Chapter 15
-----------------
Jade's Point Of View
Baiklah. Aku benar-benar panik sekarang. Haruskah aku mengangkatnya?
Uh, mana bisa aku menolak panggilan darinya.
Baru saja aku ingin menekan tombol hijau di layar, Zayn malah sudah mematikan panggilannya. Aku melempar ponselku ke kasur, kemudian duduk menelungkupkan kepalaku diatas meja belajar. Rasanya menyebalkan. Seharusnya aku tidak perlu begini. Sekarang semuanya jadi terasa campur aduk.
Iya, aku mengerti apa yang kurasakan saat ini. Aku tau bahwa aku..merindukannya.
Ding.
Bunyi dari ponselku. Satu pesan masuk.
Aku beranjak dari meja belajar, kemudian meloncat keatas kasur. Aku mengecek ponselku, yang langsung menunjukkan satu pesan masuk dari Zayn.
Oh, yaampun. Kenapa aku jadi merasa senang sekarang?
Tabpa basa-basi lagi, aku membuka pesan tersebut.
From : Zayn Malik
Hei. Kau marah padaku? Kalau iya, aku minta maaf. Boleh ceritakan alasannya?
Sial. Bagaimanapun juga, saat ini aku tidak bisa marah padanya.
To : Zayn Malik
Tidak. Aku tidak marah padamu, Zayn.
Beberapa detik kemudian, Zayn membalas pesanku.
From : Zayn Malik
Aku tau kau berbohong, Jade.
Aku menghela nafas, kemudian hendak membalas pesannya lagi ketika nama Zayn Malik kembali muncul di layar ponselku. Zayn menelfonku. Lagi. Astaga. Astaga. Apa yang harus kukatakan?
Aku menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya pelan. Tenang saja. Anggap saja seperti pembicaraan biasa.
Aku menekan tombol hijau tersebut, kemudian mengangkat ponselku ke telinga.
"Jade?"
"Um. Hi, Zayn." Argh. Kenapa suaraku jadi serak begini?
"Lihatlah keluar jendela kamarmu."
Aku mengerutkan alisku, kemudian turun dari kasur. Jangan bilang, yang terjadi setelah ini akan mirip seperti apa yang ada di film-film yang biasa kutonton.
Aku menyingkap tirai yang menutupi jendelaku, kemudian melihat ke bawah.
Damn. Dia benar-benar ada disitu.
Mengingat ponselku masih tersambung dengannya, aku terkekeh pelan. "Dasar nekat. Apa kau sadar jam berapa sekarang?"
"Jam sebelas kurang lima menit." Ucapnya dari bawah sana. Kulihat dia tersenyum, kemudian menatap ke arahku lagi. "Turunlah, Jade. Aku janji, hanya sebentar kok."
Aku tersenyum lebar, kemudian memautuskan sambungan telfon tadi. Tanpa basa-basi lagi, aku keluar dari kamar dan turun ke bawah dengan berjinjit. Jangan sampai ada yang terbangun hanya karena ulahku.
Aku membuka pintu depan rumahku, dan menemukan Zayn sedang berdiri bersandar di motor besarnya itu sambil melipat kedua tangannya. Matanya terlihat menerawang ke atas, sementar giginya sibuk menggigiti bibirnya. Oh, jujur saja. Dia benar-benar keren.
Aku berjalan menghampirinya. "Hei."
Zayn menoleh ke arahku, kemudian terkekeh. "Kau lucu sekali."
Aku melihat penampilanku sendiri, kemudian menunduk malu. Bagaimana tidak? Saat ini aku mengenakan piyama panjang bergambar kelinci dengan sendal bulu berwarna pink. Astaga, bisa-bisanya aku lupa mengganti pakaian.
"Jangan meledekku." Ucapku pelan. Zayn hanya tersenyum, kemudian menatapku intens. "Aku merindukanmu, Jade."
Aku tersenyum. "Baru 2 hari, Zayn."
"2 hari itu terasa lama bagiku. Dan karena aku sudah tidak tahan untuk melihatmu lagi, aku memutuskan untuk pergi ke sini, ke rumahmu."
Aku mengangkat kedua alisku sambil menekan bibirku menjadi satu garis tipis. "Dan sekarang, aku sudah ada di hadapanmu. Apa yang akan kau lakukan?"
Zayn tersenyum tipis. "Sebelumnya, aku ingin meminta persetujuan dari sang pemiliknya." Zayn mempersempit jaraknya denganku, masih dengan senyum mempesonanya itu. Astaga, ini gila. Apa yang akan dia lakukan?
"Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi..kupikir aku sudah tidak bisa membendung perasaan ini lagi. Aku mencintaimu, Jade. Kau harus tau itu. Aku menyayangimu. Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai mencintaimu, rasa itu tumbuh sendiri tanpa sepengetahuanku. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa aku memang benar-benar mencintaimu. Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Hanya ketika bersamamu, aku merasakan perutku seperti digelitik. Rasanya aku ingin memilikimu seutuhnya, memenangkan hatimu. Jangan pikir aku berlebihan, tapi memang inilah yang kurasakan tentangmu, Jade."
Speechless.
Aku tak bisa berkata-kata. Mulutku seakan bungkam dengan sendirinya. Tenggorokanku tercekat, merasa tidak lagi memiliki kemampuan untuk berbicara. Baru kali ini ada seseorang yang menyatakan perasaannya padaku. Ini sulit dipercaya, sungguh. Zayn yang begitu sempurna, baru saja menyatakan perasaannya padaku..?
Zayn mengucapkan kalimat terakhirnya, yang kujawab dengan anggukan. Wajahku bersemu merah. Rasanya begitu panas, seakan kalimat-kalimatnya barusan mampu membuatku lumpuh seketika.
Zayn mempersempit jaraknya lagi denganku, kemudian agak menundukkan kepalanya untuk menatapku. Tangannya menangkup kedua pipiku, membuatku langsung menutup kedua mataku. Aku berusaha menormalkan perasaanku, tapi rasanya benar-benar sulit. Ini sulit dipercaya, rasanya begitu..entahlah. Aku benar-benar tidak bisa menjelaskan perasaanku dengan kata-kata sekarang. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Suasana hatiku benar-benar kacau, semuanya hanyalah terasa seperti bayangan semata ketika sesuatu yang lembab menyentuh bibirku. Melumatnya dengan lembut dan penuh kepastian. Aku tersenyum, kemudian membalas ciumannya.
Ini memang benar-benar terjadi. Aku tahu pasti, bahwa ini bukanlah mimpi.
Karena aku merasakannya. Rasa sayang dari seseorang yang begitu kucintai.
----------------
End Of Chapter 15!!
PS : Maaf banget soal LATE UPDATE. Bener-bener gaada waktu. Maaf kalo jelek, ga sesuai yang diinginkan, pendek, dll. Makasih karna udah nyempetin baca, vote/comment. Dihargai bangetttt <3 Kritik dan saran diterima selalu yah ;);)
Thank you for reading and see you in the next chapter! xx
![](https://img.wattpad.com/cover/6817900-288-k333996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of Us (One Direction Fan Fiction)
RomantizmCerita tentang siswa terpopuler, Zayn, dan Jade si murid pindahan. Tentang Harry yang menyebalkan dan begitu percaya diri, dengan Emily yang selalu menentangnya tentang segala hal. Tentang Liam yang terlalu setia, dan Sharon si pejuara renang. Ten...