Part 17

11.6K 445 13
                                    

" Rakha !! " suara Sania menggema di seluruh penjuru ruangan.

Karena suaranya tersebut, Rakha yang semula sedang fokus membaca koran harian harus segera beranjak, menghampiri Sania yang sejak tadi memanggilnya. Rakha sedikit berlari, menemui Sania yang sedang berada di Dapur.

Hari ini, Rakha tidak pergi ke Kantor. Semalaman ini Sania selalu merasa perut dan kepalanya merasa sakit. Hingga Rakha harus siap siaga menjaga Sania sepanjang hari ini, mengingat tidak ada pekerja rumah tangga di Apartmentnya.

" Ada apa lagi? " sahut Rakha ketika berhadapan dengan Sania.

Sania terdiam, menatap Rakha sengit. " Aku lelah, kau masak sendiri aja. Jangan merepotiku. "

Mata Rakha terbelekak seketika. " Tadi aku sudah melarangmu untuk memasak, tapi kau menolaknya. Kenapa sekarang berubah pikiran? " ujarnya bingung.

Sania hanya menghela nafasnya, selepas itu pergi dari hadapan Rakha. " Jangan banyak protes, udah kerjain aja. Aku mau istirahat sebentar. " teriak Sania lagi, saat badannya sudah berbaring sempurna di sofa.

Rakha hanya menggelengkan kepalanya. Beberapa hari ini, Sania memang sedang begitu manja padanya. Tapi Rakha tidak mempersalahkan, karena mungkin itu efek kehamilan Sania. Dengan penuh usaha, Rakha melanjutkan pekerjaan memasak Sania. Beberapa macam sayuran sudah terpotong dan di tempatkan di mangkuk. Entah Sania ingin memasak apa tadinya, Rakha tidak tau.

Dengan penuh percaya diri, Rakha memulai semuanya. Menjadikan satu macam-macam sayuran tersebut dan menaruh beberapa bumbu dapur yang ia tidak ketahui namanya.

***

Sementara, sekarang Sania sedang asik menonton televisi yang menayangkan acara infotainment. Mulai dari gosip perceraian hingga kasus pelecehan sexsual , semua dibahas dalam acara yang Sania tonton.

Terkadang ia menceloteh sendiri, mengomentari setiap kasus yang ditayangan. Ia merasa geram akan sikap-sikap artis saat ini, yang terkadang lebih suka membuat sensasi dibandingkan karya.

" Paling Cuma nyari sensasi aja. Mau tenar jadinya kayak gitu. " komentarnya, sebari mengunyah roti tawar yang sebelumnya ia buatkan untuk Rakha.

" Sania, garam ada dimana? " teriak Rakha dari arah Dapur, membuat Sania mendengus sebal.

" Ada di Laci atas, cari aja. Awas jangan salah ngambil, aku udah kasih nama semua di tempatnya. " jawab Sania, tanpa memandang ke arah Dapur. Matanya masih terfokus pada televisi di depan sana.

Ia kembali terfokus, tidak memperdulikan suara-suara bising dari arah dapur. Mulai dari suara panci jatuh sampai suara rintihan Rakha yang entah apa penyebabnya. Fokusnya tiba-tiba terbuyar, saat bel berbunyi. Lagi-lagi Sania mendengus sebal, waktu santainya harus terusik kembali.

" Rakha, kayaknya ada tamu di luar. Coba tolong buka pintunya. " pintanya.

" Buka sendiri bisa 'kan. Aku lagi sibuk, berbagi tugas dong, Sania. " suara Rakha terdengar memelas, membuat Sania terkekeh geli. Kapan lagi bisa ngerjain Rakha - pikirnya saat ini.

Dengan langkah malas, Sania bangkit dari posisinya, berjalan mendekati pintu untuk mengecek siapa tamu yang telah mengganggu waktunya saat ini. Alis dan keningnya mengerut, saat pintu telah sepenuhnya terbuka. Tidak ada seseorang pun di luar. Ia kembali memastikan, kepalanya ia tolehkan ke kanan dan kiri. Tapi tetap sama, tidak ada siapa pun. Lantas siapa tadi? .

Tidak ingin berpikiran yang bermacam-macam, Sania segera menutup pintunya kembali. Tapi pergerakannya tertahan, saat matanya melihat sebuah kotak berwarna merah berada tepat di bawah pintu. Sania mengambilnya dan menatap heran. Hari ini tidak ada hari spesial.

Because Our SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang