Langkah kaki kecil berlarian di atas jalur kerikil berpasir. Tubuh mungilnya dilapisi jaket bulu tebal berwarna hijau. Ikat pinggangnya mengitari tubuh bagian tengah sang pangeran kecil.
Tak seberapa jauh darinya, Kaisar menanti pangeran berlari menghampirinya.
"Ayah!" teriak si kecil. Ia berlarian dengan senyuman di wajahnya. "Ayah!" teriaknya lagi.
Tatsuemon membantu Hiroyuki saat ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya. Kasim berwajah ramah itu tertawa pelan. "Pangeran, Anda harus berhati-hati." Tatsuemon lalu menggandeng Hiroyuki menghampiri Kaisar.
Dengan gerakannya yang masih belum terbiasa, Hiroyuki membungkuk memberi salam. Lalu ia menengadah memandang wajah ayahnya. Matanya memicing menghalau sinar matahari yang membanjiri sosok ayahnya.
Neji terdiam.
Itachi lalu membungkuk untuk menggendong Hiroyuki. "Kau sudah siap?" tanyanya.
"Aku sudah siap, Ayah!"
Kedua lengan Hiroyuki ia gunakan sepenuhnya untuk memeluk leher Itachi. Sang pangeran lalu menyandarkan kepalanya di bahu Kaisar. Dia menyukai aroma tubuh ayahnya, rambut panjang ayahnya, dan senyum ayahnya yang selalu segar dan juga berwibawa. Hiroyuki suka segala hal tentang laki-laki yang ia panggil ayah itu.
Tawa Itachi terdengar seperti deringan lonceng angin yang segar. Napas mengepul melalui lubang hidungnya. "Hei, apa kau bertambah besar?"
"Ya. Mm-hm! Aku bertambah besar. Tentu saja. Ya, ya!"
"Jawaban macam apa itu? Kenapa panjang sekali jawabanmu?"
Hiroyuki kecil mengedikkan bahu, membungkam mulutnya.
"Anda bersikap tidak sopan, Pangeran." Suara lembut ibunya membuat Hiroyuki terpana. Dia tidak sadar ibunya ada di dekatnya. Hiroyuki pikir, ibunya akan sibuk dengan urusan-urusan yang merepotkan.
Kaisar menurunkan putranya dari gendongan. Hiroyuki kecil memeluk kaki ayahnya, bersembunyi dari kritikan ibunya.
"Anda terlalu memanjakannya, Paduka."
Itachi menatap Hinata, "Maaf," katanya tanpa ragu, terlihat sedikit malu seperti anak-anak.
Hinata beranjak dari tempatnya menanti. "Paduka, apa Anda sehat?" Menjinjing bagian bawah kimono agar ia bergerak lebih leluasa, Hinata mendekati Itachi. "Wajah Anda memerah. Apakah Anda demam, Paduka?"
Hinata meletakkan telapak tangan kanannya di pipi Itachi, merasakan suhu tubuhnya yang menghangat. "Anda demam. Sebaiknya Anda beristirahat."
Hinata hampir menarik tangannya lagi saat Itachi menahan pergelangan tangannya. Ia menatap mata Hinata sesaat sebelum melesakkan hidungnya ke telapak tangan beraroma tinta dan bunga itu.
Itachi menghirup dalam-dalam, memejamkan matanya. Merasakan keinginan yang besar untuk berada di dekat Hinata lebih lama. Dan menyesal karena ia tahu ia tak punya waktu sebanyak itu.
"Penobatannya hari ini. Aku tak akan kalah hanya karena demam," kata Itachi dengan suara rendah. Pandangan matanya yang tajam membuat jantung Hinata berdegup. Dan semakin kencang ketika Itachi menarik lengan Hinata dan memeluk tubuhnya tanpa memedulikan situasi.
Tatsuemon dan Neji buru-buru mengalihkan pandangan mereka. Hiroyuki terkikik senang.
"Kau lebih suka bergaul dengan tinta dan bunga daripada denganku, ya?"
"I-itu ... i-itu karena proses penobatan Pangeran h-harus hamba awasi terus persiapannya."
"Aku tak suka kalau kau terlalu sibuk mengurusi hal-hal yang bisa kauserahkan pada Michi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress of the Sun
FanfictionREPUBLISHED.:Hinata-centric:. Dalam genggaman kekuasaan, Sasuke terbelenggu. Dalam ketidakberdayaan, Hinata berkuasa. Dalam limpahan kebebasan, Itachi mengorbankan segalanya. AU. SasuHina.