Dira duduk di kursi meja belajarnya. Buku-buku yang menjadi media belajarnya hari ini sudah terbuka. Buku tulisnya juga sudah terbuka dan masih bersih. Belum ada jawaban dari soal yang menjadi PR-nya.
Pensil mekanik berwarna toska di genggamannya sesekali ia ketukan ke dahinya. Memikirkan bagaimana cara dari soal itu. Pensilnya ia letakkan, lalu tangannya beralih membuka buku catatannya. Membolak-balik buku itu mencari di mana catatannya tentang soal seperti itu.
Dira mengulangi membuka bukunya untuk kedua kalinya dan ketemu. Ia membaca catatannya, lalu membaca soalnya dan menatap kertas buram yang memang sudah ia siapkan untuk corat-coret. Ia menuliskan soal itu di kertas buram dan mencoba menjawabnya dengan berpatokan pada catatannya dari hasil mencatat apa yang dituliskan oleh gurunya.
Setelah mencoret untuk beberapa kali karena salah, akhirnya jawabannya berhasil ditemukan. Dira langsung menyalin jawaban di lembar coretannya ke buku tugasnya. Selesai satu soal, Dira menatap soal nomor dua. Ia menepuk pipinya supaya tetap sadar. Supaya ia tetap terjaga dan bisa menyelesaikan tugasnya.
Menyelesaikan tugas bagi Dira itu penuh perjuangan. Belum godaan dari ponselnya, kesadarannya dan terakhir kasur. Apalagi kalau susah, godaan itu semakin menjadi-jadi. Dira yang saat ini sudah sampai nomor tiga langsung memegang ponselnya yang sedari tadi ia airplane mode. Saat ini, jaringan wifi-nya sudah hidup. Dan beberapa pesan masuk ke aplikasi LINE miliknya.
Tetapi ada satu yang menarik hatinya. Di mana ada notifikasi dari Juna yang langsung Dira buka. Dira membuka notifikasi yang berasal dari instagram itu. Ternyata, Juna menandainya pada postingan terbaru cowok itu. Postingan yang merupakan foto mereka berdua saat dulu sekali. Kalau tidak salah, perkiraan Dira foto itu diambil setelah satu bulan mereka jadian.
Tidak ada yang masalah dengan foto itu. Tapi yang bermasalah itu caption Juna. Cowok itu menuliskan caption : kita itu apa? Setelah membacanya, Dira langsung menuju kolom komentar yang tumpah dengan komen-komen memggelikan yang berhasil menghibur Dira.
titoklst : dira majikan. lo babunya.
sarazhr : dira majikan. lo babunya. (2)
bramst : dira majikan. lo babunya. (3)Komentar itu terus begitu sampai sebanyak 20 kali dan Dira yang juga gemas langsung ikut berkomentar di postingan Juna.
indiratw : junnn, komuk kontrol.
arjunask : inggih, ndoro.Setelah membaca balasan Juna, Dira kembali menutup ponselnya. Melanjutkan tugas sekolahnya yang besok harus dikumpulkan. Sekian lama ia berjuang, akhirnya dua nomor terakhir selesai juga. Jam sendiri sudah menunjukkan waktu sepuluh malam. Dira langsung mengemasi buku di meja belajarnya dan menata bukunya untuk besok. Ia membaca jadwal pelajaran yang ia tempel di tembok dan memasukkan buku-bukunya.
Selesai menata buku, Dira bergerak menuju kasurnya. Bergelung dengan nyaman dan berdiri lagi untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di meja belajarnya. Setelah ponselnya berada di genggamannya, Dira kembali tiduran dan memainkan benda berbentuk pipih itu.
Masih asik memainkan permainan Harvest Moon, Dira harus terganggu dengan panggilan masuk yang berasal dari Juna. Tetapi karena malas, Dira memilih untuk me-reject-nya. Ia kembali melanjutkan mengurus peternakannya yang ia beri nama Wijaya's Farm. Beberapa menit kemudian, sebuah pop up chat LINE muncul di layar ponselnya. Pesan itu berasal dari Juna.
Juna :: itu telpon diangkat ya.
Dira :: mager ah. mau main game.
Juna :: buruan!
Juna :: pulsa gue kebanyakan bingung mau buat apa.
Dira :: junnn, gue lempar sendal juga ya lo!
Juna :: angkat telpon gue habis ini.
Benar saja, setelah itu, terdapat telpon masuk dari Juna. Dira membiarkannya. Tidak mengangkat maupun menolaknya. Sampai akhirnya, saat panggilan kedua kali, Dira baru menerimanya. Ia mendekatkan ponselnya ke daun telinganya dan diam. Menunggu Juna untuk berbicara. Tapi yang ditunggu juga tidak kunjung berbicara.
"Halo," ujar Dira karena mulai gemas tidak ada satu suarapun yang keluar dari mulut Juna.
"Junn, nggak lagi sariawan, kan?" tanya Dira, kembali mengoceh saat Juna tak kunjung menjawab sapaannya.
"Fix, lo pasti sariawan!" putus Dira saat Juna masih diam dan tidak mau membalas perkataanya. Dira menjauhkan ponselnya dari daun telinganya, lalu menatap layar alat komunikasi itu yang masih tersambung. Ia memilih mode loudspeaker pada ponselnya.
"Junaedii," panggil Dira untuk kesekian kalinya. Sampai akhirnya terdengar suara berisik dan berakhir dengan munculnya suara Juna.
"Halo," katanya dari ujung sana. Juna di sana sedang duduk di kursi kamarnya. Menatap laptop di depannya yang menampilkan permainan bertema bola.
"Ngapain aja, sih?" bentak Dira kesal karena suara Juna baru saja muncul. Padahal cowok itu yang tadi memaksa untuk menghubunginya.
"Biasa. Mama." Juna tidak berbohong. Memang tadi mamanya teriak untuk minta tolong dibenarkan aplikasi bbm-nya. Mamanya itu gaul. Bahkan Juna kalah gaul.
"Terus lo telpon gue kenapa?" tanya Dira memulai pembicaraan pada cowok yang kini tangan dan matanya sibuk pada permaianan di depannya. Ponselnya ia biarkan dengan mode loudspeaker.
"Kan, gue udah bilang, pulsa gue kebanyakan. Bingung mau dibuang ke mana," balas Juna lalu terkekeh geli sendiri. Dia membayangkan ekspresi Dira yang pasti sudah menahan emosi.
"Junnnnn, gue lelah," balas Dira mendengar perkataan Juna. Mungkin, kalau ini acara TV, Dira sudah melambaikan tangannya pada kamera tanda menyerah dengan tema percakapannya Juna.
"Nah, karena gue tahu lo pasti nggak ada kerjaan, gue buang ini pulsa buat telpon lo." Juna semakin iseng membalas perkataan Dira.
"Anjir! Biasanya nggak punya pulsa aja belagu!" sentak Dira yang mengugatkan bahwa Juna itu miskin pulsa. Kalau Dira SMS, Juna pasti akan balas lewat LINE. Alasannya? Ya tadi, tidak punya pulsa.
"Makanya, mumpung gue kebanyakan pulsa, lo gue telpon! Kalau nggak ditelpon, ntar lo belingsatan." Dira menghembuskan napasnya. Terapi untuk dirinya agar tetap sabar menghadapi Juna.
"Junnn, pernah ditabok sendal sama orang cantik, nggak?" balasnya yang membuat Juna tertawa kecil. Dan Dira selalu suka mendengar tawa Juna. Renyah-renyah gimana gitu.
"Enggak. Mau dong. Siapa tahu nanti dia jadi selingkuhan gue." Dira langsung mengumpat saat itu juga ketika mendengar jawaban Juna. Dan Juna di ujung sana, terkekeh lagi. Berbicara dengan Dira baginya itu penuh hiburan.
"Anjuuuu! Fix, lo tai banget!"
"Gue tai, lo WC-nya. Setia bersama gue."
"Udah, ya, Jun? Capek! Sana lo bobok! Besok jemputnya jangan telat!"
Sambungan telpon itu langsung mati. Dira memutuskannya secara sepihak tanpa mendengar jawaban Juna.
Juna lupa, bahwa selain menjadi pacar Dira, statusnya itu juga sebagai Kang Ojeknya Dira.
to be continued
double updet ya. krn aku gatau mau updet kapan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Relationship
Teen FictionTERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Cerita ini bukan tentang relationship goals. Mereka tidak peduli apa itu relationship goals. Karena ini tentang hubungan Juna dan Dira. Hubungan mereka yang berbeda. Tidak terduga. Tentunya dengan gaya mereka sendiri...