Part 20

6.1K 187 8
                                    

"Nyonya Sania, hari ini anda dan Azka sudah diizinkan dokter untuk pulang."


Sania sangat senang mendengar ucapan suster yang menanganinya tadi pagi. Hari yang ditunggu olehnya untuk kembali ke Rumah akhirnya tiba. Ia sudah tidak betah, terlalu lama di Rumah Sakit hanya membuat kepalanya semakin pening. Makanannya hambar dan Sania tidak terlalu bisa bebas menemani Azka sepanjang hari, hanya diberi beberapa jam sekali untuk memberi Asi.

Ruang perawatan selama Sania berada di Rumah Sakit sudah terlihat rapih, Darlita dan Nina sudah membereskannya sedari tadi. Rakha membantu Sania untuk turun dari ranjangnya, merangkulnya untuk berjalan. Azka sedang digendong oleh Yudha, Papa Rakha yang baru saja tiba dari Singapura tadi pagi. Sebari menggendong Azka, Yudha berbincang dengan Reno. Membicarakan Azka dan sedikit membahas masalah pekerjaan.

"Sudah selesai dibereskan semuanyakan?" tanya Rakha, masih dengan merangkul pinggang Sania.

"Biarkan Azka bersama Sania dulu." Darlita berbicara kepada suaminya, Yudha.

Yudha berjalan mendekat Sania, memberikan Azka untuk bersama Sania kembali, padahal ia baru sebentar menggendongnya.

"Cepat besar ya," dibelainya lembut pipi Azka. "nanti, kalo sudah besar,kita main golf bersama."

"tidak, Azka. Kita harus bermain badminton bersama nanti. Kakek yang akan ajarin kamu" ucap Reno tak mau kalah.

Ucapan Yudha dan Reno barusan membuat Sania terkekeh pelan. "Azka maunya main sepak bola, opa." Kali ini Sania yang menirukan suara anak kecil seperti yang Rakha lakukan kepada Sania beberapa hari lalu.

Yudha menampilkan ekspresi kecewanya, yang hanya sekedar candaan. "oke, tak apa. Asal jangan mainin wanita seperti papamu dulu, ya."

Yudha melirik Rakha, membuat Rakha sedikit tersedak dan merasa tak percaya apa yang barusan diucapkan papanya. Respon yang diberikan Sania hanya menatap Rakha sebentar, sedangkan Darlita sedikit terkekeh.

"tidak, itu hanya bercanda." Yudha dengan cepat menepis perkataannya, begitu menyadari respon Sania.

"Rakha tidak seperti itu, percayalah." Darlita merangkul Sania, seperdetik itu juga, ia menyikut lengan Yudha. "kau, jaga bicaramu ya." tegas Darlita.

"Ah sudahlah, ayo kita pulang. Kita tidak boleh terlambat sampai rumah." Nina memecah keadaan yang sempat canggung tersebut. "Aku tadi sudah menyuruh pegawai dirumah untuk memasak makan siang untuk kita semua."

"yasudah, biar saya panggilkan supir agar menunggu di depan." Reno bergegas turun ke Lobby Rumah Sakit lebih dulu.

Setelah Reno pergi keluar, mereka semua yang masih berada di dalam tak lama ikut menyusul. Baru beberapa langkah keluar ruangan pergerakan mereka terhenti. Terlihat beberapa pegawai rumah sakit berkumpul, membuat mereka sedikit bingung.

"Maaf, permisi. Bolehkah kita foto bersama Ibu Sania? Kami ingin menyimpan sebuah kenangan dengannya." Ujar salah satu wanita dengan sopan, sedangkan temannya yang lain terdiam dan dari matanya terpancar pengharapan.

"Oh, iya, baiklah." Sania menitipkan Azka kepada Nina.

"yasudah kalau begitu, kita duluan ke lobby. Rakha temani Sania terlebih dulu ya, nak." Ujar Darlita kepada Nina dan Yudha, mereka meninggalkan Rakha dan Sania untuk menuruti permintaan para pegawai rumah sakit.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Because Our SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang