Chapter 21
-----
Jade's Point of View
"Kau benar-benar menangis semalaman?!"
Aku mengangguk lesu. "Urgh, kepalaku benar-benar terasa berat sekarang."
"Maaf, Jade. Tapi apa kau sadar, penampilanmu benar-benar menyeramkan sekarang? Lihat matamu. Bengkak, merah, dengan lingkaran hitam di bawah kedua matamu. Lengkap sudah. Apalagi rambutmu, yaampun. Tidak biasanya ka-"
Belum selesai dia berbicara, aku langsung memasukkan roti milikku ke dalam mulutnya. Uh, berisik sekali. Kenapa dia malah mengomentari penampilanku begitu, sih?
"Oh, jadi begini sikapmu sekarang padaku, hm?"
Aku memutar kedua bola mataku, menatapnya kesal. "Em, apakah kau sama sekali tidak berniat untuk menghiburku?"
Emily menghela nafas panjang. "Jade, aku sudah mencoba untuk menghiburmu dengan berbagai cara. Dan.." Ucapan Emily terhenti, ketika tatapannya tertuju pada seseorang di belakangku.
Aku mengerutkan alisku, kemudian berbalik.
Oh, astaga. Aku benar-benar sangat tidak ingin bertemu dengannya saat ini.
***
Zayn's Point of View
Dia ada di hadapanku, sekarang. Penampilannya begitu kacau, tersirat begitu jelas di matanya bahwa dia memang sedang tidak baik-baik saja. Aku bisa merasakannya. Rasa sakit dan kecewa yang begitu dalam ketika dia melihatku.
Matanya kembali berair, membuatnya menunduk seketika. Aku bisa mendengar isakan tangis yang tertahan. Astaga, melihatnya seperti ini benar-benar membuat dadaku kembali terasa sesak. Rasanya begitu sakit. Aku begitu ingin memeluknya sekarang, mendekapnya erat ke dalam pelukanku dan tidak memperbolehkan siapapun untuk merebutnya dariku. Tidak akan pernah.
Tapi itu semua hanyalah angan-angan belaka. Andaikan aku diperbolehkan untuk memeluknya sekarang, aku pasti sudah melakukannya.
Ia melangkah maju, pergi melewatiku. Sama sekali tidak ada sapaan, senyuman, atau bahkan sekedar tatapan. Yang ada hanyalah rasa terluka yang menguar begitu kuat dari dalam dirinya.
"Kau bahkan membiarkannya pergi. Ck, ternyata dugaanku tentang dirimu memang salah besar. Kupikir kau sudah berubah sejak mengenalnya, tapi ternyata tidak. Bagaimanapun juga, seekor ular tetaplah akan menjadi seekor ular. Kau benar-benar licik, Zayn."
Emily menatapku tajam, kemudian melangkah pergi.
"Beraninya kau berkata seperti itu padanya! Dasar kurang ajar!"
Suara itu langsung membuatku menoleh seketika. Kulihat seorang gadis pirang sedang menjambak rambut Emily, yang juga dibalas sama olehnya sendiri.
Aku menghela nafas panjang, merasa terbebani akan keberadaan gadis-gadis yang menyukaiku hingga berlebihan seperti ini. "Cukup!" Gadis pirang itu sama sekali tidak mendengarku, begitupun dengan Emily. Aku sontak mengerang frustasi, lantas berjalan ke arah mereka berdua yang sekarang telah menjadi bahan tontonan gratis. Aku yakin sebentar lagi akan ada guru yang datang, dan aku sama sekali tidak ingin hal itu terjadi. Alasannya? Karena aku tidak ingin repot-repot diseret ke ruang kepala sekolah karena si gadis pirang itu menyebut-nyebut namaku sebagai alasan mereka bertengkar.
"Kubilang cukup!!" Bentakku kepada mereka, kini lebih dekat. Emily lantas berhenti menjambak rambut gadis itu, kemudian mendengus kesal. "Kenapa kau membelanya? Dia sudah lancang berbicara seperti itu padamu, Zayn!"
![](https://img.wattpad.com/cover/6817900-288-k333996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of Us (One Direction Fan Fiction)
RomanceCerita tentang siswa terpopuler, Zayn, dan Jade si murid pindahan. Tentang Harry yang menyebalkan dan begitu percaya diri, dengan Emily yang selalu menentangnya tentang segala hal. Tentang Liam yang terlalu setia, dan Sharon si pejuara renang. Ten...