Suasana harmonis terlihat jelas pada keluarga Adhitama. Hal tersebut di dukung dengan gelak tawa Vina bersama mamanya.
"Iya Vin, bener banget. Dulu papa sok banget nyuekin Mama, ketus sama Mama, taunya pas udah nikah ternyata Papamu malah mohon-mohon gitu sama mama Vin." Sandra barusaha menahan tawanya. Sementara Arya merenggut karena di tertawakan anak dan istrinya.
"Wahahahah." Tawa Vina kembali menggelegar.
"Mama awas ya! berani malu-maluin Papa di depan anak sendiri pula," ancam Arya.
"Hayoo Pa, mohon-mohon apa?" tanya Vina jenaka.
"Husshh, anak kecil belum cukup umur," kilah Arya. Jika tadi Vina tertawa dengan begitu nyaringnya. Kali ini malah berganti Vina yang merenggut kesal setelah papanya mengucapkan bahwa ia masih anak kecil.
"Papa apaan sih? Vina kan udah besar. Sekarang juga udah SMA kan?" Vina berusaha membela.
"Iya iya, kamu memang udah besar. Tapi kamu tetap putri kecil Papa." Arya merengkuh tubuh Vina ke dalam pelukannya.
Tak lama, mereka melihat anak pertamanya turun dari tangga.
"Tuh Pa, liat jiplakan kamu. Persis dulunya kayak kamu. Sok dingin gitu," ujar Sandra kemudian memanggil anaknya yang sangat betah dengan wajah datarnya itu. Lihat! disaat semua siswa siswi bahagia menyambut weekend, spesies, eh! cowok yang bernama Davin hanya bersikap biasa saja."Sini Dav, gabung," ucap Sandra sembari menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya.
Ya, hari ini mereka berkumpul di ruang keluarga. Arya selalu meluangkan waktunya untuk sekedar berkumpul bersama keluarganya. Bagi Arya, keluarga adalah prioritas utamanya. Begitu juga dengan Sandra, ia biasanya selalu mendengarkan curahan hati anak-anaknya. Lebih tepatnya Vina. Anak keduanya itu sangat terbuka pada mamanya. Dan dengan senang hati Sandra selalu menyiapkan sepasang telinganya untuk mendengar keluh kesah Vina. Seperti saat ini, Vina sudah mengeluarkan produk ceritanya.
"Ma, Mama tau gak kalo Bang Dav itu banyak fansnya loh. Biasnya di lokernya itu banyak hadiahnya loh Ma. Terus, terus sahabat aku juga ada yang suka sama Bang Dav. Sukaaaa banget Ma," cerocos Vina saat melihat abangnya menghampiri mereka. Davin Memutar bola matanya. Yang banyak fansnya kan, Davin? Yang getol menceritakan kenapa Vina?
"Tapi sayang Ma, Bang Dav gak pernah bagi-bagi sama Vina," ucapnya mencebik.
"Berisik," sahut Davin pendek.
"Waahh! Pantes dong Vin. Abang kamu kan ganteng. Tapi sayang, terlalu dingin. Nanti yang deketin pasti langsung jadi beku. Terus pergi deh saking gak kuat dengan aura dinginnya."
Gak anak, gak emak sama aja. Kalau sudah diberi kesempatan berbicara, yang lain pasti tidak kebagian.
Davin mendengus, ia melirik ke arah papanya. "Tapi jangan gunain wajah ganteng kamu untuk hal yang tidak-tidak ya Dav,"
Yang tidak-tidak bagaimana? Davin sungguh kesal dengan papanya yang selalu menggunakan kata-kata tidak jelas seperti itu. "kamu harus kayak Papa, memanfaatkan kegantengan Papa untuk hal baik," lanjut Arya.Baiklah. Sepertinya Davin ingin menghilang saja. Kadang Davin berpikir, ia anak kandung mama dan papanya atau bukan. Kenapa semuanya mendekati kata gila. Kalau bukan karena cerita mamanya yang mengatakan bahwa Davin adalah versi muda papanya, Davin akan benar-benar meragukan apakah dia anak mama dan papanya atau bukan.
"Tuh kan Pa, Abang sukanya diem mulu. Atau jangan-jangan Abang lagi mikirin Viola ya?" Viola menaik turunkan alisnya.
"Viola siapa?" tanya Arya penasaran.
"Ituloh Pa, sahabat Vina. Teman sebangku Vina. Belahan jiwa Vina."
Sementara Sandra hanya tersenyum. Anaknya kini sudah beranjak dewasa. Baru kemarin ia mengantarkan anak-anaknya pergi sekolah. Sekarang sudah banyak wanita yang menyukai anaknya. Mata Sandra terlihat berkaca-kaca. Vina yang melihatnya jadi bertanya-tanya,"eh? Mama kenapa? loh, Mama kok nangis?"