11. Ciuman Tertinggi

7.3K 836 160
                                    


《•Love for the people what you love for yourself and you will be a Muslim•》

*****

Pukul sembilan kurang lima menit. Nggak bakal jadi waktu kemaleman, untuk acara makan malam bersama yang jarang atau hampir nggak pernah terlaksana.

Tumpeng meriah yang dibawa kakak cewek Valdes hampir ludes, sementara tart berwarna brown-white dengan buah strawberries itu sama sekali nggak tersentuh.

"Jadi kamu pilih ikut siapa finally?" Valdes melihat kakak ceweknya bersuara sambil meletakkan kerupuk udang di atas piring Bli Mada. Kakak iparnya yang ganteng dan jangkung itu.

"Nggak ikut siapa-siapa lah. I have my choice ya. Nggak perlu plin plan lagi sekarang."

"Padahal mama kepinginnya kamu jadi Kristen Katolik seperti mama. Tapi nggak apa-apa kalau kamu ikut papa juga. Mama pasti mendukung."

"Tapi kan Valdes bilang nggak ikut siapa-siapa Ma. Termasuk papa berarti."

"Kalau gitu, Valdes masuk keyakinan apa nih?" Ditanya begitu sama kakak iparnya, Valdes malah nyengir.

"Kalau bukan ikut mama atau papa, berarti kamu ikut Savanya, sayang?" Valdes geleng kepala masih sambil nyengir.

"Trus apa dong?" suara serentak dari papa, mama sekaligus kakaknya bikin Valdes makin senyum lebar.

"I'm finally chose to become a Moeslim." tutur Valdes mantab.

Papa dan mamanya sama-sama saling tatap kemudian menelan ludah. Sementara Kak Anya, kakak perempuannya nggak jadi masukin sendok ke dalam mulut. Hanya sosok kakak iparnya, Bli Mada yang terlihat anteng sambil tersenyum, menatap Valdes penuh arti.

"How? gimana bisa?"

"Bisa lah!"

"Ehem!" papa berdehem sebentar, "Keyakinan itu bukan main-main atau permainan, Val. Papa nggak ingin dengar kamu masuk Islam bukan dari hati. Atau karena alasan orang lain. Beri tau papa apa yang kamu pikirkan saat memilih Islam sebagai kayakinan kamu."

"I'm falling in love pa..."

Baik papa ataupun mama serta kakak ceweknya sama-sama menghela nafas. Kalimat seperti ini serasa nggak asing bagi mereka. Meski semua jarang kumpul bersama seperti sekarang, semua anggota keluarga Valdes tau benar seperti apa watak cowok cepak ini.

"Trus. Kamu masuk Islam karena jatuh cinta sama cewek ini?" Valdes geleng kepala menanggapi pertanyaan Savanya, kakaknya.

"Gue jatuh cinta sama suara adzan yang gue denger. Pas gue lihat siapa yang adzan, gue makin cinta sama orangnya." jawab Valdes dengan sedikit nada bangga di wajahnya.

"Wait... Sayang.. jangan bilang ke mama kalau kamu jatuh cintanya sama laki-laki. Pa, yang suka adzan itu cowok kan? Mama sering dengar kok kalau itu suara cowok." Lagi-lagi Valdes malah nyengir lebar ke arah mamanya.

Diliriknya papanya sedang meminum air putih dengan wajah tenang.

"Val... are you serious?" kali ini kakak ceweknya yang menatapnya dengan mata melotot nggak percaya. Sementara suaminya, justru tersenyum tipis ke arah Valdes.

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang