Viola melangkahkan kakinya kedepan pintu rumah dengan langkah gontai. Sebenarnya ia malas untuk pulang kerumah. Keadaan rumahnya terlalu membosankan. Hanya sepi! Viola sama sekali tidak suka kesepian. Iyalah, cewek mana yang mau kesepian. Anak ayam aja sedih kalau di tinggal induknya. Apalagi Viola.
Tadi Vio berencana mengajak Vina untuk berkeliling ke mall untuk menghilangkan kejenuhannya, dan sialnya sahabatnya mengatakan kalau dirinya sibuk. Cih- Viola lebih suka menyebutnya sok sibuk. Pasti gadis itu tengah membujuk pacarnya yang sedang marah kepadanya. Viola berpikir, pasti seru kalau punya pacar. Seperti Vina, setidaknya gadis itu akan ada pekerjaan ketika pacarnya sedang marah.
Hell! Pekerjaan macam apa itu?
Lalu pikirannya kembali pada kejadian saat dirinya pingsan. Coba saja ia pingsan tapi matanya bisa terbuka, pasti ia bisa melihat ekspresi Davin ketika pria itu mengendongnya. Aaah, membayangkannya saja sudah membuat wajahnya memerah.Tanpa sadar kakinya sudah berada di depan pintu, Viola memegang gagang pintu dan memutarnya. Saat setelah tubuhnya masuk, Viola mengernyit mendapati layar televisi menyala. Ia terkejut ketika mendapati kakaknya duduk santai memandangi layar televisi.
"Tumben?"
Pertanyaan itu menari-nari dikepala Viola.
Keterkejutannya tak sampai disitu, ia mendengar langkah kaki dari tangga. Disana terdapat dua orang manusia dengan kacamata yang masing-masing membingkai wajahnya. Ditangannya sudah lengkap ada tumpukan kertas yang mempersulit langkahnya. Pemandangan itu membuat Viola menghela nafas.
"Sebenernya anak mereka itu manusia apa kertas sih?"
Viola membawa langkahnya kekamar. Bukannya Viola tidak senang orang tuanya sudah pulang, tapi saat ini debu kekecewaan telah tersebar merata mendominasi perasaan Viola. Toh, ada atau tidak keluarganya suasana rumah pasti akan sama saja. Papanya dan mamanya yang sibuk dengan kertas. Alvin yang dengan ekspresi tak berminat untuk berada dirumah. Dan dirinya yang yah, kecewa tentu saja.
Jika mereka pulang membawa pekerjaannya, lalu kenapa mereka pulang? Sekalian saja kerjakan di kantornya. Bukannya tujuan pulang itu untuk menghabiskan waktu bersama keluarga?
Viola sendiri bingung dengan jalan pikiran keluarganya. Sudahlah, tidak perlu dibahas. Viola terlalu lelah jika harus memeras matanya lagi. Ia takut air matanya akan habis jika dipompa keluar terus-menerus.
"Kamu sudah pulang Vi?" Mamanya berujar ketika mendapati anaknya berlalu begitu saja menuju kamarnya. Bukannya mamanya tidak tau dengan perasaan anak-anaknya. Hanya saja Tia-mama Viola terlalu sibuk untuk memikirkan hal itu. Ia harus bekerja extra agar semua keinginan Vio terpenuhi.
"Mama ngeliatnya gimana?"
Tidak! Viola sama sekali tidak punya niat untuk berkata seperti itu kepada mamanya. Menurutnya kata itu terlalu kasar. Namun, Viola sudah berada dipuncak kekesalannya. Ia hanya ingin mamanya tau bahwa ia butuh diperhatikan.
Viola melirik ke arah mamanya, ia melihat mamanya menghela nafas. Viola yakin mamanya pasti tidak mendengar apa yang dikatakan olehnya. Mamanya terlaku sibuk dengan tumpukan kertas yang di pangkuanya. Viola menggeser pandangannya, ia mendapati Ferdi-papa Viola tidak jauh beda dengan mamanya.
"Yasudah kamu istirahat, kamu pasti capek kan?" Tia kembali berujar tanpa melihat kearah Vio.
Viola berlalu tanpa menghiraukan kedua orang tuanya lagi. Ia ingin menangis!
