BAB 1 | Novel Vers.

5.6K 409 52
                                    

SUARA deru motor terdengar sampai ke dalam rumah Dira. Tanpa mematikan mesin motornya, sang pemilik motor itu berhenti di depan rumah gadis itu tanpa mau masuk. Sosok itu lebih memilih untuk mengirimkan pesan kepada Dira untuk menyuruh gadis itu cepat keluar.

Juna : Dir, buruan, elah!

Dira : Sabar! Lagi pakai sepatu! Masuk aja kenapa!

Juna : Takut ketemu om broto.

Dira : Heh! Papa gue nggak bakal gigit lo.

Juna : Gue takut. Kumisnya ngeri.

Dira : Allahuakbar, ini bokap gue yang lo omongin!

Juna : Ya, maaf. Juna khilaf.

Dira : Sip. Hari ini kesalahan junaedi dimaafkan.

Tak lama setelah itu, Dira keluar dari rumah dengan menggunakan setelan seragam batik dan sepatu putih. Gadis berambut panjang itu langsung menghampiri Juna yang masih setia berada di atas kemudi dengan kaca helm terbuka. Memperlihatkan mata cowok itu yang menegaskan supaya Dira segera naik ke atas motornya lalu berangkat menuju sekolah.

Pemandangan ini bukanlah hal langka, Juna selalu suka mengantar jemput Dira sampai sepertinya, Juna itu memang Kang Ojek Dira. Bukan pacar gadis itu. "Berangkat, Kang!" ujar Dira dengan memukul pundak Juna ringan. Membuat Juna mengumpat sedangkan Dira terkekeh bahagia. Mengerjai Juna itu kejadian langka. Dira lebih sering terkena sifat usil Juna yang baginya super menyebalkan dibandingkan dia yang mengusili Juna.

"Jun, kenapa, sih, lo suka banget godain cewek?"

Suatu ketika, Dira pernah iseng bertanya seperti itu saat mereka jalan-jalan ke mal. Pertanyaan itu spontan saat tidak sengaja ia teringat pernah melihat Juna bersama teman-temannya suit-suit di depan kelas saat kakak kelas mereka yang cantik lewat.

"Itu gue lagi unjuk bakat, kok. Gue jago siul, ya jadi siul aja."

Tahu apa ekspresi Dira saat mendengar jawaban Juna? Dira hanya bisa melongo. Gadis itu benar-benar tidak habis pikir apa yang ada di otak pacarnya. Dira bahkan bertanya-tanya, dulu Tante Dana—Mama Junangidam apa waktu hamil anaknya? Kalau Dira jadi Mama Juna, mungkin sudah dia buang kalau memiliki anak macam Juna.

Setibanya di parkiran sekolah, Dira langsung turun, berjalan terlebih dahulu setelah meletakkan helm miliknya di atas jok motor. Juna menyusul kemudian dengan langkah besarnya, dia berhasil mengejar langkah kaki Dira. Saat berada di sebelah Dira, tangan Juna iseng merangkul bahu Dira. Namun, dengan sopan Dira menepis rangkulan itu.

"Nggak usah rangkul-rangkul!" kata Dira yang membuat Juna langsung berhenti berjalan yang diikuti dengan Dira.

"Siapa yang mau ngerangkul? Orang gue mau ambil ketombe. Itu ... ada di rambut lo."

Boleh tidak Dira marah?

Rasanya dia ingin mencakar muka Juna yang berbicara tanpa dosa, datar, dan super sengak membuat Dira hanya mampu mengelus dada lalu melangkah lebih dahulu meninggalkan Juna. Sesampainya di dalam kelas, Dira langsung duduk, mencari Rara—teman sekalasnya—dan bercerita mengenai apa yang diberitahukan oleh kedua orangtuanya semalam.

"Serius?" tanya Rara saat Dira sudah selesai bercerita.

"Iya! Makanya, lo bayangin aja. Gue males banget, Ra," keluh Dira kembali mengigat ucapan kedua orangtuanya dan bayang-bayang masa lalu yang begitu mengerikan.

"Ya terus mau gimana? Mungkin udah berubah," kata Rara memberikan semangat untuk Dira yang nampak benar-benar terlihat suram.

"Waktu gue masih bocah aja diomelin mulu. Haduh, gue yang dulu enggak punya dosa aja diomelin mulu. Gimana sekarang yang udah punya banyak dosa? Tiap detik mulutnya nyinyir mulu pasti." Dira mengutarakan rasa malasnya yang kali ini disambut derai tawa Rara.

Unexpected RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang