14. Disini Untukmu

12.8K 1K 496
                                    

~When we feel troubled just remember that Allah is sufficient for us~

Keadaan rumah ini nggak jauh berbeda dari rumah Adham sendiri. Bahkan suasananya lebih sepi ketimbang rumahnya.

Setelah menghabiskan satu gelas moccalatte, Valdes udah ngerasa kehilangan nafsu buat nongkrong di cafe tempat rekomen Adham. Cowok itu mengarahkan motornya ke arah salah satu rumah kawasan elite. Itu pun tanpa persetujuan Adham.

Inilah pertama kalinya Adham tau tempat tinggal Valdes.

Rumahnya unik, karena segala furniture serta design serba campur aduk tanpa meninggalkan kesan mewah dan elegan. Adham sedikit terkesiap saat melihat ada daun palma, patung salib dan Yesus serta
patung Bunda Maria di sebelah kanan ruangan dalam rumah. Sementara bagian kiri terdapat ornamen unik dengan lambang naga di tiang dan di atap ataupun di dinding, ada juga lampion kecil-kecil, patung-patung 12 Shio dan banyak jenis-jenis lain yang Adham nggak ngerti bahkan nggak tau.

Melihat ekspresi Adham, Valdes malah nyengir. Diraihnya bahu cowok ganteng itu ke dalam rangkulannya.

"Kan gue udah pernah bilang, bokap Konghuchu, nyokap Katolik. Kakak sama kakak ipar gue Hindu. Welcome to our family. Indonesia banget yak! Haha..." Adham milih senyum simpul.

"Anggap aja rumah sendiri, dapur sendiri. Asisten rumah tangga cuma datang buat bersih-bersih, jadi lu kudu ngambil minum ndiri Ad. Bikinin gue juga ya." mendengar itu, Adham langsung manyun. Tapi ia tetap berjalan ke arah dapur dan melepaskan rangkulan Valdes di bahunya, "Rumah lo unik." ucapnya sambil buka kulkas dan hampir syok saat nemu beraneka minuman ada disitu. Bahkan ada juga segala makanan yang di simpan rapi dalam tupperware. Gila, ini asisten di rumah Valdes pada rajin-rajin amat ya. Tapi kalau numpuk begini juga nggak efisien menurut Adham. Apalagi dia nggak yakin kalau Valdes hobi makan di rumah. Cowok itu kan senengnya kelayapan, bahkan akhir-akhir ini malah nempelin dirinya terus.

"Makanan ini lo makan juga? Lo panasin sendiri gitu?" tanyanya penasaran sekaligus nggak yakin. Setelah melirik Valdes yang nyatanya geleng kepala, Adham mencibir. Sudah diduganya.

"Trus di biarin nyampe busuk di kulkas?"

"ART yang kerja disini udah pada di bilangin sama nyokap kok. Gak boleh ada stok makanan nyampe 12 jam. Jadi kalau gue gak makan ya udah bawa pulang sama mereka." Adham manggut-manggut.

"Rumah ini kan design sendiri sama bonyok gue Ad. Makanya amburadul kek gini. Padahal ujungnya yang tinggal disini gue doang."

"Maklum sih gue..." Adham meletakkan dua gelas air putih di atas meja counter dapur. Yang bikin Valdes mengeryitkan kening.

"Lu emang ya. Dari sekian minuman, ngapa coba ngambil air putih! Seriusan, Air putih?"

"Gampang lah. Ntar kalau gue bosen sama air putih nyari yang lain."

Valdes langsung diem. Cowok yang satu ini memang selalu berhasil bikin dia gigit bibir.

"Oke. Kita bahas lagi apa yang di cafe tadi." Adham senyum kecil, dipikirnya, Valdes nggak akan mau ngungkit-ngungkit tentang cerita sebelumnya. Nyatanya cowok cepak ini masih penasaran.

Adham menumpukan kedua tangan di atas meja, lalu menunjukkan wajah berfikir, "Hmm... Gue mulai dari sini aja. Habis dari Madrasah Ibtidaiyah, gue masuk salah satu pesantren milik eyang. Temen gue banyak, rata-rata semua orang tau kalau gue cucunya orang yang punya pengaruh. Gue gak pernah kekurangan apapun. Tapi, gue pernah sekali minta eyang buat bantu gue, paling nggak, gue pengen banget bisa bicara sama ayah. Namanya juga udah mulai dewasa, gue pengen ketemu sama ayah. Tapi gara-gara itu, gue lihat mama marahi eyang. Gue masih inget banget kejadian itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang