part 14

153 5 0
                                    



Keesokan harinya, Ayla merasa tubuhnya semakin tidak nyaman. Ia terbangun dengan rasa nyeri dan dingin menyergap tubuhnya. Terlebih berangkat kerja, Ayla malah menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut dan menggigil.

"Demammu, belum reda juga." Revan mulai mengeluarkan kembali termometernya, dan memasukkan ujungnya ke dalam mulut Ayla. "buka mulutmu."

"Aku bisa memeriksa diriku sendiri. Pergilah." Ujar Ayla dengan suara lirihnya.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu yang demam tinggi." Revan terus mengoceh sambil terus memeriksa kembali tubuh Ayla dengan alat-alat umum kedokteran yang ada di rumah.

"Aku baik-baik saja. Sudah pergi saja..." Usir Ayla dengan suara lemah, tidak ada kata maaf lagi untuk lelaki ini. Lelaki itu bahkan tidak bilang, kalau Reval memiliki anak.

"Diamlah. Minum obatnya." Revan mengulurkan beberapa obat penurun panas untuk Ayla, dan Ayla langsung membuka mulutnya tanpa protes, kemudian meneguk air putihnya hingga tandas.

"Rev..." panggil Ayla sambil terpejam.

"Hemm." Tangan Revan masih terus mengompres kepala Ayla dengan air dingin.

"Aku sudah tahu dimana Reval."

Raut wajah Revan langsung berubah seketika, tangannya berhenti untuk mengompres Ayla, "Siapa yang mengatakannya padamu?."

"Kenapa kau tidak cerita kalau Reval punya seorang putera, Rev. kenapa?.." mata Ayla membuka, dan air mata itu langsung menetes dengan deras.

"Ka.. karena, aku ..."

"Cukup Rev. kamu sudah banyak menyakitiku. Tidak. Aku tidak tahu siapa yang salah disini. Mungkin kamu punya alasan tersendiri kenapa kamu menikahiku. Jadi, aku tidak akan menyalahkanmu lagi." Ayla menatap mata teduh itu yang memerah, ada raut kemarahan dan ada kesedihan di sana. Baru kali ini ia melihat Revan yang jarang berekspresi menjadi seseorang yang meluapkan perasaannya lewat mimik wajah.

"Aku memintamu, untuk melepaskanku Revan... ku mohon, kali ini tidak ada amarah lagi. Ku mohon lepaskanlah aku... aku tersiksa Rev.. aku tersiksa.." Ayla terisak semakin dalam dan sesenggukkan.

Terdengar Revan menarik napasnya dalam dan menghembuskannya kasar, "Baiklah... aku akan menuruti semua keinginanmu. Namun, akan ada saatnya aku berhenti." Setelah mengatakan itu Revan beranjak pergi.

***

Nida menghela napasnya kasar, ia kembali memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper besar. Sesekali ia mengalikan tatapannya ke figura yang terpasang di meja belajarnya dulu, masih ada fotonya dengan Revan yang tersenyum berangkulan di sana, saat itu mereka masih SMA.

Aku mengintip lelaki itu yang sedang sibuk mengobati anak yang terjatuh saat pelajaran olah raga tadi. Dia... Revan si penjaga UKS atau lebih tepatnya Ketua PMR di sekolah yang terkenal pintar, tampan, dan judes itu. Meski judes, aku tahu ia lelaki yang sangat baik dan penyayang. Terbukti... ketika aku memberinya kotak makan beberapa waktu lalu, dengan senang hati ia menerimanya.

"Ngapain kamu disitu? Kalau mau masuk, ya masuk."

Aku terperanjat, ternyata ia menyadari aku ada disini. Dengan hati berat, sambil menahan malu... aku mendekati tempatnya. Anak lelaki yang sedang diobati itu tak lain adalah Rizky sepupuku yang terluka saat bermain basket di lapangan, ia memanfaatkan ketidakhadiran guru olahraga dengan bermain basket.

"Lo mau bikin gue jadi obat nyamuk, Van?" Cibir Rizky mendelik ke arah Nida yang berdiri dengan malu-malu.

"Nggak,,, lagian kasihan masa mau berdiri mulu di situ." Lirik Revan sekilas pada Nida, kemudian kembali sibuk dengan obat merah dan kasa.

"Aih... lo mah gak baca kode. Gak asik. Kodenya udah keras banget gitu." Seru Rizky setengah kesal, yang membuatku langsung menatapnya dengan berkilat. Kurang ajar!

"Iya aku tahu." Sahut Revan singkat.

Spontan aku melotot tak percaya, "A... a... aku sebaiknya balik ke kelas." Ujarku gugup.. dan bergegas kabur.

"Sampai kapan lo nunggu cewek itu?"

Aku terhenti dari langkahku, dan terpaku di depan pintu UKS. Cewek yang mana? Apa Revan sudah pacar? Setahuku ia tidak punya pacar.

"Aku bakalan nunggu dia, Ky. Gak mungkin aku jadian sama Nida kalau hatiku udah terlanjur cinta sama dia."

"Ya tapi kan, Nida sodara gue, kalau lo sampai bikin dia sakit hati. Lo bakal gue bunuh."

Aku tercekat dan tak sangka, akan ada ribuan rasa sakitnya sampai membuat dadaku sesak mendengarnya, Revan?...

Nida mengelus wajah Revan di poto itu, dan mengambil figura yang lainnya. Yakni, tempat poto mereka dimana, ada Ayla dan Reval yang saling berangkulan mesra, bersama Nida dan Revan yang berpoto kaku di antara kemesraan Ayla dan Reval.

Setahun yang lalu, Revan tiba-tiba melamarnya tanpa basa-basi berpacaran. Entahlah, lelaki itu sepertinya sedang dibutakan oleh api cemburu ketika Reval memboyong Ayla sebagai calon isteri ke rumahnya. Ya, wanita yang selama 15 tahun dinanti oleh Revan adalah Ayla, yang secara kebetulan malah menjadi calon isteri adik kembarnya. Bahkan hubungan mereka hendak melangkah ke jenjang yang lebih serius.

"Kenapa kamu melamarku?"

"Aku tidak mau di dahului menikah oleh adikku."

"Bohong. Kamu melamarku sebagai pelampiasan."

"Kita jalani dulu, Nida. Kalau sampai menikah, aku akan belajar mencintaimu."

"Kalau tidak?"

"Kita sudah sepakat, untuk tidak saling membenci kalaupun ini berakhir, bukan?"

"Iya, tapi kan aku punya harga diri, Revan. Kamu sama sekali tidak menghargaiku."

"Ku mohon... tidak ada lagi, wanita yang dekat denganku. Hanya kamu Nida, hanya kamu yang mengertikanku. Kau tahu rasanya menunggu dan mencari selama 10 tahun lebih? Aku bahkan mencintainya lebih lama dari kamu mencintaiku"

Dan di sanalah, Nida mulai mempercayai Revan. Dia bersiap dengan segala konsekuensi hubungan asmaranya. Ia hanya bisa berjalan dengan tenang, dan terbuai dengan hubungannya. Sampai waktu telah menentukan, dan dengan keadaan mendesak Revan terpaksa meninggalkan Nida, dan menikahi Ayla.

"Baik bu, ayo kita pergi." Nida menggandeng tangan ibunya dan melangkah pelan ke luar rumah.

"Nida.. kamu mau kemana?!"

Nida mengernyit, menoleh ke belakang dan tercekat melihat lelaki itu sedang berlari ke arahnya, "Ku mohon Nida, jangan pergi."

"Aku akan pergi. Maaf.. aku tidak bisa melanjutkan kesepakatan kita. Aku tak bisa."

"Kenapa? Karena kakakku lagi?" Lelaki itu mengacak rambutnya geram.

"Bukan." Tatapan dia menajam dan terpancar sinis.

"Kenapa? Gara-gara siapa?"

"Gara-gara kamu! Dean gara-gara kamu!... aku tidak bisa berjanji kalau aku bakal mencintai kamu. Mungkin aku sudah melupakan Revan.. tapi aku tidak bisa mencintaimu. Kamu bukan orang aku tuju." Ya. Lelaki itu bernama Dean, yang memiliki hubungan darah dengan Revan dan Reval.

"Nida..." lelaki bernama Dean itu menelan ludahnya miris, "Kenapa Nida? Kenapa semua orang hanya menyukai kakakku saja. Kenapa? Apa karena aku anak haram?!"

"Bukan! Tapi karena kamu memang tidak membuka hatimu untuk di cintai. Kamu hanya mengandalkan nafsu dan ambisi." Setelah mengatakannya, Nida membuka bagasi mobilnya, dan memasukkan koper ibu dan miliknya. Meninggalkan Dean yang termangu dengan segala amarahnya yang sudah memuncak.

"Revan... kau tamat."

***

pendek bangett wooo... ayo ayo vommentnya banyakin.. haha.. kenapa makin kesini, makin pendek yaakk.. au ah... tar dipanjangin lagi.. hueheheh

Just Give Me Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang