9. Dua Diantara Tiga

7.8K 816 171
                                    

▪Hanya ada satu keyakinan yang melebihi makna keyakinan itu sendiri, yaitu keyakinan yang ada dalam jiwa mereka yang memeluk islam dengan keagungan dan kebesaran Taqwa.▪

****

Awan Pranggatitis.

Valdes sama sekali tak memalingkan tatapannya dari cowok tinggi berparas rupawan itu. Cowok yang di lihatnya di waktu fajar menjelang subuh, sebelum dia menyambut Islam sebagai keyakinannya. Cowok yang sekarang sedang Adham peluk penuh dengan ketulusan.

Cowok yang entah kenapa menimbulkan sebuah perasaan asing hinggap dalam sanubarinya.

Perasaan khawatir.

Perasaan resah.

Serta perasaan nyeri yang nggak mampu di kendalikannya.

"Abang serius sekarang tinggal disini?" Bahkan suara seruan Adham pun tampak begitu riang. Cowok yang berdiri di hadapannya mengangguk sambil tersenyum.

"Abang kemaren iseng ngajuin lamaran ke daerah sini. Ternyata lolos seleksi. Perusahaannya juga bagus sama gajinya lumayan. Abang coba dong." Tawa renyah yang keluar dari bibir cowok itu terasa menyebalkan di telinga Valdes.

Kalau Freo ada di sini, nggak nutup kemungkinan cowok gemulai itu bakal ngetawain dirinya dan mengolok-oloknya. Apalagi kalau sampai gara-gara seseorang bernama Titis itu, waktu Adham bersamanya akan terenggut.

Valdes ingat, Adham pernah cerita kalau Awan Pranggatitis dulunya bukan seorang muslim. Tapi terakhir kali dia bertemu cowok itu, Titis bahkan sudah memiliki keteguhan hati untuk melakukan adzan subuh.

Keren sih. Tapi tetap aja, kehadiran Titis menjadi lebih meresahkan ketimbang Freo.

Bicara soal cowok gemulai mantannya itu, mendadak Valdes jadi geram. Sudah dari semenjak tadi Freo tiba-tiba mulai menghubunginya lagi. Dia bahkan sudah ngirim sepuluh curhatan lewat whatsaap.

'Hai Val'

'Gi ngapain'

'Kok pergi sama Adham g balik-balik dari pagi'

'Boleh dong Threesome?'

'Ato jgn bilang lo blm pernah dapat jatah dari Adham'

'Butuh bantuan gue?'

Dan beberapa pesan nggak penting lainnya yang dikirim Freo kepadanya. Tapi gara-gara itulah, Valdes baru sadar kalau dia sama sekali nggak punya kontak Adham di ponselnya. Hanya ada alamat email yang dulu pernah di terimanya waktu cowok itu ngirim rekaman do'a dari suaranya.

Lamunannya terganggu saat Valdes mendengar Hari dan Dessy bertegur salam dengan Titis. Setelahnya dua sejoli itu sekalian pamit pulang. Mau jalan ke tempat angkringan katanya.

Anak-anak yang lain pun mendadak bubar. Dari Dean yang bilang sedang mules, atau Oky dan Radit yang tiba-tiba janjian dengan gebetan mereka. Kemudian Khafid yang beralasan sebentar lagi jadwal kerja sampingannya di restoran. Satu persatu manusia yang tadinya mirip musyawarah di ruang senat kampus, mengundurkan diri. Sampai akhirnya hanya tertinggal dirinya sendiri, Adham dan juga cowok bernama Titis itu.

Pak haji Zhaifudin masih belum pulang dari kepergiannya bersama eyang Adham setelah acara kirim do'a selesai hingga sekarang.

Lalu budhe Sari, memang sejak awal nggak menampakkan diri di kediaman rumahnya. Entah dimana, Valdes juga nggak mau ambil pusing.

Annisa? Valdes sudah masa bodoh dengan cewek itu.

"Maaf ya Dham. Abang pinjem motor kamu beberapa hari ini. Abang belum sempet ngurus kendaraan. Kata pakdhe nggak apa-apa dipakai aja, tapi malah abang bikin rusak." Titis menatap Adham dengan wajah ngerasa bersalah. Ekspresi itu justru bikin Valdes mendengus.

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang