Gue terlalu bagus untuk Surabaya. Dan gue kaga selevel sama orang Surabaya.
Gue benci Surabaya dan Seisinya.####
"Sar""Oit?"
"Dikelas lu cantik cantik kaga cewenya?"
"Gatau"
"Eh lu gol lagi kampret!"
"Udah gue bilang, lu kaga bisa kalahin gue main game beginian"
"Belagu banget bocah"
"Game lain ada kaga? Bosen main PES"
"Kaga gue males main ama lu, lu belagu si"
"Kok gue si"
"Iya elu, abisnya lu rempong masi aja benci surabaya seisinya"
"Kok jadi bahas bahas surabaya lagi si, gue eneg dengernya"
"Gini ya gue jelasin ke elu biar elu bisa mikir jernih. Kalo misal lu kaga pake acara benci benci segala ama kota Surabaya dan seisinya yang kaga ada dosa sama sekali ama lu, lu kaga bakal hidup bosen karna sendirian gini. Kerjaan lu pasti ga cuma sekolah, tidur, main PS, boker, makan, tidur lagi. Karna lu mau berbaur dan punya temen. Lu main ama temen lu. Sekali kali lu mikir lah dikit, toh ini juga buat kebaikan elu"
"Kok lu makin bawel, udah gue mau pulang. Gue ga mood"
"Ini anak, bentar jangan pulang dulu. Dengerin gue sekali aja. Gue ini care ama elu karna lu ini sodara gue. Gue tanya sekarang ke elu, apa salah Surabaya dan seisinya coba? Kan yang salah bokap elu! Bukan surabaya dan yang lainnya. Gue halal in kalo lu benci bokap lu, gue juga sadar bokap lu emang keterlaluan. Tapi pikirin salah apa coba kota ini? Sampe sampe lu sebegitu bencinya ama sebuah Kota dan isinya. Ga logis men! Ayolah, nyokap lu disurga pasti nangis darah lihat lu hidup kaya begini. Ini bukan buat gue, ini buat elu! Elu dan nyokap lu! Gausah benci benci an lagi ama surabaya! Berbaur ama orangnya, cari temen, sekolah yang bener!"
"Gue pulang, pamitin nyokap ama bokap lu entar"
Kaisar pun langsung pulang meninggalkan Herman.
"Bener bener dah bocah banget ini anak. Untung lu sodara gue" gerutu Herman.
####
"Selamat siang tuan, tuan tumben sudah pulang? Mau bibi buatkan makanan untuk tuan?" kata Bi imah menyambut Kaisar yang baru saja pulang.
"Gausa bi, aku ga laper"
"Baiklah tuan, kalau ada apa apa tuan tinggal panggil saya di dapur ya. Saya sangat khawatir dengan tuan, tolong jangan sungkan sungkan"
"Iya bi"
"Baik tuan silahkan istirahat"
"Ah iya bentar bi, aku mau nanya"
"Silahkan tuan, tuan mau tanya apa?"
"Bibi suka dimana, surabaya atau jakarta?"
"Kalau saya sih, lebih baik surabaya"
"Kenapa bi?"
"Soalnya surabaya itu nggak semacet jakarta tuan. Terus anak anak nya disini lebih sopan dan baik dari pada anak anak jakarta"
"Sopan? Baik? Kok bisa?"
"Iya tuan, kemarin waktu saya ke pasar saya ditolongin nyebrang. Terus dianterin pulang kesini naik becak"
"Kok bisa? Hati hati bi, jangan mudah percaya gitu sama orang. Ntar kalo itu ternyata jahat gimana?"
"Sepertinya tidak tuan, karna anak yang kemarin menolong saya itu perempuan dan pakai seragam putih abu abu sama seperti tuan"
"Anak SMA berarti? Tapi tetap hati hati bi"
"Iya tuan, tapi alhamdulillah bibi bisa pulang sampai dirumah dengan selamat"
"Okelah kalau gitu bi, aku ganti baju dulu"
"Ah tuan sebentar, boleh kah bibi menasehati sebentar"
"Ada apa bi?"
"Tuan, cobalah untuk mencari teman di sekolah baru tuan. Bibi sudah cukup tua untuk bisa selalu menemani tuan. Tuan pasti sangat kesepian, jadi saya harap tuan bisa segera melupakan masa lalu tuan dan segera memulai hidup baru agar tuan bahagia. Maaf tuan kalau saya lancang menasehati seperti ini, saya hanya khawatir pada tuan karna saya sudah anggap tuan sebagai anak saya sendiri"
"Aku nggak papa kok bi, terimakasih karena sudah peduli dengan ku dan merawatku seperti anak bibi sendiri melebihi orang tua kandungku"
"Sama sama tuan dengan senang hati. Sekarang istirahatlah, bibi buatkan teh hijau kesukaan tuan"
"Iya bi, makasi"
Kenapa semua orang menceramahiku seperti itu? Memang seharusnya aku tidak benci pada surabaya, tapi aku tidak ingin terlalu berurusan dengan kota ini dan seisinya. Aku tidak ingin terjebak dengan orang orang surabaya seperti Papa. Aku tidak ingin menjadi pria brengsek seperti papa. Tidak ingin! Siapa yang ingin menjadi pria yang suka berselingkuh dengan wanita penghibur yang ada disurabaya dan berani memukuli istrinya sendiri sampai meninggal? Dan menyogok polisi hingga lolos dari jeruji besi? Aku tidak ingin menjadi sehina itu!
Kuakui dulu papa adalah pria yang baik dan sangat menyayangi keluarganya. Tapi semenjak ia mengajak kami pindah ke surabaya saat aku kelas 5 SD . Papa menjadi seseorang yang berbeda. Ah salah, bukan orang. Tapi setan! Ya! Aku benci papa! Kebencianku makin menjadi jadi saat papa memukuli mama hingga mama tak sadarkan diri tepat didepan mataku saat aku kelas 5 SD. Sejak saat itu aku tak ingin tinggal dengan papa, dan memutuskan untuk tinggal dengan bi imah pembantu ku sejak aku lahir sampai sekarang. Yang mengerti soal ulah papa dan mengerti aku. Dengan biaya dari sodara mamaku dan 40% harta warisan nenek yang diberikan untuk ku aku masih bisa hidup dan bersekolah sampai sekarang. Tapi tetap saja, meski sudah beberapa tahun aku tinggal disurabaya. Aku lebih senang dan bahagia saat aku tinggal dikota aku dilahirkan, Jakarta.
Tapi, apa yang dikatakan Herman dan bi imah ada benarnya juga. Tidak ada hubungannya orang2 di kota Surabaya dengan masalah papa. Semua itu kesalahan papa. Mungkin aku terlalu trauma dengan masalah itu hingga tak bisa berfikir logis. Dan mungkin aku masih terlalu kecil saat itu. Tapi kimi aku sudah remaja. Aku harus belajar berfikir logis dan menerima segalanua. Aku tak boleh berlarut larut dalam kenangan pahit dimasa lalu. Aku harus memulai hidup baru yang bahagia. Mencoba mencari teman dikota ini. Tapi apakah aku bisa?
Aku masih belum yakin....
Tapi aku akan berusaha...-Kaisar Febrianto Darmawan-
-To be Continue- :)
Mohon maaf jika update hari ini terlambat dan lebih sedikit. Karena jadwal kuliah yang lumayan padat hehe. Dan maaf jika awkward . thanks , selamat membaca:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall
RomanceYang namanya "Jatuh" itu selalu sakit . Begitupula dengan "Jatuh Cinta" . Menurut Steffani jatuh cinta itu sama saja seperti kau terbang ke langit untuk mengambil bintang yang paling bersinar , namun ternyata sinar bintang itu tidaklah nyata . Karen...