Suasana pagi ini yang diselimuti dengan perasaan cemas dan mencekamkan sangat terasa saat ini. Di sebuah lorong rumah sakit, lebih tepatnya di depan ruang persalinan. Seorang wanita berada di dalam sana, mempertaruhkan nyawanya yang seakan berada diambang hidup dan mati demi mengeluarkan sosok mungil yang berada di rahimnya. Buah cinta hasil pernikahannya yang selama ini ditunggu-tunggu akan kehadirannya.
Beberapa keluarga dan kerabat juga terlihat begitu cemas, terlebih sosok pria yang sedari tadi berdiri di depan pintu ruang persalinan, ia berharap pintu segera dibuka. Wajahnya terlihat lebih cemas dibandingkan yang lain, pikirannya kacau, dan bibirnya tak henti-henti melafalkan do'a untuk sang istri yang sedang berjuang sendiri di dalam.
"Bagaimana dengan Sania?" Suara Nina mulai terdengar saat dirinya muncul dari balik tikungan ruangan.
Ia baru saja tiba di Rumah Sakit, bersama Reno yang mengikuti di belakangnya. Setelah mendapatkan kabar bahwa Sania mengalami kontraksi yang sangat hebat, tanpa pikir panjang keduanya dengan cepat berangkat kembali ke Jakarta.
"Masih belum ada kabar lagi, Nin. Duduklah dulu, kau baru saja datang." Darlita mencoba menenangkan Nina, wajahnya terlihat sangat cemas karena mengkhawatirkan putrinya.
Rakha masih tetap setia pada posisinya, tidak mengurbis akan keadaan di sekitarnya. Bahkan ia masih belum menyadari akan kehadiran kedua orang tua Sania. Ia terlalu sibuk dengan perasaan dan pikirannya sendiri, mengingat Sania yang sedang menjalani proses persalinan secara normal tanpa didampingi dirinya.
"Tenanglah, Sania akan baik-baik saja." Reno menepuk pelan pundak Rakha. "Dia wanita yang kuat. " Rakha tersedak kaget saat mengetahui Reno yang berada di sampingnya.
"Eh, Ayah. Kapan datang? Maaf, Rakha nggak tau," Ujarnya sebari menyalami punggung tangan Reno.
"Ayah baru saja datang. Duduklah, kita berdo'a saja untuk keselamatan Sania dan bayinya," perintah Reno, Ia begitu perihatin begitu melihat wajah Rakha yang terlihat sangat lelah.
Rakha mematuhinya. Kini semua hanya terdiam di kursi tunggu sebari melafalkan do'a. Waktu sebenarnya berjalan dengan normal, tapi untuk saat ini seakan waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Sudah hampir 1 jam Sania berada di dalam, tapi masih belum ada kabar dari pihak dokter. Menunggu, itu yang hanya bisa mereka lakukan.
Suara decitan pintu berhasil membuat mereka refleks menegakkan kepala, melihat ke arah pintu ruang persalinan yang baru saja terbuka. Seorang suster menampakkan dirinya dengan sosok bayi mungil yang berada digendongnya.
Wajah Rakha yang awalnya sangat terlihat pucat kini mulai tampak menunjukan binar kebahagiaan. Dengan tidak sabar, ia bergegas menghampiri pintu ruang persalinan diikuti oleh beberapa orang di belakangnya.
"Selamat pak, Ibu dan Bayinya selamat," ujar suster tersebut. "bayinya sehat dan tidak ada satu pun yang kurang."
Diserahkannya sosok mungil nan suci tersebut kepada Rakha. Rakha dengan sigap menerimanya, berulang kali menciumi lalu memeluknya. Air mata sedikit terlihat di pelupuk matanya, menangis atas kebahagiaan yang ia dapatkan saat ini.
"Boleh saya menemui istri saya?" tanyanya, dan mendapat anggukan dari suster.
"Sini biar mama yang pegang, kamu temuin Sania dulu." Darlita yang tak sabar ingin menimang cucu pertamanya, mencoba mengambil alih dari Rakha.
"Eh, nggak bisa. Saya dulu yang gendong." Sekarang Nina ikut ingin mengambil alih cucu pertamanya juga. "saya oma-nya, lho."
"Lho, saya juga oma-nya." Darlita pun tak mau mengalah juga.
Rakha dan Reno yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa menghela napas sebari menggeleng pelan. Melihat kelakuan kedua wanita yang umurnya sudah memasuki usia lanjut tetapi masih bersikap seperti anak kecil yang sedang memperebutkan sebuah barang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Because Our Son
RomantikKarena dia, aku harus pergi dan rela kembali lagi. -Sania Aretha Abyasa. *** Hello ini cerita pertama gua di wattpad. Mohon dimaklumkan ya kalo feelnya kurang dapet. Masih tahap belajar soalnya. Happy Reading guys^^ Andaresta230