Resah.
Gelisah.
Bersalah.
Pernahkan kalian merasakan itu? Aku rasa pernah. Ketiga rasa itu saat ini tengah dirasakan oleh cowok yang berbalut kaos cokelat polos yang tengah tidur diatas tempat tidurnya dengan menatap lurus langit-langit kamarnya.
Resah saat ia menunggu waktu yang bergerak begitu cepat.
Gelisah saat ia memikirkan kemungkinan buruk yang akan ia hadapi yang sudah jelas kemungkinan terjadinya memang besar.
Bersalah ketika ia menorehkan luka di hati perempuan yang sialnya ia sadari bahwa perempuan itu sangat berharga baginya.
Dan setelah dua tahun lamanya, cowok itu bertekad akan menjemput lagi kebahagiannya. Ya ia sudah bertekad menghilangkan debu yang bernamakan rasa bersalah di hatinya.
***
"Baiklah perkenalkan nama kamu." Ujar bu Husnul yang kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas.
"Nama saya Haikal Gautama. Kalian bisa panggil saya Haikal." Ucap cowok bernamakan Haikal itu dengan pandangan yang sama sekali tidak lepas dari gadis yang duduk di bangku deretan nomor dua. Sementara yang di tatap hanya menundukkan kepala tidak berani menatap objek yang sudah---ah biarkan hanya Viola yang tau.
Ya gadis yang di tatap Haikal begitu lekat adalah Viola. Bahkan Vina yang ada disampignya terheran-heran dengan sahabatnya itu yang tidak biasanya bersikap seperti ini. Ya mungkin ini adalah wujud antisipasi Viola agar tidak berpaling dari cowok yang katanya Viola sudah di cintai mati olehnya. Atau lebih singkatnya agar Viola tidak berpaling ke cowok yang memperkanalkan namanya sebagai Haikal tadi. Vina geli sendiri memikirkan hal itu.
Vina mengamati Haikal. Cowok itu ehm tidak tampan sih. Tapi pipinya yang sedikit tembam jujur saja membuat Vina gemas. Alisnya tebal. Hidungnya lumayan. Tidak pesek atau sangat mancung seperti perosotan Tk. Menurut Vina sih wajah Haikal itu enak di pandang. Apalagi matanya. Dalam matanya seperti terdapat kelembutan yang membuat siapa saja betah menatapnya lama-lama. Seperti yang Vina tengah lakukan. Gadis itu menopang dagu dengan memfokuskan pandangannya pada Haikal. Tapi Vina melihat keanehan disana. Mata itu sedari tadi tengah menatap seperti kearahnya. Ah tidak tidak! Mata itu tengah fokus menatap objek disampingnya! Ya Haikal menatap Viola!
***
"Lo tadi kenapa deh?" Vina menyamai langkahViola yang berjalan menuju kantin. Langkah Viola terkesan tergesa-gesa. Mungkin Viola kelaparan. Begitulah pikir Vina.
"Ih kok lo diem mulu sih Vi?" Ucap Vina karena Viola memang diam dan fokus pada langkahnya.
"Lo kenapa? Lo udah kepincut sama anak baru tadi? Kan, apa gue bilang. Lo pasti ber----"
"Lo berisik sumpah." Ucapan Viola menghentikan kicauan Vina yang sungguh jelas memperparah suasana hatinya. Viola hanya ingin cepat-cepat sampai ke kantin dan ia bisa memesan makanan sebanyak yang ia suka. Menurut Viola dengan menyibukkan makan bisa sedikit memperbaiki suasana hatinya.
"Ih lo jahat! Kan gue tanya. Ga biasanya lo diem?"
"Bukannya lo lebih suka kalo gue diem?"
"Ya gak diem kayak gini juga elah."
Viola kembali mengabaikan ocehan Vina. Yang ia butuhkan saat ini makan. Ia butuh pertologan pertama untuk hatinya yang sepertinya kembali sedikit luka.
Vina menghembuskan nafas pasrah. Ia yakin pasti ada sesuatu dengan Vio. Karena tidak biasanya ia bisa diam seperti ini. Kalaupun ia bisa diam hanya disaat-saat tertentu seperti tengah dalam suasan ulangan harian. Dan Vina cukup paham dengan Viola. Ia tidak bisa di rusuhi jika sudah dalam mode ingin marah-marah seperti ini. Maka yang dilakukan Vina hanya menunggu dan ia yakin pasti Viola akan cerita kepadanya.
"Yaudah, gue pesen makan. Lo nyari tempat aja." Ujar Vina dengan menatap wajah Vio yang masih murung saat ia berada di pintu kantin. Viola mengiyakan dengan menganggukkan kepala. Dan ia berjalan memecah kerumunan siswa untuk mencari tempat seperti yang dikatakan Vina.
***
"Saatnya makan!" Seru Vina seraya meletakkan dua mangkuk bakso dengan salah satu porsi yang lebih banyak darinya. Tentu saja itu milik Viola. Melihat itu senyum Viola mengembang. Saatnya mengobati hati.
"Aaaaa, lo beneran sahabat tercinta gueee." Ujar Viola mengambil salah satu mangkok dengan porsi lebih banyak. Vina memutar matanya. Lihat kan! Makanan itu berhasil menyogok perasaan Viola. Tapi tak apa setidaknya perasaan sahabatnya itu setelah ini lebih baik.
Atau sebenarnya tidak.
*****
Lv♥
10 Juni 2017