Chapter 19

2.2K 275 8
                                    


Suara gegap gempita terdengar bagai langkah kehidupan yang berderap mengejar masa depan. Sorak sorai membahana ketika kedua mempelai dipersembahkan di serambi megah Istana Utama.

Rakyat dari beragam strata tumpah ruah di halaman luas istana. Mereka melambai dan meneriakkan nama keduanya.

Kaisar dan Permaisuri tampak berkilauan. Dua manusia utama yang menjadi pusat perhatian semua orang. 

Ibu Suri terlihat duduk di kursi kehormatan, menahan air mata dan terdiam. Sebuah senyuman terpahat sempurna di wajahnya, mensyukuri hari ini dan berharap dewa mau memperpanjang kebahagiaan putranya lebih lama lagi.

Langit biru membentang luas. Angin berembus lembut dan tenang. Cahaya hangat sinar matahari menyirami setiap orang. Kebahagiaan mengalir ke setiap sendi dalam tubuhnya, menyusuri setiap tulang dan membangkitkan perasaan lega dalam dirinya. 

Itachi berdiri tegap tak terbantahkan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia yakin ia telah tiba di titik akhir penantian panjangnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia merasakan ia telah berada di tempat yang tepat.

Di sisi Hinata.

Di antara sesaknya rakyat yang berdiri di sana tanpa persiapan, Sasuke berdiri dan menengadah untuk memandang dua manusia agung yang berada di luar jangkauan. Kegetiran membanjiri jiwanya yang hampa. Ia merindukan tapi tak ada yang bisa ia lakukan.

Sasuke sengaja mengenakan baju sederhana berciri khas pengelana yang tak mencolok. Kulit putih wajahnya tercoreng lumpur kering yang sengaja ia oleskan seolah ia berlapis debu. Ikat kepala dari sehelai kain katun abu-abu melilit di seputar keningnya. Dia hanya akan tampak seperti seorang laki-laki yang tak perlu dipedulikan. Ia tak akan dicurigai siapapun.

Ia juga tak dilindungi, hanya sebilah belati kecil terselip di ikat pinggangnya. Itupun nyaris disingkirkan prajurit penjaga yang memeriksanya di gerbang masuk.

Ketika Kaisar dan Permaisuri selesai dengan sapaan mereka di serambi, sekelompok orang yang terdiri dari dua orang dayang dan dua orang kasim menghampiri keduanya. Mereka lalu menggiring kedua mempelai masuk. Upacara penobatan telah selesai dan kini saatnya kembali terkunci di balik kesempurnaan lagi.

Selama sesaat, Sasuke merasakan hatinya ditarik sesuatu yang kuat. Hatinya terasa sakit karena kecemburuan tak kunjung berhenti menarik-ulur perasaannya dengan kejam. Dia mencoba untuk mencari ketenangan dengan mengatur napasnya.

Dorongan dan teriakan dari orang-orang di sekitarnya memaksa Sasuke semakin terjerembab dalam kubangan yang hina. Ia tak seharusnya memiliki perasaan ini.

Ia menyingkir dan menjauh. Tak lagi punya kuasa bahkan untuk bertahan di sana di antara keramaian. Menyembunyikan identitasnya dan memuaskan rasa ingin tahunya dengan datang sendiri dan melihat Hinata lagi.

Bukan karena ia puas saat Sasuke memutuskan untuk meninggalkan halaman utama istana. Ia sudah tak lagi sanggup bertahan melawan terpaan ketidak-adilan ini. Energinya telah terkuras banyak hanya dengan berdiri dan mempertahankan keberadaannya di sana sebagai orang biasa. Sasuke telah menyerah. Dunia sudah tak lagi memihaknya.

Saat itu, langkah Sasuke terhenti ketika suara sorak merendah digantikan bisikan. Ia menoleh, menemukan Hinata memandangnya dengan tatapan ragu. Semua orang di sekitar Sasuke bertanya-tanya apa yang terjadi pada permaisuri baru mereka. Sasuke yakin Hinata tak akan bisa mengenalinya. Tapi kemudian Itachi berdiri di samping Hinata, mengatakan sesuatu ke telinga Hinata yang kemudian membuat gadis itu membelalak, lalu menatap Sasuke lagi.

Kemudian ia mengangguk.

Sasuke berdiri mematung, tak mampu memahami apa yang baru saja terjadi.

Empress of the SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang