, Allena mau?" Ali memberikan penawaran yang tentu sangat mengiurkan kepada anak-anak seperti Allena ini.
"Mau Onkel." Allena mengangguk lucu, membuat Ali serasa gemas ingin mencubit pipi gembal Allena.
"Eh kamu nunggu lama yah, maaf." Prilly tiba-tiba saja datang dengan pakaian casual.
"Gak kok, ini juga aku baru dateng," ucap Ali sembari menurunkan Allena dari gendonganya.
"Yaudah yuk berangkat, Allena Kak Prilly tinggal dulu yah." Prilly sebelumnya sudah meminta izin kepada Frau Jennyta untuk pergi, kebetulan juga Frau Jennyta sedang berada di rumah dan tidak berangkat kerja.
Ali membukaan pintu belakang mobilnya untuk Prilly, tapi Prilly justru hanya diam mematung melihat seorang dalam mobil Ali.
"Kenapa?" tanya Ali saat Prilly tak kunjung memasuki mobilnya.
"Kamu enggak nyetir sendiri, kok pakai supir?" Prilly malah balik nanya melihat seorang di depan kursi pengemudi.
"Aku lagi enggak enak badan Prill, jadi yah pakai supir." Ali tersenyum, ia sudah menyiapkan alasan untuk Prilly jika dia menanyakan tentang supir itu.
"Kamu sakit, enggak usah jalan yah? Kasian kamunya," ucap Prilly panik meletakan punggung tanganya pada dahi Ali.
"Aku gapapa sayang, masuk yuk, aku kangen kamu." Ali memindahkan telapak tangan Prilly ke pipinya.
Prilly menurut memasuki mobil itu, tak ada pembicaraan sedari tadi. Prilly hanya diam tak bersuara, pikirannya terbagi dengan rencananya yang akan perpulang ke Indonesia. Bagaimana memberitahu Ali pasti dia akan sangat marah.
Keduanya jelas sedang memikirkan bebannya masing-masing, terlebih ada orang lain dalam mobil ini yang membuat keduanya memilih untuk diam. Hingga akhirnya mobil mereka sampai pada sebuah danau yang berada pada pinggir kota.
"Lho kok ke danau, bukannya kita mau ke kafe?" tanya Prilly saat memasuki parkiran danau.
"Aku mau ke tempat yang terbuka, melihat pemandangan yang menyegarkan mata."Ali lagi-lagi memperlihatkan senyumnya, seperti tak ada beban yang dia pikul saat ini. Dan bukan tanpa maksud juga Ali mengajak Prilly ke danau, tentu untuk menghilangkan sedikit masalahnya.
Ali dan Prilly tiba pada sebuah danau yang di kelilingi tanaman hijau, danau yang tak terlalu besar ini memiliki perairan yang bening tak berkerut seperti di Jakarta. Ada beberapa kursi yang sudah di siapkan untuk pengunjung yang ingin sekedar melepaskan lelah, ditambah dengan suasan sunyi membuat siapapun akan merasa tenang bila berlama- lama di tempat ini.
Ali menarik bahu Prilly, menyandarkan kepala Prilly pada dada bidang Ali. Prilly menghirup dalam-dalam aroma maskulin pada tubuh Ali, yang membuatnya terasa nyaman saat ada didekapan.
"Aku suka mendengar suara detak jantungmu saat seperti ini, debaranya selalu membuatku lagi-lagi ingin mendengarnya," ucap Prilly membuat pola melingkar pada dada Ali.
"Semoga kamu bisa terus mendengarkan detak jantungnya yah." Prilly menegakkan tubuhnya, menatap Ali dengan pernyataan ambigunya.
"Maksud kamu apa?" Prilly bertanya pada kekasihnya ini, membuat suasana hatinya menjadi tak tenang. Prilly menduga ada hal yang Ali sembunyikan darinya.
"Yah aku hanya-- tak apa, aku bahagia melihat kamu senang karena aku."Ali mengelus pucuk rambut Prilly dengan sayang, mengalihkan pertanyaan Prilly yang membuatnya tak berkutik.
"Hmm..., Li." Prilly ingin berbicara tentang keberangkatanya ke Indonesia, tapi rasanya sulit sekali mengatakan hal itu kepada Ali.
"Lusa aku akan ke Indonesia." Prilly melanjutkan ucapanya yang sebelumnya berhenti.
"Kok kamu baru ngabari aku sekarang?" tanya Ali berusaha tenang, bagaimanapun juga di sini bukan hanya Prilly yang tak jujur, tapi Ali juga melakukan hal semacamnya.
"Kan kita jarang ketemu, dan baru ada waktu sekarang." Prilly menghembuskan napas pelan, Ali tidak marah dan ini jauh sekali dari perkiraannya.
"Berapa lama kamu akan di sana?"
"Hanya dua minggu, tidak lama."
"Baiklah, aku mengizinkanmu. Nanti aku antar ke bandara yah." Prilly tersenyum memeluk tubuh Ali, ia sedikit bisa bernapas lega untuk pulang ke Indonesia karena sudah bercerita terlebih dahulu dengan Ali.
Sedangkan Ali sebenarnya tak rela jika gadisnya kini berjauhan dengan waktu yang lumayan lama. Tapi Ali cepat mengingat bahwa minggu depan ia akan kembali lagi bertemu dengan dokter menyelesaikan penyakitnya. Tentu saja ini adalah kesempatan untuk Ali, selagi jarak yang cukup jauh Prilly juga pasti tak akan curiga akan hal tersebut.
"Aku cinta kamu, Li." Suara Prilly menyapu telinga Ali, membuat desiran darah dalam tubuhnya.
"Aku juga cinta kamu, Prill." Ali kembali meletakan kepala Prilly dalam dekapanya, memeluk gadis yang sangat dia cintai.
"Tetaplah seperti ini, dada ini akan selalu menjadi sandaran ternyaman, mendengarkan semua degub jantung yang berdetak seirama." Prilly kembali menempelkan telinganya, tepat pada posisi dimana jantung Ali berdetak.
#######
Haiiii, melihat part sebelumnya banyak yang gak sabar dengan kelanjutanya, dan hari ini aku ada waktu cukup luang jadi aku manfaatkan untuk menulis.
Kurang baik apa coba Sal ini, jangan pelit vomment yah. Walau aku buka type penulis yang gila vomment, tapi tetap pengaruh kalian sangat kuat untuk mengembalikan mood nulisku.
Terima kasih semuanya 😘
Sal❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Dich in Deutsch (END)
FanfictionMenceritakan seorang gadis yang tinggal di negara München, Jerman. Seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa di Jerman. Ia mendapatkan Brect Gymnasium, yaitu sebuah kampus terkenal di München. Gadis itu pun bukan hanya kuliah disana bahkan dia be...