Vina mentapa kasihan pada sahabatnya yang sedari tadi hanya memandang makanannya tanpa minat sedikitpun. Padahal bakso pesanan Vina sudah kandas sejak tadi. Bukannya Vina rakus, Viola yang tak menyentuh makanannya sedikitpun. Vina juga masih belum berani untuk mengajak Viola berhahaha hihihi seperti biasanya. Viola masih butuh ketenangan.
Vina yakin, kalian pasti berfikir apa yang dirasakan Viola bukan apa-apa.
Tuggu sebentar! Jika kalian berfikiran seperti itu kalian salah besar. Kalian akan merasa mudah jika hanya di minta untuk mendengarkan dan memberi solusi. Bahkan solusia kalian bisa ditebak isinya tidak membantu sama sekali. Memang benar, manusia akan merasa bijak saat memberi solusi pada masalah yang di hadapi teman atau sahabatnya. Tapi, perayalah. Kalian tidak akan bisa berfikir apa-apa saat sebuah masalah telah menghampiri kalian. Dan Vina bisa pastikan kalau dia yang berada di posisi Viola, Vina yakin dia akan merasakan hal yang sama dengan Viola. Dan lebih bersyukurnya Vina masih punya kakak yang kadang-kadang mukanya datar seperti jalan tol. Ratta! Tapi, dia tau kalau kakaknya sayang dan peduli padanya.Ngomong-ngomong masalah kakaknya Vina--Davin, dia berada dimana ya? Vina mengedarkan pandangannya kepenjuru kantin, tak lama Vina mendapati kakaknya berada di pojok kantin bersama kedua sahabatnya. Vina kembali menatap Viola. Mungkin Davin bisa sedikit menyembuhkan kegundahannya.
"Vi, tumben lo gak ganggu Davin?" Vina menyenggol lengan Viola yang masih menatap makannya.
"Dia lagi nganggur tuh di pojok kantin. Lo gak mau nyamperin?"
Akhirnya Viola mengangkat wajahnya mencari keberadaan Davin. Hari ini Viola memang tidak merecoki Davin seperti biasanya. Vio juga tidak membawakan Davin bekal. Itu karena tadi Vio terburu-buru berangkat setelah insiden bersama kakaknya. Bahkan Vio sendiri lupa sarapan.
Vio beranjak dari tempatnya, Vina yang melihat itu menahan lengannya."lo mau kemana?"
Viola tersenyum tipis,"ke pangeran gue lah."
"Ish, pangeran dari Hongkong!"
Meskipun seperti itu, setidakbya sahabatnya mulai tersenyum. Untuk hari ini Vina sedikit mendukung tindakan Vio.
"Eh, tapi lo belum makan Vi." Vina kembali menahan lengan Vio mengingat makanannya yang belum tersentuh.
"Gue kenyang, gue kan bukan lo yang rakus." Viola tertawa karena godaanya berhasil membuat Vina mencebik.
"Sialan!" Umpat Vina. Viola terus melangkahkan kakinya menuju tempat Davin serta sahabatnya. Davin tidak menyadari kegiatan Vio karena dia sibuk dengan ponselnya. Sementara kedua sahabatnya makan dengan khitmad.
"Dav," panggilan itu membuat Davin dan kedua sahabatnya menoleh ke asal suara. Galang tersenyum senang karena merasa mendapat bahan untuk menggoda Davin.
"Eh, Viola. Kemana aja sih? Davin kangen katanya."
"Lo apa deh Lang," ujar Davin tidak suka mendengar perkataan Galang. Kangen apanya ? Justru hidup Davin tentram tidak ada yang menganggu.
Sementara Vio berusaha menormalkan detak jantungnya yang sedari tadi sudah berdisko ria. Apalagi Davib semakin hari semakin ganteng. Vio terus memandangi wajah Davin.
"Cie, diliatin mulu. Pasti kangen juga ya?" Galang kembali melontarkan guyonannya. Baginya lucu sekali melihat pemandangan Viola yang malu-malu kucing dan Davin yang kesal-kesal anjing. Menurut Galang jika kedua orang ini menjadi pasangan akan terlihat saling melengkapi.
Viola yang ceria dan suka tersenyum akan pas jika disandingkan dengan Davin yang dingin sedingin es batangan yang biasanya dijual dikantin. Davin memang dingin, maka dari itu ada perlu Viola untuk menghangatkannya.