Guncangan tandu yang mengangkutnya, berhenti. Empat orang laki-laki pemanggul menurunkan tandu di depan gerbang kediaman pribadi keluarga utama klan Nara. Karena ia tak membawa banyak barang, ia menolak keluar istana dengan pedati.
Pintu kecil di bagian depan tandu dilipat Terukage. Dia melongok dan menemukan seorang laki-laki berpakaian bangsawan dengan tatapan mata kosong.
"Yang Mulia..."
"Aku bukan kaisar lagi, Terukage!" seru Sasuke dari dalam tandu yang gelap.
Dia keluar dari ruangan sempit tandunya. Jalanan di depan gerbang rumah utama klan Nara tidak terlalu ramai. Sisi lainnya yang lebih ramai dibatasi deretan pondok-pondok yang lebih kecil, berbaris bersisian.
Merasa enggan untuk tahu lebih jauh lingkungan di sekitarnya, Sasuke menoleh pada Terukage. "Kenapa kita di sini?"
Seharusnya mereka ke pelabuhan.
"Sebelum keluar istana, Tuan Nara meminta Anda ke sini. Ada hal yang ingin dibicarakannya dengan Anda."
"Hal apa?"
"Hamba tidak berani banyak bertanya."
Sasuke tak banyak berharap. Kalaupun klan Nara berniat mendukungnya, mereka tidak akan bisa memenangkan pertarungan ini. Itachi punya lebih banyak pendukung. Dia juga membentuk pasukan yang tak bisa dianggap remeh. Susunan pemerintahannya tak mudah goyah. Jumlah prajuritnya melebihi kapasitas bangsal prajurit yang tersedia di istana. Dia angkuh dengan porsi yang tepat. Dia punya semua alasan yang dibutuhkannya untuk bersikap angkuh.
Dan tentu saja tentang hak lahirnya yang sudah pasti membuatnya lebih unggul dari Sasuke.
Pintu ganda kayu dibuka dari arah dalam. Seorang laki-laki separuh baya membungkuk dan mempersilahkan Sasuke dan Terukage masuk.
Halaman utama rumah benar-benar luas. Padang rumput yang dihiasi bunga-bunga bermekaran dan kolam ikan yang airnya mengalir dari air terjun buatan. Terlihat jelas rumah ini menganut paham modern ala Meiji.
Pilar dan bingkai jendelanya terbuat dari kayu yang mengilap. Kedua sisi rumah berhias dengan kehadiran petak-petak tanaman yang disusun merata. Lentera-lentera batu berdiri dengan kokoh. Kebanyakan lentera telah kehilangan fungsi penerangannya dan digantikan dengan lampu-lampu bertenaga listrik.
Dari arah pintu utama, seorang pelayan wanita berkimono duduk melipat kaki. Rambutnya digulung sederhana. Selembar celemek berwarna gelap diikat mengitari pinggang kurusnya. Wanita itu tersenyum menyambut kehadiran Sasuke.
"Tuan," sapanya. "Tuan Besar sudah memerintahkan saya untuk menyiapkan ruangan untuk Anda."
Sambutan yang dirasa Sasuke setengah hati ini tak memuaskan Sasuke. Dia sadar dia bukan lagi seorang kaisar. Dia telah tergelincir begitu dalam ke dalam kubangan lumpur.
Namun anehnya, ia merasa lebih ringan dari biasanya.
Si pelayan berjalan lebih dulu menunjukkan jalan. Koridor-koridor panjang yang saling berhubungan membuat Sasuke merasa dia baru saja memasuki lorong penuh misteri. Karena terbiasa dengan ruangan-ruangan luas dengan langit-langit tinggi di istana, koridor gelap dan sempit rumah ini membuat dadanya sesak. Dia segera menyadari ini hanya proses penyesuaian yang lumrah. Tak ada yang salah dengan kesehatannya. Meskipun ia merasa sedikit pening dan keseimbangannya goyah.
Pintu shoji yang sederhana kemudian digeser perlahan. Si pelayan masuk dan mempersilahkan Sasuke masuk kemudian. Dia kemudian pamit setelah meminta Sasuke menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress of the Sun
FanfictionREPUBLISHED.:Hinata-centric:. Dalam genggaman kekuasaan, Sasuke terbelenggu. Dalam ketidakberdayaan, Hinata berkuasa. Dalam limpahan kebebasan, Itachi mengorbankan segalanya. AU. SasuHina.