-Part 4-
The First Born
.
.
Edo berkembang pesat seperti proses pendakian yang tanpa hambatan. Jalanan dipenuhi jin-riki-sha—pedati bertenaga manusia. Ditarik laki-laki bertato yang dengan lantang berteriak untuk meminta jalan. Kebanyakan bertelanjang dada. Ada juga yang hanya mengenakan pakaian katun seadanya. Kain putih tebal diikatkan di seputar kepala. Mereka berlari menembus kepadatan kota. Mempertontonkan kecepatan pada penumpang yang kebanyakan adalah geisha yang datang untuk berlatih tarian.
Laki-laki yang berpotongan rambut chomage semakin jarang, dan kebanyakan telah memangkas rambut mereka dengan gaya jangiri. Tak ada lagi pedang samurai di pinggang para pejuang. Mereka menyimpan senjata mereka dan mengikuti arus perubahan dan pencerahan.
Kebanyakan laki-laki mengenakan kemeja dan setelan jas berwarna gelap. Sisanya hanya mereka para pedagang yang masih terjebak dalam balutan busana kuno yang sulit untuk digantikan. Terlebih dengan harga sutera yang mahal sebagai bahan utama setelan jas dan rompi.
Kekaisaran telah menjadi bukti nyata sebuah dunia baru telah benar-benar membentangkan permadaninya di Edo.
Jalanan padat dengan lalu-lalang orang-orang asing berpakaian kolonial. Orang-orang dari Jerman, Rusia, Prancis, dan Inggris bebas keluar masuk pelabuhan. Pelaut-pelaut berambut pirang berseragam kelasi membentuk kelompok. Setiap malam terlihat memilih satu sudut di bar atau kedai sushi yang juga menyediakan sake terlezat.
Para perempuan masih banyak yang mengenakan kimono. Tapi lebih banyak lagi yang memilih gaun-gaun klasik Eropa dengan rok berdesir yang manis. Renda-renda di tepian payung, warna-warni sepatu yang sepenuhnya menutup kaki, sarung tangan cantik yang mewah, dan sanggul-sanggul yang kini digantikan rambut-rambut sebahu bergelombang dan pita penghias beraneka warna di kepala-kepala para wanita.
Pendidikan semakin membebaskan peserta didiknya. Kini perempuan diperbolehkan sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Perekonomian berubah-ubah seperti air dalam wadah yang berpindah-pindah. Sektor-sektor usaha baru menjamur di mana-mana.
Modernisasi menyerang seperti gelombang besar yang melenyapkan sisa-sisa keshogunan yang dulu kolot dan kaku. Rasanya Edo telah berubah sepenuhnya menjadi kota yang benar-benar baru.
Ibukota tak lagi menggeliat, melainkan telah sepenuhnya bangun dari keterpurukan akibat kekalahan shogun dalam Perang Saudara.
Di sisi lain kota Edo yang lebih tenang, sebuah rumah berdiri. Kediaman pribadi Tobirama pagi itu tenang dan sepi. Hampir semua orang berada di lingkungan istana, hanya menyisakan beberapa orang pelayan dan prajurit pribadi penjaga gerbang. Malam ini Upacara Bulan akan diadakan. Dan setelahnya, Malam Perayaan Festival Bulan yang nantinya juga diisi dengan acara khusus bagi keluarga kekaisaran untuk bertemu dengan rakyat.
Di sebuah ruangan yang luas dan kosong, tampak futon yang terlipat rapi diletakkan di sudut ruangan. Pintu shoji-nya terbuka lebar. Pemandangan yang terhampar di halaman dari pintu shoji itu dipenuhi meja-meja kayu yang menjadi tempat pot-pot keramik berisi bonsai. Helaian daun dan ranting-ranting yang baru saja dipotong berserakan di sekitar pot.
Itachi duduk di serambi, bersandar pada pilar kayu. Kakinya dipijakkan di undakan batu. Di pangkuannya, seekor kucing betina berbulu putih tertidur.
Pandangannya tak berganti dari ranting-ranting yang masih tergeletak di permukaan meja. Sebagian besar daunnya masih segar. Tapi pucuk-pucuk yang tumbuh di ujung ranting-ranting itu tak dibutuhkan. Filosofi bonsai yang tak sepenuhnya dipahami Itachi berubah menjadi sebuah konsep yang lebih familiar. Bila ranting yang kanan diibaratkan sebagai Kaisar, dan yang kiri sebagai Permaisuri, sementara yang di puncak adalah dirinya, maka sudah jelas, dia tak membutuhkan kedua ranting di kanan dan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress of the Sun
FanfictionREPUBLISHED.:Hinata-centric:. Dalam genggaman kekuasaan, Sasuke terbelenggu. Dalam ketidakberdayaan, Hinata berkuasa. Dalam limpahan kebebasan, Itachi mengorbankan segalanya. AU. SasuHina.