27

54.1K 5K 296
                                    

Kebahagiaanku simple, kau hanya perlu tersenyum walaupun tidak mencintaiku.

—Thalia Tjandrawinata.

Awalnya Bryan berencana untuk tidak memikirkan Thalia setelah apa yang mereka lakukan semalam. Tapi malangnya, Bryan juga tidak bisa bekerja dengan baik di balik meja kerjanya. Walaupun seketarisnya sudah memberikan jadwal apa saja yang akan di lakukannya hari ini, ia tidak merasa ingin melakukannya.

Alih-alih melakukan hal itu, Bryan malah memutar video yang di kirimkan oleh Harrison diam-diam. Ia melihat bagaimana Thalia terlihat begitu bersemangat memakan es krim vanilla-nya bersama dengan Adenna Hawkes. Ia bisa melihat bagaimana wanita itu dengan penuh perasaan melihat seorang ibu yang tengah menggandeng tangan anaknya.

Matanya, tingkah lakunya dan...mungkin semuanya adalah apa yang membuatnya mencintai wanita itu.

Begitu pintu kantornya terbuka begitu saja tanpa ketukan, Bryan langsung menutup video yang muncul di layarnya. Ia langsung berdiri ketika melihat Ivy Tjandrawinata memasuki ruangannya dengan gerakan anggun yang begitu terlatih. "Aku tidak mendengar kau masuk, Ivy."

"Aku sudah mengetuk pintu berulang kali, bahkan sekretarismu sudah membantuku melakukannya. Tapi kau tidak merespon." Ivy mengendikkan bahunya dan tersenyum, "Jadi, aku langsung masuk dan menyuruh sekretarismu untuk kembali melakukan pekerjaannya."

"Maafkan aku. Tadi aku begitu sibuk sampai tidak–"

Ivy mengangkat sebelah alisnya dan ia tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Ia datang untuk membuat Bryan menyadari bahwa mencintai Thalia bukanlah sebuah kesalahan dan menjauhi wanita itu tidak bisa dijadikan jawaban. Bryan telah salah dan Ivy ingin pria itu menyadarinya. Ia menghela nafas panjang dan langsung berkata, "Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."

Ketika Bryan tidak menjawab, Ivy kembali berkata, "Biasanya kau akan bilang kalau kau akan melakukan apapun untukku, Bry. Apakah kali ini kau tidak akan mengatakannya?"

"Tidak, karena aku tidak bisa melakukan apapun untukmu, Ivy."

"Tidak?" Ivy mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan jawaban Bryan. "Sepertinya kau sudah tahu apa yang hendak kukatakan?"

"Kami memang sudah tidur bersama. Jika itu yang ingin kau dengar." Bryan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan kembali berkata, "Tapi hal itu tidak akan membuatku menikahi puterimu, Ivy. Maafkan aku."

"Aku tidak akan pernah bisa menerima keputusanmu jika bukan hal itu yang kau inginkan, Bry. Aku maupun suamiku sama-sama mengetahui seperti apa dirimu dan bagaimana kau terlihat tak acuh namun mencin–"

"Aku tidak mencintainya!" Bryan kembali duduk di balik meja kerjanya dan menghela nafas panjang. "Aku tidak bisa terus melakukan hal ini, Ivy. Aku akan bertanggung jawab kalau memang itu yang di perlukan tapi aku tidak akan menikahinya."

Untuk sejenak Ivy menatap pria yang duduk di balik kursi kebesarannya, di mana pria itu bisa bersikap sok dingin dan tidak perduli walaupun Ivy tahu seperti apa pria itu sebenarnya. Pria itu tidak terlihat kuat melainkan rapuh, dan Ivy bisa melihat sosok rapuh itu dengan jelas dari aura yang di pancarkan oleh Bryan.

Ia berjalan mendekati Bryan dan mengelus puncak kepala pria itu dengan lembut.

"Dia bisa saja membencimu, tapi dia tidak melakukannya," ucap Ivy. "Kalau kau tidak mencintainya karena cinta, anggap saja kau menikahinya demi calon buah hatimu."

Ucapan itu membuat tubuh Bryan menegang dan Ivy bisa merasakannya. "Kau tidak pernah berpikir mengenai hal itu saat kau tidur bersamanya?" tanya Ivy lagi.

The Man Who Can't Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang