Thalia menghabiskan seluruh waktunya di rumah sakit. Ia mengabaikan panggilan dari Mama-nya yang mengajak untuk makan malam, Thalia bahkan mengabaikan seluruh chat masuk dari kakaknya. Untuk sekarang, Thalia ingin sendirian. Ia ingin menata kembali perasaannya agar tidak merusak kehidupan sosialnya. Jadi ia berharap dengan pergi makan di luar seorang diri, akan membuat perasaannya menjadi lebih baik.
Dan sialnya, ia bertemu dengan Bryan dan juga Max.
Ia terpaku ketika kedua pria itu mendekatinya, terutama Bryan. Pria itu menatapnya dengan seringai yang tidak pernah di tunjukkan sebelumnya. "Kau ingin makan siang bersama kami?" tanya Bryan santai dengan tangan menggandeng Max.
"Ayo Thalia, kita makan bersama." Max melepaskan genggaman tangan Bryan dan menarik tangan Thalia. "Tadi Bryan menjemputku di sekolah dan kami akan makan Fettucini di sini. Kau pasti menyukainya!"
Tidak...
Thalia tidak mau melakukannya. Ia tidak mau bertemu dengan Bryan. Ia tidak mau duduk berdampingan dengan pria itu. Dan ia tidak mau lagi terlena dengan mata biru pria itu. Tapi alih-alih mengatakan hal itu, Thalia malah mengangguk. Karena walaupun untuk dirinya sendiri, Thalia tidak bisa melihat kekecewaan di mata Max.
Karena hanya Max yang tidak bisa di kecewakannya...
"Baiklah, kau mau makan apa Max?" tanya Thalia. Dan hal itu membuat seringai besar di bibir Max hingga membuat Thalia berpikir bahwa duduk berdampingan dengan Bryan Crawford selama satu jam tidak akan menyakiti siapapun.
⃰
Sepuluh menit kemudian, setelah mereka memesan makanan satu sama lain Thalia ingin menarik kembali ucapannya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bahagia melihat senyum pria itu, Thalia tidak bisa menahan dirinya untuk berharap. Dan lebih dari itu, Thalia tidak bisa menghentikan dirinya untuk melihat kearah jemari Bryan.
Sebuah cincin melingkar di jemari tengah. Cincin polos yang senada dengan Adrian. Dan sekali lagi Thalia di hadapkan pada sebuah kenyataan bahwa ia bukan bagian hidup pria itu. Hal itu membuat hatinya sakit.
Max yang tidak mengerti apapun, menggulung Fettucini-nya dengan garpu dan dengan tenang berkata, "Kenapa kalian berdua tidak menikah saja?" Saat tidak ada satupun dari mereka yang menjawab, Max melanjutkan ucapannya. "Karena bukankah kalian berdua belum menikah? Jadi kenapa tidak menikah saja?"
"Max, tidak semudah itu." Bryan mengacak-acak rambut Max gemas. "Menikah tidak semudah yang kau bicarakan, Max."
"Memangnya sulit, Bry?"
"Tentu saja. Cinta adalah salah satu contohnya, seperti ayah dan ibumu. Mereka menikah karena saling mencintai," jelas Bryan dengan senyum kecil. "Dan sayangnya, aku tidak mencintai Thalia seperti ayahmu mencintai ibumu, Maxy. Begitupun dengan Thalia, dia juga tidak mungkin mencintai aku. Jadi hal bodoh seperti pernikahan tidak akan pernah terjadi."
Aku mencintaimu...
Thalia menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan perasaannya. Ia mencengkram rok baby blue-nya hanya untuk menahan perasaannya. Pria itu menjelaskan segalanya dengan begitu sempurna, dan Bryan tidak akan pernah sadar kalau ucapannya telah menyakiti perasaan Thalia dengan begitu sempurna-nya.
Tentu saja Thalia tahu kalau bagi Bryan hanya ada Thalia dan Adrian. Hanya kedua orang itu yang menempati hati Bryan selama ini dan tidak pernah ada dirinya. Demi Tuhan Thalia Tjandrawinata sampai kapan kau mau mempermalukan dirimu sendiri? Sampai kapan kau akan sadar, bahwa tidak semua cerita akan berakhir dengan happy ending.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man Who Can't Fall In Love
Romantizm[Dalam proses penerbitan] Highest rank #10 romance Highest rank #9 romance 210717 About Thalia Tjandrawinata & Bryan Crawford Part 1-10 = Public Part 11 - end = Private Andai...