Ansatz (pendekatan)

3.8K 353 5
                                    

Prilly POV

Sudah hampir dua bulan aku tinggal di Jerman, dan selama dua bulan juga aku bersama Ali. Bahkan hampir setiap hari dia menemuinku, dari alasan perjanjian itu sampai hal-hal yang tak masuk akal. Awalnya aku merasa sedikit risih saat dia selalu mengikutin kemana aku pergi, tapi sekarang aku sudah terbiasa dengan tingkahnya. Menurutku waktu 2 bulan ini bukanlah waktu yang singkat, karena hampir tiap hari aku dan Ali bersama.  Seperti sekarang aku sedang bercermin melihat tubuhku dengan balutan dress pink soft tanpa lengan serta blezer putih yang sangat pas untukku, tidak lupa aku membawa tas kecil, karena hari ini hanya ada satu mata kuliahan jadi aku tak harus membawa buku terlalu banyak.

Saat dirasa penampilan sudah sempurna, aku segera bergegas menurunin anak tangga dan menunggu Ali di depan halaman rumah. Yah seperti biasa Ali selalu menjemputku, katanya agar aku tak bisa lari darinya. Gimana mau lari, orang aku saja tinggal bersama Onkel dan Tantenya. Kalaupun aku ingin kabur tetap gak bisa karena aku sudah menandataingin surat perjanjian, jangan lupa yah aku ini adalah seorang aupair ada Syarat dan aturan yang membelitku.

Sebuah mobil Bmw putih itu berhenti tepat di depan rumah, yang aku tau itu adalah mobil Ali. Benar saja dia keluar dari pintu pengemudi dan menghampiriku. Dia membuka pintu mobilnya untukku, entahlah ini perlakuan specialnya, atau ia menyamar menjadi sopir pribadiku.

"Hari ini lo sampai jam berapa?" Tanya Ali yang sudah duduk di sampingku.

"Jam 10 juga udah kelar, ada apa?"

"Tidak, lo besok ada acara?" aku menautkan alis tak mengerti, aku menjawabnya dengan gelengen kecil.

"Bagus, besok temenin gue ke Berlin." ucap Ali masih fokus di balik kemudinya.

"Oh God! Besok minggu Li, gue mau istirahat cape tau gak." geruhku dengan sangat kesal, pasalnya setiap hari aku bersamanya. Ali sama sekali tak memberiku sehari saja untuk beristirahat.

"Gak ada bantahan, nanti biar gue yang minta izin sama Tante Jennyta." aku mencibirkan bibir tak jelas, dasar ngeselin! Main seenaknya saja mengaturku.

"Mau ngapain sih ke Berlin?" ketusku.

"Sepupu gue akan menikah.  gak mungkin gue datang sendiri." ucap Ali memarkirkan mobil, yah kini kami sudah sampai di area parkiran kampus.

"Kenapa gak pergi sama jalang-jalang lo, kenapa harus gue?" tanyaku, yah aku mengetahuin kehidupan malam Ali menurutku itu wajar saja. Iya dong inikan Jerman, negara bebas akan dunia malam lagi pula Ali tak memiliki keterikatan dengan wanita. Karena yang aku tau Ali itu Jomblo!

" Ngapain gue harus bayar mahal mereka, sedangkan gue bisa dapat yang gratis kaya lo." ucap Ali keluar begitu saja.

What, tadi dia bilang apa gratis? Jadi dia ngajak aku karena aku gratis. Dasar pria nyebelin, tunggu pembalasan aku.

*******

Aku sudah menyelesaikan pelajaran kuliah, sekarang sudah pukul setengah sebelas tapi Ali belum juga menampakan batang hidungnya. Mungkin dia sedang ada pelajaran tambahan, atau ada kuis yang harus Ali selesaikan.

Aku mengambil earphone dan ponsel dari tas yang aku bawa tadi, memasangnya dan mulai memputar lagu kesukaanku. Aku mulai bersenadung kecil, mengerakan kepalaku sesekali mengikuti iramanya.

"Mendengarkan apa?" suara yang sangatku tau pemiliknya itu menyapu telingaku, aku tak beranikan diri untuk menoleh kearahnya. Jarak yang sangat dekat dengan wajahku membuat darahku berdesir.

"Lagu Leben ist Schön – Eisblume Mau dengar?" aku melepaskan satu sisi earphone itu dan memasangkanya di telinga Ali, dia menikmatinya, lihat saja Ali bersenandung menyanyikan lagu kesukaanku.

Liebe Dich in Deutsch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang