29

53.9K 5.4K 264
                                    

Bagi semua wanita, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Sesuatu yang hanya di lakukan sekali seumur hidup, tapi bagi Thalia melihat Bryan tertidur di sampingnya dengan tenang tanpa kerutan di dahinya merupakan hal yang tak tergantikan.

Seminggu yang lalu mereka menikah dan hal nyata yang di beritahukan oleh pengacara adalah bahwa seluruh kekayaan Bryan akan menjadi milik Thalia termasuk sistem CP I dan CP II. Lalu Thalia juga akhirnya mengetahui bahwa Harrison yang pernah menyelamatkannya adalah penjaga nya. Dan ketika ia sudah membaca seluruh dokumen dari pengacara, tidak ada satu hal pun yang di bantah oleh Thalia kecuali peraturan nomor terakhir, bahwa mereka akan tidur di ranjang terpisah.

Thalia bersikeras tidak mau point itu ada di dalam perjanjian. Dan setelah berdebat dengan Bryan, akhirnya pria itu menghapus point tersebut.

"Apa kau selalu bangun pagi dan tidur larut?" ucap suara serak di sampingnya.

Tanpa sadar Thalia tersenyum lebar dan menggeleng, mana mungkin ia bisa berkata jujur kepada Bryan kalau ia terlalu bahagia untuk menutup mata dan takut kalau pernikahan mereka tidak pernah terjadi jika ia tidur? Untuk menjawab pertanyaan Bryan, ia mengulurkan tangan dan mengelus rahang pria itu.

"Kau aktivitas pagiku," ucap Thalia sambil kembali menyurukkan kepalanya di dada pria itu. Ia menghirup aroma Bryan dalam-dalam dan merasa bahagia setengah mati. "Aku suka aromamu..."

"Aromaku adalah aroma orang yang belum mandi, Li," jawab Bryan serak.

"Tidak peduli. Tetap saja aromamu menenangkan."

Tanpa menjawab atau menyanggah ucapan Thalia barusan, Bryan mengelus pundak telanjang Thalia dan diam-diam ikut merasa senang. Jika wanita itu memang senang dengan aromanya dan merasa aromanya menenangkan wanita itu maka Bryan akan membiarkan Thalia memeluknya sesuka hati.

Bersama Thalia, ia tidak perlu berkata-kata, seolah-olah wanita itu langsung mengetahui apa saja yang ada di pikirannya. Seperti—"Kau belum boleh berangkat ke kantor hari ini," ucap Thalia dengan posisi yang tidak berubah.

Bryan tersenyum miring, "Aku belum berkata apapun."

"Kita masih dalam suasana pengantin baru," ucap Thalia bersikeras.

"Pekerjaan tetap pekerjaan, Li. Aku harus datang karena ada meeting dengan tamu penting dari Dubai. Aku tidak bisa membatalkan janji temu ini karena—"

"Fine," jawab Thalia cepat.

Lalu wanita itu turun dari ranjang dan berjalan kearah kamar mandi. Melihat hal itu, langsung saja Bryan memposisikan tubuhnya menjadi duduk. Ia menatap kepergian Thalia dan sebelum wanita itu masuk ke dalam kamar mandi, Bryan langsung mengernyit. "Fine? Jadi, kau tidak lagi mencegahku atau—"

Thalia memutar tubuhnya dan mengernyit bingung.

"Kau ingin ke kantor karena ada pertemuan dengan klien. Untuk apa aku mencegahmu?" tanya Thalia bingung dengan pertanyaan pria itu. Lalu ia tersenyum miring," Aku tidak sedang merengek, Bry."

"Aku pikir—"

"Tapi aku akan ikut," jawab Thalia lagi.

Kali ini Bryan mengernyitkan alisnya dengan bingung. Ia belum terbiasa dengan Thalia yang ini. Bagaimanapun yang ia lihat adalah sosok wanita itu yang pengertian dan sabar. Sampai sekarang pun Bryan masih melihat Thalia dengan sosok pengertian yang sama, tapi kini ia melihat kekeraskepalaan yang selama ini di tunjukkan oleh Warren Tjandrawinata.

The Man Who Can't Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang