30

65.2K 5.3K 221
                                    

"Jadi, saya sangat mengharapkan system ini di setujui oleh para dewan menteri dan segera di implementasikan di Dubai," ucap Rasjid Attar Al Qassam. Dan ia menatap wajah Bryan Crawford yang tatapannya terus terpaku pada seorang wanita yang tengah berkutat dengan ponsel di seberang ruangan yang di batasi dengan jendela kaca. Sambil tersenyum geli Rasjid berkata,"Kalau anda memiliki hal penting untuk di pikirkan, mungkin kita bisa mengatur ulang pertemuan ini."

Bryan langsung menoleh kearah Rasjid dan bertanya dengan bingung. "Apa?"

"Di negaraku, istri tidak di perkenankan untuk memasuki ruangan kerja." Ketika Rasjid berkata begitu, Bryan langsung menegakkan tubuhnya dan hendak memberitahukan bahwa istrinya berhak sepenuhnya masuk kedalam ruang kerjanya. Namun sebelum Bryan sempat mengucapkan apapun, Rasjid menambahkan, "Karena keberadannya membuat kita kehilangan konsentrasi."

Bryan tercengang dengan penuturan itu.

"Karena keberadaannya membuat kita menginginkan rumah lebih dari pada kantor atau tender dengan perusahaan lain. Bukan begitu?" Tanya Rasjid sambil tersenyum. Ia mengangkat tangan sedikit dan salah satu anak buah kepercayaannya langsung menghampirinya. "Kita akan istirahat selama lima belas menit. Mungkin segelas kopi bisa menyegarkan pikiranku."

"Akan saya bawakan—"

Rasjid menggeleng. "Kita pergi bersama saja." Lalu Rasjid menoleh kearah Bryan yang kini sudah berdiri dan kembali berkata, "Kita akan kembali lagi setelah istirahat siang. Bukan begitu, Mr. Crawford?"

Dengan patuh Bryan mengangguk dan mempersilakan Rasjid untuk meninggalkan ruangan meeting bersama dengan anak buahnya. Lalu tatapannya kembali ke Thalia yang kini tengah menulis sesuatu di atas kertas sambil menghubungi seseorang. Tanpa berpikir dua kali, Bryan mengambil ponselnya di dalam saku, membuka beberapa kunci untuk mengakses CCTV di ruangan Thalia.

"Pasien itu mengalami kejang-kejang bukan karena obat yang kau berikan, Na. Pasti ada beberapa faktor lain yang—"

Begitu Bryan mendengar percakapan tersebut, ia merasa tidak senang dan langsung menutup ponselnya. Dengan langkah cepat ia berjalan membuka pintu hingga membuat Thalia terkejut namun berusaha mengabaikan pria itu yang kini berjalan mendekatinya.

Merasa tidak di perdulikan, Bryan langsung menyambar ponsel Thalia dan mematikannya. Sebelum wanita itu memprotes, Bryan langsung membopong Thalia sambil berkata, "tidak boleh terlalu lama memegang ponsel."

Alis Thalia terangkat tinggi dan hendak memprotes namun lagi-lagi Bryan berkata, "Seorang istri juga tidak boleh emosi apalagi hanya karena suaminya menyuruhnya istirahat."

Dan ucapan itu berhasil membuat Thalia terdiam. Lalu Bryan mengambil kesempatan tersebut dengan membawa wanita itu ke salah satu sofa dan membuka beberapa bungkusan buah yang sudah di siapkan oleh sekretarisnya. "Makan," ucap Bryan sambil menyodorkan buah potong tersebut kepada Thalia.

"Meetingmu sudah selesai?" tanya Thalia bingung.

"Aku bisa melanjutkan meetingku nanti, Li." Bryan menusukkan garpu ke potongan semangka dan menyodorkannya kepada Thalia. "Kenapa kau terus menelepon hingga satu jam?"

"Well, ini karena asistenku belum bisa sepenuhnya mengambil alih—"

"Kau bisa kelelahan."

Pernyataan itu membuat Thalia sedikit bingung. Ia mengernyitkan alisnya dan bertanya, "Ada apa Bry?" Ketika Bryan tidak menjawab pertanyaannya, Thalia kembali bertanya, "Tidak biasanya kau mengkhawatirkanku. Biasanya aku malah lembur sampai pagi dan kau tidak akan perduli."

The Man Who Can't Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang