2. It's Like a Crazy

11.6K 1.2K 434
                                    

Senin memang bukan hari yang menyenangkan. Terlebih kejutan itu selalu datang tak terduga.

Siang itu di kantin kampus, saat hampir dimana-mana tempat duduk terisi penuh. Tak kan ada yang menyangka bahwa di suasana yang seramai itu ada seseorang yang dengan tidak warasnya menyatakan perasaannya.

Itulah yang membuat Adham hampir saja tersedak yamin yang di pesannya.

Seseorang tiba-tiba berdiri di depannya, menatapnya serius lalu tanpa terduga menyatakan cinta.

"Boleh gak gue jatuh cinta sama lo." Ucap orang itu dengan lancarnya. Tanpa sedikitpun mempedulikan tatapan aneh para penghuni kantin. Bahkan mengabaikan ekspresi wajah orang yang baru saja dimintainya izin untuk jatuh cinta.

Sementara Adham, ia masih terbengong seperti orang bodoh dengan garpu berselip untaian mie yang melayang 5 centi dari bibirnya. Baru setelah Annisa menyikut lengannya, Adham tersadar kemudian tersentak.

Ditatapnya sosok yang berdiri di hadapannya. Adham kenal orang ini. Meskipun hanya sekedar tahu nama saja. Mungkin, gosip-gosip kampus yang beredar tentang sosok ini juga.

Valdes Gandaska Jaya. Cowok tajir yang hobinya mematahkan hati. Sikapnya yang sengak dan menyebalkan, namun tidak membuatnya dijauhi kaum hawa karena fisiknya ganteng, cakep dan keren.

"Lo ngomong apa barusan?" tanyanya setelah meletakkan garpu kedalam mangkuk mie.

"Gue bilang, boleh nggak gue jatuh cinta sama lo."

Adham menelan ludahnya. Bingung.

Kalau yang mengatakan kata-kata itu seorang cewek, mungkin dia akan dengan mudahnya melontarakan senyuman lalu mengangguk. Tapi ini, Valdes. Dia seorang laki-laki kan, sama seperti dirinya.

"Apa alasan lo jatuh cinta sama gue." Tanya Adham lagi. Valdes tersenyum simpul, ingat yang di dapatnya dini hari menjelang pagi tadi. Sementara Annisa, gadis itu sibuk bermain mata dengan dua orang lainnya yang kebetulan satu meja makan dengannya dan Adham.

"Gue jatuh cinta sama suara lo. Suara lo di masjid tadi pagi bikin hati gue tenang."

Adham tertegun. Ditatapnya wajah pemuda dihadapannya itu dalam-dalam. Sebelum lanjutan penuturan Valdes kembali di dengarnya, "Pas gue tau kalau itu suara lo, gue tau gue udah jatuh cinta sama lo saat itu juga."

"Tapi lo kan cowok Val, Adham juga cowok. Lo gay ya?" celetukan itu keluar dari bibir Dessy.

Adham baru saja melihat senyuman simpul terlontar dari bibir Valdes. "Gue oke kok sama siapa aja. Termasuk Adham yang cowok sama kayak gue." Dessy menatap aneh, Annisa menunjukkan wajah kesalnya sedangkan Hari lebih tampak seperti bergidik.

Pandangan Valdes kembali jatuh pada Adham. Wajah yang dulu sama sekali tidak pernah digubrisnya, tiba-tiba saat ini membuat jantungnya berdegup-degup nggak normal. Ia hanya pernah mendengar dari gadis-gadis yang sering membicaran dan mengosipkan kalau Adham Tsabit Al Siddiq itu mahasiswa pintar dan tampan. Kemana saja dirinya kemarin-kemarin, setahun kuliah di tempat yang sama, dia tak menyadari keberadaan pemuda ini.

"Gimana jawaban lo Ad?" kernyitan muncul diwajah Adham. Baru kali ini ia mendengar seseorang memanggilnya Ad. Ia menghela nafas, kemudian menatap wajah Valdes dengan tenang.

"Tuhan nggak pernah melarang siapapun buat jatuh cinta. Jadi lo gak perlu minta ijin buat jatuh cinta sama gue." Jawabnya yang sukses membuat Anisa, Dessy dan Hari melongo tak percaya.

Sementara Valdes lagi-lagi menyunggingkan senyum simetrisnya.

Dia pemuda yang unik. Adham Tsabit Al Siddiq. Pikirnya.

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang