Hinata bisa merasakan hembusan angin yang menyusup masuk ke dalam ruangan. Bergerak mulus seperti pikirannya yang kemudian pergi dan berganti dengan keseriusan. Dia tidak dalam keadaan siap menerima kunjungan Kaisar. Ada terlalu banyak rahasia di Mutiara Emas yang ingin dia simpan bahkan dari para pelayan dan dayangnya.
Rencana awalnya adalah mencaritahu keberadaan Kaisar, menemuinya untuk berdiskusi dengannya.
Jantung Hinata berdegup ketakutan, tapi napasnya tetap teratur. Ada pengaturan yang baik dalam dirinya. Itu salah satu hal yang selalu diperhatikan Hinata dalam tiap latihannya.
Sasuke berdiri dengan sabar, menunggu Hinata bergerak menjauh dari meja bacanya.
"Y-Yang Mulia ..."
"Kau pasti terkejut, Hoshako."
"Hamba ..." Hinata berusaha keras untuk tidak gugup. Namun, pada kenyataannya, mengatur ekspresi dan sikap jauh berbeda dengan berbicara. "Hamba sempat mengira bahwa Anda ..."
"Dayangmu mencariku," sahut Sasuke. Masih berdiri dan mulai merasa terganggu dengan posisi mereka.
Hinata masih belum menyadari kesalahannya. Dia berdiri pelan-pelan, menangkap pergerakan kecil Sasuke yang menggeser kaki kanannya. Telinganya sedikit mencuat di balik rambut panjangnya. Sang selir membungkuk lalu cepat-cepat menghampiri Kaisar, mencegahnya berjalan lebih jauh ke dalam ruangan.
"Apa yang sedang kaubaca?"
"Ah ... Hamba ..." Kalimatnya yang tersendat-sendat tidak membantunya sama sekali. Hinata berpikir cepat dan hanya bisa menciptakan alasan seadanya. "Balairung sudah dibuka kembali hari ini. Hamba merasa benar-benar ada di sini setelah melihat ruangan indah yang luas itu, kemudian tiba-tiba saja hamba penasaran dengan Mutiara Emas."
Sikap Sasuke berubah, dia tidak lagi waspada dan berpikir terlalu banyak. "Butuh waktu lama untuk membereskan kekacauan di sana."
"Tidak mengapa, Yang Mulia." Hinata tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Dengan cara ini dia tahu, laki-laki akan mudah penasaran. Sikap malu-malunya adalah sebuah sikap alami yang selalu dianggapnya sebagai sebuah berkah. Khususnya dalam situasi yang seperti ini.
"Berkenankah Anda menikmati teh sebelum istirahat?"
"Itukah tujuanmu mencariku, Hoshako?"
Sasuke ingin mendengar sesuatu yang bisa membuatnya dihargai. Mata hitamnya jelas memperlihatkan keinginan itu, seperti anak-anak yang menanti pujian.
Dan Hinata tak melewatkan petunjuk itu. "Hamba ... m-merindukan Anda, Yang Mulia."
Hanya satu kalimat, dan Sang Putra Langit telah berada dalam genggamannya.
Selama sesaat, Hinata merasa kasihan pada laki-laki hebat yang diidamkan banyak wanita itu. Di sisi lain, ia menyingkirkan rasa simpati dan memutuskan untuk melanjutkan rencananya.
Untuk saat ini, Hinata ingin mempelajari keadaan terlebih dahulu. Sadar bahwa dirinya selalu mudah terpengaruh, Hinata merasa dia perlu membangun kekuatan dari dirinya sendiri. Hinata juga perlu pendukung sebelum memilih pihak mana yang akan ia serahkan kesetiaannya. Ini memang bukan rencana jangka panjang. Tapi setidaknya masih lebih baik daripada tak punya rencana.
Wajah Hinata yang menunduk kemudian menerima sentuhan tangan halus Kaisar. Aroma tubuhnya yang harum menyelimuti Hinata dengan tenang. Sesaat kemudian, mata hitamnya menjadi hal yang dipandangi Hinata. Ia bisa merasakan pipinya memanas, entah datang dari dirinya atau temperatur tubuh Kaisar yang menjalar ke telapak tangannya. Jari-jarinya yang lentik dan panjang menutupi seluruh pipi Hinata. Laki-laki yang telah begitu siap untuk membuka dunia dan memberikannya pada gadis mungil di hadapannya itu kini terlihat laksana menara kepastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress of the Sun
FanfictionREPUBLISHED.:Hinata-centric:. Dalam genggaman kekuasaan, Sasuke terbelenggu. Dalam ketidakberdayaan, Hinata berkuasa. Dalam limpahan kebebasan, Itachi mengorbankan segalanya. AU. SasuHina.