part 8

11.4K 446 8
                                    

Sania POV

Aku kembali mengerjapkan mataku saat merasakan tamparan-tamparan kecil di pipiku. Seruan suara seseorang yang menyebut namaku membuatku sedikit menggerutu kesal. Aku berusaha membuka mataku, melihat keadaan sekitar. Penglihatanku masih sedikit buram, tanganku mengucek mataku perlahan mencoba menormalkan penglihatan.

Mataku menatap seorang pria bertubuh tegap, Rakha. Pria itu kini duduk disampingku yang sedang berbaring di ranjang tidur. alisku bertaut bingung. Dimana sekarang? penglihatanku mengedar keseluruh penjuru ruangan ini. Sangat tidak asing. Bahkan aku mengetahui. Tubuhku beranjak bangun dari posisi tidur dan menyenderkan punggungku pada sisi kepala ranjang.

Bibirku membentuk seutas senyum, saat melihat ruangan ini. Tidak ada perubahan. Ruangan yang hanya berukuran 4x5 m ini tetap terawat dengan baik. Cat dinding yang berwarna pink, serta didindingnya terdapat beberapa kertas warna-warni yang berisi harapanku dimasa depan. Indra penciumanku menangkap wangi lemon yang dari dulu aku gunakan untuk memberi aroma wangi diruangan ini.

" ini kamarku kan? Kenapa kita ke rumah ku? " ucapku dengan suara khas bangun tidur.

" ya ini kamarmu dan kita sekarang berada dirumah ayahmu bukan rumahmu " ujar Rakha dengan sedikit menekan kata 'Rumah ayahmu'.

" fine, maksudku itu. Kenapa kita tidak langsung ke butik? Oh dan dimana ibuku? " mataku melirik pintu kamar yang terbuka.

"Aku akan meminta izin dulu pada ibumu, apa dia akan mengizinkanmu kembali ke butik dalam kondisi hamil. Dan ibumu sedang keluar membeli sesuatu " aku mengangguk mendengar jawaban Rakha.

" kamarmu tidak berubah ya, masih sama seperti malam pertama kita dulu " ucap Rakha sambil terkekeh dan mengedarkan pandangannya melihat ruangan ini.

Kutolehkan kepalaku kesamping agar Rakha tidak melihat wajahku sekarang. Bibirku mengukir sedikit senyum, pipiku terasa panas. Sial, jangan sampai aku blushing – umpatku dalam hati. Mataku kembali menatap Rakha, aku tegelonjak kaget saat mengetahui wajah Rakha sudah sangat dekat denganku. Sejak kapan dia menatapku sedekat itu? – ucapku dalam hati.

Jantungku bekerja lebih cepat dari biasanya, saat tatapan kami bertemu. Rakha sudah sering melakukan hal ini bahkan lebih padaku, tapi entah kenapa Jantungku tidak pernah normal saat Rakha bersikap seperti ini padaku. Aku menolehkan kepalaku ke samping lagi, agar mata kami tidak bertemu dan supaya kerja jantungku kembali normal.

" kau blush sayang, apa yang kau pikirkan? Aku mengingat malam pertama kita disini huh? " bisik Rakha pelan tepat ditelingaku.

Tubuhku tercengang mendengar ucapan Rakha. " hey apa yang kau lakukan Rakha? menjauhlah, pintu kamar tak tertutup. Kalau ibuku melihat gimana? " ucapku masih dengan memalingkan wajah.

" kita sudah sah bukan? Ibumu tidak akan marah " balas Rakha santai.

Aku menundukan kepalaku, saat merasa nafas Rakha yang terasa tepat dipermukaan kulit leherku. Mataku terpejam saat merasakan bibir Rakha yang bergeriyang bebas dikulit leherku, menelusuri setiap incinya membuatku memekik tertahan, gelenyar-gelenyar aneh mulai terasa saat bibirnya mengecup leherku. Ia melakukannya dengan pelan penuh kelembutan. Tangannya tak tinggal diam, tangan Rakha bermain bebas ditekuk ku.

Aku sangat bernafas lega saat Rakha menghentikan ulahnya, matanya kini menatapku intens. Risih, segera mungkin aku mencoba untuk menundukan kepala tapi Rakha menahan daguku ia menegakkan wajahku agar menatapnya.

" apa yang kau – " ucapanku terpotong saat bibirnya menempel dibibirku.

Rakha mengecupnya perlahan, sesekali menggigit bibir bawahku mengisyarat agar aku membuka mulutku dan dia bisa bermain bebas didalam rongga mulutku. Tangannya menarik tekukku untuk lebih dekat dengannya. Dia masih berusaha agar aku memberi akses baginya untuk bermain disana. Tapi aku tetep kekeh untuk tidak membukanya. Ciumannya menjadi kasar tidak selembut tadi. Mungkin dia kesal – aku menyeriang dalam hati.

Because Our SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang