Died

2.8K 276 10
                                    

"Ngapain kamu masih di sini!" Prilly terlonjak kaget saat membuka ruang rawat Ali, tapi tak lama ia tersenyum karena kekasihnya sudah dipindahkan ke ruang rawat.

Yah Ali sudah sadar, kata dokter Ali seharian tidak minum obat, dan satu hal lagi kenapa Ali tak sadarkan diri karena kemarin seharusnya Ali melakukan cuci darah tapi dia menolaknya.

"Aku mau ngerawat kamu, Li." Prilly membawa nampan yang berisikan makan siang Ali.

"Gak perlu aku bisa sendiri!!" Prilly mematung dengan tangan yang gemetar membawa nampan di tanganya. Sorot mata Ali berubah dingin, walau ucapannya terdengar lirih Prilly bisa merasakan perbedaan pada Ali.

"Makan yuk, kamu pasti lapar," ujar Prilly membawa mangkuk makanan Ali.

"Aku gak lapar Prill, kamu ada kelaskan hari ini. Pergi tinggalkan aku!"

Susah payah Ali berusaha kasar dengan Prilly, tapi gadis itu masih bisa tersenyum dengan manisnya. Senyuman menyakitkan itu jelas terlihat dari sorot matanya, terlalu banyak luka yang ia pendam dan Ali tak mau beban yang Prilly tanggung semakin besar karena merawatnya.

Prilly menghembuskan napasnya pelan, menaruh mangkuk yang sempat ia pegang kembali ke nakas.

"Aku pergi yah, nanti pulang kampus aku balik lagi," pamit Prilly, Ali yang tak mengindahkan ucapan Prilly berupaya bersikap tidak peduli.

"Gak usah! Aku perlu sendiri."

Prilly memundurkan langkah kakinya, memandang kekasinya yang masih dengan balutan alat medis. Ia ingat sekali kemarin Ali tak bersikap sedingin ini padanya, tapi kenapa sekarang sifatnya berubah menjadi 180° derajat.

Tanpa pamit terlebih dahulu, Prilly akhirnya keluar dari ruang rawat Ali. Ia tak sanggup rasanya jika harus membendung air matanya terlalu lama itu sangat meyakitkan!!
Sepanjang lorong rumah sakit Prilly hanya bisa menagis tanpa memperhatikan sekelilingnya dengan tatapan bertanya. Bahkan ia tak menyadari satu hal seorang pria memandangnya dengan penuh kebingungan.

*****

"Prilly, makan dulu yuk. Gue tau lo seharian ini belum makankan?" tanya Lala yang tampak kesal.

Jelas saja Lala merasa jengkel dengan Prilly, sudah satu bulan terakhir setelah mengetahui penyakit Ali. Prilly selalu menghabiskan waktu luangnya di perpustakaan kampus, membaca buku kedokteran tentang organ dalam.

"Gue masih sibuk, La." tanpa menoleh ke arah Lala ia begitu lihat memainkan jari tanganya pada kyboard, entah apa yang ia cari sebenarnya, Lala juga tidak tau akan hal itu.

"Apa yang lo cari sih, Prill? Sampai lo gak mau makan seperti ini." Lala yang tak mengerti dengan pola pikiran Prilly semakin membuatnya terasa sangat marah, entahlah sahabatnya ini mungkin tidak lagi peduli dengan kondisi tubuhnya.

"Gue harus tau obat apa untuk menyembuhkan Ali, La," sentak Prilly tak sabaran yang membuat Lala terdiam.

"Senggaknya lo makan terlebih dahulu, jangan egois, Prill. Tubuh lo juga perlu makan." Lala sangat tau sikap sahabatnya yang keras kepala ini, ia tak akan perpaling sebelum mendapatkan apa yang ia mau.

"Lo duluan ke kantin, gue mau minjam buku dulu." Lala menghembuskan napasnya kasar hanya bisa mengelengkan kepalanya dan meninggalkan Prilly terlebih dahulu ke kantin, ia tidak mau sahabatnya ini akan mengamukinnya.

****

Prilly melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tak sabar untuk sampai ke rumah tante Steffy yang tidak lain adalah Mama dari Ali.
Prilly tersenyum penuh arti melirik kursi samping ia mengemudi, terdapat sebuah wadah dan beberapa peralatan medis.

Liebe Dich in Deutsch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang