"Junn, anak siapa, sih? Kok pinter banget?" kata Dira dengan geram. Juna menyelesaikan makannya, menyempatkan diri untuk menatap Dira.
"Jelas! Itu, sih, nggak perlu ditanya."
"Junn, pergi aja ya lo?"
"Lah, memang gue mau pergi."
Astagfirullah. Batin Dira dengan menggeleng-gelengkan kepalanya sedangkan tawa Rara terdengar diantara keriuhan kantin.
Dira terus saja marah-marah sembari melanjutkan memakan batagornya. Menikmati makanan itu tanpa memikirkan ucapan Juna yang luar biasa sialan dan hampir membunuhnya. Setelah selesai makan, Dira dan Rara segera membayarnya. Lalu mereka berdua kembali ke kelasnya dengan hati yang sudah panas. Bukan karena cemburu. Tapi menahan amarah karena kelakuan Juna yang menyebalkan.
Rara sendiri hanya bisa bilang sabar. Cewek itu tahu, meskipun Dira sebal setengah mati pada sikap Juna, tapi di dalam hatinya, Dira begitu menyanyangi Juna. Begitu juga sebaliknya. Kalau ingat mereka, Rara jadi ingat dulu, waktu Dira dengan semangat bercerita bahwa dia didekati oleh Juna. Masa PDKT mereka benar-benar singkat. Hanya tiga bulan dan setelah itu Juna mengajak Dira pacaran. Acara tembak-menembak itu tidak romantis. Juna menembak Dira saat mengantarkan cewek itu pulang. Di depan rumah cewek itu. Hanya seperti itu.
"Ra, gue pengen cincang Juna asli!" kata Dira masih tetap marah-marah. Rara langsung merangkulnya. Mengatakan untuk melupakan kejadian tadi dan mengigatkan agenda mereka sepulang sekolah nanti yaitu mencuci mata di Guardian. Dira langsung semangat. Rasa marahnya terhadap Juna hilang begitu saja digantikan rasa tidak sabar untuk pulang dan jalan-jalan.
Di dalam kelas, tepat saat jam sudah masuk, Rara dan Dira duduk menunggu guru kimia mereka. Sepuluh menit guru itu tidak datang, Dira sudah bahagia. Tapi semua itu kandas saat guru itu ternyata masuk dan mengajar. Dira langsung fokus. Sesekali bertanya pada Rara bagaimana itu bisa karena dia belum paham.
Soal dan penjelasan silih berganti, sampai akhirnya jam kimia selesai dan gurunya memberikan PR. Tidak lama, datang guru biologi mereka. Mengajarkan materi lanjutan yang Dira cukup kuasai karena pernah saat SMP. Plis, Dira memang tidak pintar, tapi dia tidak mau terlalu bodoh.
Dan kali ini, Dira dengan percaya diri mengangkat tangannya. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh gurunya. Setelahnya, ia mendapatkan poin tambahan yang menandakan bahwa jawabannya benar. Siang ini, semangat Dira membara. Biologi kali ini, Dira harus bisa!
Beberapa pertanyaan berhasil Dira jawab. Khusus hari ini, senyum bangga terukir di bibirnya. Gue nggak bego-bego amat ya ternyata. Katanya di dalam hati. Setelah itu, saat jam biologi selesai, dan jam istirahat kedua tiba yang digunakannya untuk solat dhuhur dan mengobrol.
-ooo-
Bel pulang sekolah berbunyi, anak kelas Dira langsung mengemasi buku mereka dan berdoa. Lalu keluar satu persatu setelah bersalaman dengan guru pengajar. Dira dan Rara keluar bersama. Mereka berdua akan pergi menuju Guardian menggunakan mobil Rara. Tetapi sebelum itu, Rara harus menemani Dira ke kelas Juna. Cowok itu bisa berubah menjadi harimau kalau Dira pergi tanpa bilang kepadanya.
Rara memilih untuk menunggu di luar kelas Juna. Sedangkan Dira masuk ke dalam kelas Juna yang sudah lumayan sepi. Hanya ada beberapa anak yang memang tengah mengobrol dan tugas piket.
Juna sendiri duduk di tempatnya, mengobrol bersama Tito, teman sekelasnya. Saat sadar bahwa ada Dira, Juna menghentikan pembicaraannya dan membiarkan Tito untuk pulang. Dira langsung duduk di sebelah Juna.
"Junnnnn," panggilnya kepada Juna. Juna yang memang duduk menyamping menatap Dira mengangkat satu alisnya. Dan Dira paham apa arti gerakan cowok itu. "Gue pulang sama Rara. Mau cari gincu dulu," lanjutnya sembari sesekali tersenyum pada teman kelas Juna yang menyapanya.
"Ya terus?" balas Juna cuek.
"Ya nggak terus. Udah." Dira jadi sebal sendiri untuk kesekian kalinya. Hatinya perlu isi ulang kekebalan agar tahan dengan sifat Juna.
"Oke. Mau duit tambahan, nggak?" Dira mencibir dalam hati. Ia sudah tahu trik Juna. Dulu, ia pernah dengan antusias menjawab mau. Tahu apa jawaban Juna? Gih, ke bangjo dulu. Ntar lo ngamen di sana kan dapet duit tambahan.
Dira saat itu? Langsung menggigit tangan Juna hingga cowok itu berteriak kesakitan. Tapi, tetap saja. Juna tidak pernah kapok untuk mengerjai Dira dengan kata-katanya.
Saat ini, jawaban yang keluar dari mulut Dira tentu saja tidak. "Serius?" balas Juna saat Dira menolak dengan tegas. Dira menganggukkan kepalanya dengan mantap. Lalu Juna langsung berceletuk, "Padahal gue serius, lho. Hadiah buat lo yang mau ulang tahun. Daripada gue salah beli kado, kan, mending lo beli sendiri."
Pisau mana pisau?
Dira perlu pisau untuk memutilasi Juna yang saat ini semakin menyebalkan di depannya. Dira kembali mengucap istigfar dalam hatinya. Lalu berdiri untuk meninggalkan Juna. "Gue pergi dulu," katanya yang dihadiahi anggukan oleh Juna.
"Dirr, udah solat ashar belum?" tanya Juna sebelum Dira benar-benar keluar dari kelasnya.
"Udah," balas Dira yang langsung diacungi jempol oleh Juna.
"Bagus! Siapa tahu, nanti ada sesuatu, kan, lo ada pahala buat hari ini." Setelahnya, Dira benar-benar keluar dari kelas Juna. Menemui Rara dan mengajak cewek itu untuk segera berangkat. Sebelum ia beraksi untuk kembali ke dalam kelas Juna dan menjambak rambut cowok itu hingga rontok.
to be continued
halouuu! lama tidak berjumpa. semoga suka dan masih ada yg baca nggak sih ini? wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Relationship
Teen FictionTERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Cerita ini bukan tentang relationship goals. Mereka tidak peduli apa itu relationship goals. Karena ini tentang hubungan Juna dan Dira. Hubungan mereka yang berbeda. Tidak terduga. Tentunya dengan gaya mereka sendiri...