Part 7

13.9K 510 3
                                    

Sania POV

Cahaya matahari yang menyilaukan menusuk mataku, perlahan mataku membuka sempurna saat menyadari kalau hari sudah mulai siang. Ku renggangkan tanganku keatas , untuk merilekskan otot-otot tubuhku. Aku membalikkan tubuhku, untuk melihat Rakha apakah ia sudah terbangun? Mataku terbelekak saat menyadari bahwa Rakha tidak ada.

Kemana dia? Apa sudah pergi kekantor? Memangnya pukul berapa sekarang? – ucapku dalam hati

07.45, angka itu yang kulihat saat melirik jam weker yang berada disampingku. Bibir ku mengembang, menghasilkan seutas senyum. Senyum kebahagian? Tidak. Aku tersenyum miris, saat mengingat kejadian tadi malam. Masih terlintas di otakku saat Rakha mengabaikan pertanyaanku dan malah menunjukkan sikap dinginnya.

" kau sangat marah? Sampai-sampai kau tak membangunkanku dan memilih pergi kekantor tanpa meyapaku terlebih dahulu? " aku berbicara seolah Rakha sedang ada dihadapanku.

Aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya. Tenggorokanku terasa kering dan perih. Air. Aku butuh itu! Tanganku menggapai rambutku yang terurai lalu mencepolnya asal. Perlahan, tubuhku beranjak dari tempat tidur untuk menuju dapur dan segera mendapatkan air. Tunggu, langkahku terhenti saat berada didepan cermin. Mataku menatap bayangan diriku didepan sana. Lagi-lagi aku tersenyum miris.

Kacau. Satu kata yang tergambar saat aku menatap diriku sendiri dihadapan cermin. Sungguh, aku hampir tak mengenali diriku sendiri. Dibawah mataku tercetak jelas kantung mataku yang membengkak, hidungku yang memerah, wajahku pun terlihat sangat kusam, serta rambutku sangat tidak teratur.

Prangggg!

Tubuhku tergelonjak kaget saat mendengar suara sesuatu dari luar kamar. Oh astaga, apa itu maling? Aku mulai panik, bagaimana jika benar itu maling? Mataku mengedar keseluruh penjuru kamar untuk mencari sesuatu. Mataku terhenti saat melihat sebuah tongkat yang berada didekat jendela, dengan cepat aku mengambil tongkat itu dan kembali berjalan untuk keluar dari kamar. Aku mengambil ancang-ancang saat sudah sempurna keluar dari kamar, tongkat yang tadi diambil ku genggam erat dengan kedua tanganku.

Kembali ku endarkan pandanganku saat berada diruang tamu, tidak ada siapapun. aku bernafas lega. tapi kelegaan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, telingaku kembali menangkap suara sesorang yang merintih menahan sakit. Tubuhku menegang. Suara itu berasal dari dapur. Aku memberanikan diriku untuk melangkah menuju dapur.

    Langkahku terhenti saat melihat seorang pria yang berada didapur dengan posisi memunggungiku. Hey, aku mengenali tubuh tegap itu. aku tidak mungkin salah. Tapi untuk apa ia berada didapur ? seharusnya ia berada dikantor sekarang.

" Rakha? " ucapku pelan.

Pria itu mematikan kran air dan membalikkan tubuhnya menghadapku. Aku terdelik kaget, saat melihat wajah pria tersebut. Benar, itu Rakha. Rakha tersenyum manis padaku, senyum yang ia berikan pagi ini sangat membuatku melayang dan sedikit tercengang.

" rupanya kau sudah bangun sayang " suara Rakha seakan menyadarkanku. Aku melihat Rakha yang bertengger santai disisi westafel dengan kedua tangannya yang ia lipat didadanya.

" ah tunggu, untuk apa kau membawa tongkat? " sambungnya lagi. Rakha berjalan mendekat kearahku serta matanya yang terus melirik ke tongkat yang kubawa.

Apa tongkat ini lebih menarik dariku? – gerutuku dalam hati.

" tadi kufikir ada maling, maka dari itu aku membawa tongkat ini untuk berjaga-jaga " balasku santai.

Aku melihat Rakha yang terkekeh mendengar ucapanku barusan. " lagi pula untuk apa kau berada didapur? Harusnya kau sedang berada dikantor sekarang " sambungku lagi dengan nada ketus.

Because Our SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang